The Path Of DESTINY | 24. Black Dance

140 9 0
                                    

Ketahui satu hal, saya tidak pernah bermain-main jika itu menyangkut dirinya. Nameera-nya.

~ Fazayi Kafeel Drazanio

•••

     Polesan bibir sebagai sentuhan terakhir pada wajah Meera membuat Sang perias tersenyum bangga. "Ah! Kau sangat cantik, tidak sia-sia aku mendandani mu!" ujarnya sembari menatap pantulan wanita yang habis ia polesi make up di kaca. Meera mengikuti arah pandang lelaki itu, "Terima kasih." Sang perias mengangguk-anggukkan kepala. "Saatnya keluar!"

     Meera tersenyum dan sekali lagi menatap dirinya dalam pantulan kaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Meera tersenyum dan sekali lagi menatap dirinya dalam pantulan kaca. Rambut yang di tata sedemikian rupa, wajah terpoles make up yang dapat di pastikan merubah penampilannya seperti wanita dewasa, dan dress hitam paling tertutup yang di sediakan Sang perias untuk ia kenakan. Hampir nggak kenalin diri sendiri ya.

     Gadis itu keluar dari dalam kamar hotelnya setelah penantian dua jam lebih untuk berdandan. "Aw! Mrs. Drazanio, gadis ini benar-benar memukau! Aku sangat suka!" Zavira yang berjalan menghampirinya mengangkat kedutan tipis. "Aku sudah tau itu."

     Lalu Zavira mengulurkan tangan kepada Meera. "Ayo! Zani dan Om Farhanzah sudah menunggu di bawah." Meera menerima uluran itu dan mengucapkan terima kasih kepada Sang perias tadi sebelum mengikuti langkah Zavira yang mengenakan dress merah. "Tan, kita sebenernya mau kemana sih? Aku tadi udah nanya Zani tapi dia cuma ngangkat bahu," ucap Meera saat mereka memasuki lift. Zavira memandang Meera, "Ke acara ulang tahun perusahaan kolega Om Farhanzah."

     "O-ohh, pantesan pake gaun formal kayak gini, Tan." Meera tersenyum singkat dan setelahnya memandang pintu lift sampai terbuka.

     "Astaga Meera! Kamu cantik banget!"

     Meera dikejutkan oleh sebuah suara yang sekitar tiga bulan lebih tidak ia dengar. "Kak Zavi?! Yaampun Kakak kemana aja? Meera miss you so bad," gadis pemakai dress berwarna coklat moka itu langsung memeluk sahabat Adiknya. Zavi melepas pelukan lebih dulu, "Kakak di Paris buat ngurus butik baru. Sorry juga nggak kasih kabar pas Kak Zavi pergi."

     Meera mengangguk. "It's okay. Lagian juga aku udah ketemu sama Kak Zavi lagi, kan?" Meera terkekeh pelan. "Asik banget, ya!" tiba-tiba suara Zani terdengar. "Mau sampai kapan kangen-kangenannya? Ini mobil udah mau jalan tau!" kesal gadis itu sambil mengangkat gaunnya yang panjang untuk masuk ke dalam limousine hitam.

     Zavi berdecak pelan, "Sabar ya Meer sama Zani. Dia emang kayak gitu, kekanak-kanakkan!" Meera mengusap lengan Zavi yang terbuka. "Nggak apa-apa, Kak. Justru dengan Zani yang kayak gitu aku jadi bisa deket sama dia, terus sahabatan. Sampai sekarang." Zavi mengangkat alis sebelah dan memandang Meera, "Seriously?"

     Meera mengangguk cepat.

     "Nanti di sana jangan kaget ya." Zavi berbisik di telinga Meera setelah perjalanan lima belas menit. "Memangnya kenapa, Kak?" Zavi memandang geli. "Ini Italy, bukan Indonesia, dan pasti kamu bisa pikir sendiri gimana orang-orangnya apalagi di pesta formal like this,"

The Path Of DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang