The Path Of DESTINY | 18. Meera's Unlucky Day

160 8 0
                                    

Tidak semua orang yang dipuja selalu sempurna di hadapan tuhan. Karena setiap manusia pasti memiliki sedikit cela yang tak kasat mata.

~ Fazayi Kafeel Drazanio

•••

     Zavira terdiam sebentar setelah mendengar ucapan Putra satu-satunya itu. Kemudian, ia tersenyum. "Ya nggak papa sih. Nggak ada yang ngelarang juga kamu mau di sini. Tapi, kenapa bisa Meera pakai baju kamu?" tanya ulang Zavira. Meera yang mendengar percakapan antara Ibu dan anak itu memilih untuk bungkam saja. Tidak ingin kata yang ia keluarkan membuat suasana menjadi bertambah awkward.

     Memilih tidak menjawab, Zavira sedikit jengkel dengan lelaki yang merupakan Putranya itu. "Terserah lah! Lama-lama Mama capek cuma mau tanya satu hal sama kamu." Zavira berdecak di akhir pengucapannya, lalu melenggang pergi begitu saja meninggalkan Meera dan Zayi. Berdua lagi.

     "Loh? Tan kok aku di tinggal lagi?" pias Meera sembari menunjukkan wajah muram saat melihat sosok wanita yang memakai baju bermotif bunga meninggalkannya berdua di dalam ruang dapur.

     Apa gue susul Tante Zav aja ya?

     Meera sudah mengambil ancang-ancang untuk melangkahkan kaki, namun sebuah tangan menahan dirinya. "Lepas Kak," Zayi memilih diam tak menjawab. Gadis itu membuang napas pelan, "Aku mau mandi. Bisa lepasin tangannya?"

     Bohong sedikit nggak papa kali ya.

     Tersenyum simpul. "Makasih." Lalu Meera pergi meninggalkan Zayi seorang diri di dapur setelah permintaannya barusan di kabulkan—untuk melepaskan tangannya karena ia ingin mandi. Namun, sebenarnya ia ingin lebih dulu menyusul Zavira. Lalu mungkin sehabis itu akan membersihkan tubuh.

     Zayi yang melihat gadisnya sudah berjalan menjauh dan hilang dari pandangannya, menggeram pelan. Kenapa ia di tinggal sendiri?

     Lanjut pada Meera yang sudah terbebas dari genggaman Zayi, gadis itu memilih untuk menyusul Zavira yang kelihatannya berjalan menuju kamar miliknya. "Tante tunggu!" ucap Meera dengan suara sedikit keras saat melihat Zavira yang sudah lebih dulu menutup pintu kamarnya. "Yah, telat." Gadis itu memelankan suaranya di akhir.

     Yaudah deh mending gue ke kamar Zani aja.

     Saat ingin memutar tubuh untuk menuju tangga, Meera langsung teringat akan para sahabat-sahabatnya yang—apa mungkin mereka masih berada di swimming pool Mansion Zani?

     Merasa setuju akan kemungkinan yang ada di pikirannya, Meera mengurungkan niat untuk berlalu menuju kamar Zani. Ia lebih memilih memastikan teman-temannya itu masih di tempat seperti yang terakhir gadis itu ketahui atau tidak.

     Sesudah sampai, Meera melihat di sana para sahabatnya itu tengah merebahkan badan di bangku panjang sembari melihat ke bagian atas—di mana mereka bisa langsung menyaksikan indahnya sunset karena dinding yang tadinya dilingkupi oleh tembok kokoh otomatis akan bergeser dan terbuka, jika di tekan oleh sebuah tombol. Atau apalah namanya Meera tidak terlalu mengerti.

     Mendengar suara langkah kaki mendekat, Zani, Lofa, serta Ara kompak menoleh pada arah belakang mereka. "Dari mana aja lo?" Lofa langsung mengajukan sebuah pertanyaan pada temannya itu yang baru sampai, Nameera. "Habis bikin kue. Bantuin Tante Zav," balas Meera jujur yang langsung mengambil posisi seperti mereka tepat di samping Ara. "Bikin kue apa?"

     Meera menoleh sekilas pada Zani yang bertanya padanya, "Kue coklat." Setelahnya, Meera memejamkan mata sebentar untuk menghilangkan penat. Zani yang mendapatkan jawaban dari gadis pemakai kaus abu-abu kebesaran itu mengernyitkan dahi. Perasaan Mama nggak terlalu suka kue coklat deh...

The Path Of DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang