Mengapa sangat sulit mempungkiri diri sendiri ketika perbuatannya yang manis dapat menggoyahkan keputusanku?
~ Nameera Gumilo Adhikusuma
•••
Berasa lagi selingkuh.
Gila. Meera kenapa bisa terpikirkan hal seperti itu? Tentu saja sangat berbeda. Walau kelihatannya situasi yang tengah terjadi pada Meera sama dengan yang ia bicarakan. Tapi, sungguh! Itu hanya terbesit saja dalam otaknya, tidak benar-benar Meera inginkan.
"Eh? It-itu... Tio gue matiin dulu ya, bye!"
Meera langsung memutuskan sepihak sambungan video call mereka. Mengabaikan Tio di belahan bumi berbeda yang tengah termenung. Ya, Tio sangat jelas mendengar suara pria yang tertera dalam panggilan Meera. Ia seperti mengenalinya.
"Huuh!!!" Meera membuang napas berkali-kali. Baru saja ingin menetralkan ritme kerja jantungnya yang sedang berpacu cepat, ketukkan keras dari luar pintu membuat Meera segera membukanya. "Ken-"
"Ada masalah?" Zayi langsung menyerobot ucapan Meera dan memegang kedua bahunya erat. "Nameera?" ulang Zayi lagi ketika tak mendapati respon. Demi apapun, Meera tengah berusaha mati-matian untuk mengurangi kerja cepat jantungnya. Namun mengapa Zayi dengan sangat mudahnya membuat apa yang ia usahakan menjadi sia-sia?
Dan parahnya, raut wajah lelaki itu yang biasanya terlihat seperti robot dapat Meera teliti ada sedikit rasa khawatir di dalam sana. Di dalam sorot matanya.
Kalau boleh jujur, Zayi agak tidak nyaman di tatap seperti itu oleh gadisnya. Tetapi jika ia berbicara, apakah akan di tertawakan? Bicara dengan lantang mengenai apa yang ia rasakan saat manik hitam coklatnya menatap safir biru lautan milik Zayi.
Tunggu, barusan ia berbicara apa?
Tidak nyaman?
Asshole! Jangan bilang kalau dirinya tengah dilanda rasa...
Gugup?!
Sial! Biasanya para perempuan di luar sana yang secara terang-terangan gugup hanya melihatnya. Namun ini apa? Dirinya dengan begitu mudah bisa gugup ketika Meera sekedar melihat ke dalam iris matanya?
"Kak,"
Zayi segera menghempaskan pikiran bodoh yang barusan bersarang dalam benaknya dan dengan cepat mengembalikan raut wajah datar seperti biasa. "Hmm." Balas Zayi sembari mengalihkan pandang pada apa saja asalkan tidak di mata gadisnya.
"Aku nggak ada masalah kok," Zayi mengangguk. "Boleh tolong lepasin tangannya dari bahu aku?" Meera berucap pelan dan mengalihkan pusat perhatiannya dari manik Zayi ke samping kanan. Zayi yang tadinya sedang berpikir random, tiba-tiba saja terhenti.
Lelaki itu menyeringai.
"Ya," ujar Zayi pelan sembari menghembuskan napasnya di dekat wajah Meera. Lelaki itu menipiskan jarak di antara mereka dan mendorong pelan tubuh gadisnya untuk ia bawa bersandar pada dinding kamar mandi. Sorot mata Zayi pun perlahan berubah saat mendapati wajah gadisnya yang tengah menutup mata. Serta dengan suara napas terengah-engah dapat lelaki itu dengar dari gadisnya.
"Nameera..."
Meera semakin memejamkan matanya dengan napas yang sangat susah untuk bekerja sama dengannya. Pikiran gadis itu berkecamuk menjadi satu. Seolah-olah ia merasa akan ada sesuatu yang ingin menimpanya.
"K-kak.., lepas."
Zayi mengeluarkan senyum iblisnya. Dia sedang kehilangan akal saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Path Of DESTINY
Romance"Ketika jalan takdir sudah memutuskanmu untukku, alasan logis apa yang masih bisa kau argumentasikan untuk menolaknya?" *** Nameera Gumilo Adhikusuma tidak pernah merasakan rasanya cinta yang begitu mendalam. Rasa cinta yang menggebu tapi lain hal...