Playlist | Halsey - Sorry|
|
|
|
"And tore you open till the end."
|
|
|
Kukira harapan yang sebelumnya pernah terbayang di kisah kita akan terjadi. Namun aku melupakan satu hal, kau tidak benar-benar mencintaiku. Ah, koreksi, tidak pernah. Kau tidak pernah mencintaiku.~ Anantio Mahacaraka
•••
Hari berlalu cukup begitu cepat. Silih berganti, bulan pun tengah beranjak berganti. "So, lo-lo pada mau kuliah di mana?" lontaran tanya Lofa menjadi awal topik baru antara mereka-Zani, Meera, Ara, dan tentunya Lofa sendiri. Suasana outdoor kedai kopi yang cukup ramai membuatnya sedikit menambah nada oktaf dalam suara. "Gue ke Inggris." Ara yang pertama kali membalas. Lofa menyeruputkan secangkir matcha latte, "Lo serius, Ra? Bukannya Inggris jadi satu-satunya tempat yang lo hindarin?"
Ara menghendikkan bahu, "Gue bisa apa? Lo tau pasti jawabannya."
Zani yang duduk di sebelah Ara memberinya pelukan singkat, "Cup-cup, nggak usah mellow. Gue tau itu sulit, tapi lo harus buktiin ke Nenek lo itu kalo Sahara yang cantik ini pasti bisa raih apa yang dia mau. Bukan karena keluarga or that bullshit. Lo cerdas dan berintelegen, Ra." Ara justru memandang geli sahabatnya yang barusan memberinya petuah. "Ini beneran lo, Zan?" Zani berdecak keras dan melepaskan pelukkan menyamping dari tubuh Ara. "Nyebelin lo!"
"Zani lagi bener kok lo ledek sih, Ra?" Meera menggeleng samar, tumben sekali mulut Fazani Drazanio dapat mengeluarkan kata-kata inspirasi yang sangat terangkai. Lofa menyahut, "Bener tuh. Eh tapi, tunggu! Back to our topic, sekarang Meera sama Zani, kalian mau kuliah di mana?" Lofa menyenggol lengan Meera dan mengode Zani lewat dua alis yang ia taikkan. "Italy," balas Zani malas. Dia sebenarnya juga tidak tahu mau kuliah di wilayah mana, terlalu pusing jika dipikirkan. Tapi sepertinya, Italia bukan tempat yang buruk kalau Zani pikirkan sekali lagi.
"I don't know, gue masih nggak tahu mau ambil kuliah di mana." Meera berucap selepas Zani selesai mengucapkan sebuah kata. Lofa yang tepat di sampingnya mengubah posisi menyamping, "Sama gue aja di Jakarta mau nggak?" pintanya dengan wajah puppy eyes. "Nggak tahu, belum fix banget. Ya kalau cocoknya di sini gue bakal bareng sama lo." Meera membalas sodoran tangan Lofa untuk bertos ria di udara.
Zani mendelik, "Enak banget kalian!"
Ara kini ikut-ikutan seperti Zani, "Tau!"
Lofa terkekeh menyebalkan sembari merangkul Meera, "Derita kalian! Akhirnya kan gue bisa punya temen yang kuliahnya nggak mau jauh-jauh. Males banget gak sih kalau harus keluar negeri, Meer?" tanya Lofa yang Meera balas dengan gelengan kepala. "Antara males sama enggak sih sebenernya," tukas Meera yang tidak terlalu antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Path Of DESTINY
Romance"Ketika jalan takdir sudah memutuskanmu untukku, alasan logis apa yang masih bisa kau argumentasikan untuk menolaknya?" *** Nameera Gumilo Adhikusuma tidak pernah merasakan rasanya cinta yang begitu mendalam. Rasa cinta yang menggebu tapi lain hal...