The Path Of DESTINY | 05. Keputusan Meera

323 15 0
                                    

Momen ini seharusnya menjadi langkah awalku untuk menipiskan jarak diantara kita, tapi aku lupa, jika memang masanya aku tak tau cara untuk sekedar berbicara di tengah kegugupan yang sedang melanda.

~ Fazayi Kafeel Drazanio

•••

     Sekarang pukul sembilan malam, di keheningan mobil, Meera hanya sekedar menyenderkan kepalanya di jendela sambil melihat jalanan Jakarta yang masih padat, walau waktu sudah hampir larut.

     Di samping Meera, lebih tepatnya di bagian kemudi, terlihat seorang Fazayi yang tengah menyetir dengan serius sambil sesekali melihat ke arah gadis yang ada di sebelahnya.

     Zayi merasa ingin sekali memulai obrolan, tapi nyatanya memang ekspetasi tak sesuai realita, mulut dan hatinya tak sejalan, dan akhirnya mereka hanya diam di sepanjang perjalanan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Zayi merasa ingin sekali memulai obrolan, tapi nyatanya memang ekspetasi tak sesuai realita, mulut dan hatinya tak sejalan, dan akhirnya mereka hanya diam di sepanjang perjalanan.

     Sebelumnya, memang Zavira sudah memberitahukan alamat lengkap kediaman Meera. Namun, jika Mamanya tidak memberitahukan pun Zayi sudah tau—lewat orang kepercayaannya, pasti.

     Sampai di depan rumah, Meera segera pamit kepada Zayi serta tak lupa untuk mengucapkan terima kasih dan yang di balas hanya anggukkan oleh Zayi, yang membuat Meera lantas langsung keluar dari mobil menuju kamarnya.

     Meera terus melangkah masuk menuju rumahnya, ia tidak tahu saja jika memang Zayi saat ini sangat hobi untuk sekedar memandangnya, yang barang sedetik pun ia tak ingin kehilangan jejak penglihatan dari dirinya.

     Setelah pandangan Zayi pada suatu objek menghilang, yaitu karena gadis yang tadi ia antar pulang sudah tidak terlihat lagi atau lebih tepatnya sudah masuk ke dalam rumah miliknya. Ia langsung menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan kediaman Adhikusuma sambil melengkungkan sebuah kedutan tipis.

•••

SMA Galangkasa,
Jakarta, Indonesia. | 06.30 AM |

     "Woi Kuskus! Eh utang penjelasan ya lo sama gue," baru saja Meera sampai di dalam kelas, Zani langsung memberi serobotan pertanyaan kepadanya.

     "Iya-iya sabar dikit, duduk aja belom gue," balas Meera yang sedang berjalan menuju kursi mejanya.

     Karena memang Meera sangat lambat dalam berjalan, apalagi ini masih pagi, jam setengah tujuh, jadi mohon di maklumkan—masih mengantuk. Yang lantas membuat Fazani gemas dengan cara berjalan temannya yang satu itu, dirinya sudah kepalang kepo tentang kemarin. Lalu, tanpa di perintah lagi, ia langsung menarik tangan Meera untuk duduk di kursi sampingnya. Lofa dan Ara belum sampai di dalam kelas, karena memang biasanya mereka tiba di sekolah jika sudah ingin memasuki jam-jam bel masuk, yaitu kira-kira sekitar pukul tujuh pas.

     Balik lagi kepada Meera dan Zani.

     Zani memicingkan mata tanda curiga kepada Meera.

The Path Of DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang