The Path Of DESTINY | 27. The Perfect Couple?

123 7 1
                                    

Untuknya, aku tidak banyak berharap tentang perkataan orang lain mengenai hubungan antah berantah kita. Cukup dengan mengikuti alur takdir saja, diriku sudah bahagia.

~ Nameera Gumilo Adhikusuma

•••

     Zani berdecak tak percaya sekaligus berjalan di sekeliling tubuh Meera. "Gila-gila!" tukasnya sambil mengerjapkan mata. "Tiga hari tinggal sama Kakak gue lo udah jadi Ratu ya?" Zani bersedekap. Meera menggelengkan kepala cepat, "Nooo! Ratu dari mana?!" balasnya. "Itu buktinya," Zani membalas sembari meniliti penampilan sahabatnya itu dari ujung kepala sampai kaki. Meera mendesah pelan, "Lo kira gue mau ini semua?"

     "Kayaknya engga,"

     "Nah tuh lo tau!"

     "Tap–"

     "Dia sendiri yang beliin gue. Mana maksa," bisik Meera cepat agar tidak terdengar dengan beberapa orang yang kerap kali melintas—karena sekarang, mereka tengah berada di area pembatas sekitar perairan Amalfi. "Serius lo?!" balas Zani dengan sedikit sentakan. "Tiga rius!" Meera menyentuh pundak Zani dengan kedua tanggannya, "Lo tau kan kalo gue nggak suka pake-pake yang kayak gini..."

     Zani mengangguk cepat.

     "But, gue heran aja. Kok Kakak gue bisa segitu royalnya sama lo?" Meera mengangkat bahu tanda tak tahu. "Tapi-tapi, ya nggak papa sih. Gue gaada masalah mau dia kasih apapun ke lo. Uang-uangnya dia, bukan uang gue." Zani menarik kedutan tipis dengan waktu singkat. "Tapi gue nya yang nggak enak, Zan. Sumpah!"

     Zani menatap heran Meera, "Hell! Ya biarin aja. Nggak usah nggak enakan gitu. Emangnya Kakak gue minta balikin uangnya?" seraya menyipitkan mata. Meera menerawang sejenak, "Kayaknya engga deh." Lalu melihat hamparan air yang tenang di depannya. Zani mengelus bahu sahabatnya, "Yaudah ga usah di pikirin, Meer. Kak Zayi tulus kok sama lo." Zani tersenyum pada Meera.

     "Gue bisa lihat dari pandangan matanya ke lo."

     Meera menoleh pada wanita yang memakai gaun cantik berwarna hijau di sampingnya. "Maksudnya?" Zani merubah posisi berdirinya dan menatap Meera dengan raut serius. "Selama tujuh belas tahun gue hidup, gue nggak pernah liat tatapan matanya sedalam itu ke cewek lain—kecuali pas dansa empat hari lalu. Selain lo. Dan lo be the first." Kemudian dia menggenggam kedua tangan Meera, "Kita sahabatan udah hampir enam tahun, Meer. Dan gue rasa... Lo cocok jadi pendamping Kakak gue, Kak Zayi."

     Detakan jantung serta aliran darah Meera berpacu cepat. Napasnya seperti hilang seketika. Udara di sekitar mereka juga seperti mendukung akan situasi yang tengah keduanya rasakan.

     Zani... Dia jarang serius seperti ini. Hampir tidak pernah.

     Tahu akan arti keterdiaman sahabatnya, Zani memberikan senyuman simpul. "Kalo lo nggak bisa bales, wajar kok. Umur kita emang masih muda, lulus aja belum. Terus sekarang gue ngomongin weirdo things tentang lo cocok jadi Kakak ipar gue," gadis itu menggeleng-gelengkan kepala tanda tak percaya akan dirinya sendiri. "Gausah di ambil pusing ya, gue cuma asal ngomong aja kok."

     Meera menghembuskan napas kasar, "Dasar! Kirain gue beneran." Zani langsung tersenyum jenaka dan jahil, "Kalo lo mau juga gapapa. Gue bersyukur banget malah punya Kakak ipar temen sendiri." Sahabatnya berdecak sembari mengetuk dahi Zani, "Tio mau gue kemanain?"

     Sebal. Zani merasakannya sekarang.

     "Nggak di mana-mana nyangkutnya ke Tio-Tio-Tio-Tio mulu. Bosen gue!"

The Path Of DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang