The Path Of DESTINY | 08. Di Antar Tio

272 14 3
                                    

Kenapa aku merasa seperti di awasi jika nyatanya aku tidak memiliki seseorang untuk di cemburui?

~ Nameera Gumilo Adhikusuma

•••

Forty minutes ago...

     Beberapa menit sebelumnya, bel pertanda berakhirnya jam pelajaran di SMA Galangkasa telah usai. Hampir semua murid sudah berlalu meninggalkan area sekolah, tetapi masih ada juga beberapa anak yang hanya sekedar nongkrong di parkiran atau sedang menunggu jemputan di depan gerbang, seperti Meera.

     Sebenarnya ada halte yang di sediakan sekolah sebagai tempat tunggu, tapi tidak tahu mengapa Meera lebih suka berdiri menunggu jemputannya datang di depan gerbang sekolah.

     Sahabat-sahabat seperkumpulannya telah pulang semua, menyisakan dia seorang diri. Salah Meera sendiri juga, tadi dirinya diajak pulang bersama oleh Ara namun ia menolak. Alasannya, karena sudah mau dijemput oleh sopirnya.

     Jadi ya seperti ini. Terima nasib saja.

     "Meera?" panggil seseorang dibelakangnya, yang memecah lamunan gadis itu dari ponsel. Meera yang merasa terpanggil lantas memutar balikkan badannya seraya membalas, "Ya?"

     "Belum dijemput?"

     Ternyata cowok yang dibicarakan oleh Lofa sepanjang upacara berlangsung tadi yang barusan memanggilnya. Kalau tidak salah, namanya Tio.

     "Ini lagi nunggu,"

     "Ohh." Balasnya yang langsung Meera abaikan seraya membalikkan badannya lagi seperti sebelumnya, dengan ponsel di genggaman tangan miliknya.

     Tio melihat gadis yang beberapa saat lalu masih ada di hadapannya memutar balikkan badan, tersenyum kecil. Tidak mudah. Semuanya berbeda. Lalu, pemuda itu berlalu dari sana. Menuju tempat entah di mana, yang pasti masih berada di sekitar sekolah.

     Memainkan ponsel, Meera mengalihkan perhatian agar Tio pergi. Dan ternyata benar dugaannya. Pemuda itu pergi.

     Meera tidak masalah jika dirinya dibilang sombong atau semacamnya. Ia tidak apa-apa. Karena memang ya sifatnya seperti ini. Sedari dahulu. Tidak berubah.

     Jadi jika Meera berlaku agak berbeda dari kebanyakan gadis maka itu perlu digarisbawahi. Ia memang tidak terlalu terbuka dengan lawan jenis dari semasa remajanya, apalagi Senior High School. Mungkin itu alasan yang pas mengapa Meera terlihat seperti itu.

     Tentang Tio, Meera pernah mendengar namanya beberapa kali sebelum Lofa memberitahu. Kalau tidak salah satu tahun yang lalu saat pengumuman Ketua Osis.

     Ah, Meera ingat. Pemuda itu memang Ketua Osis dari sekolahnya. Pantas saja Meera dapat beberapa kali menangkap obrolan siswa-siswi di sekolahnya yang sedang membicarakan perihal Tio.

     Lima menit telah berlalu sejak Tio meninggalkannya sendiri selepas bertanya. Memang, Meera masih menunggu sopir pribadinya untuk menjemput. Tapi untuk sekarang, ia sangat bosan. Lelah. Ingin segera saja beristirahat di dalam rumah untuk menghilangkan penat pelajaran sekolah. Namun, Pak Atmo-sopir pribadinya itu belum juga datang.

     Karena benar-benar tidak ingin membuang-buang waktu lebih banyak lagi serta menunggu lebih lama daripada biasanya, Meera memutuskan untuk mengubungi nomor telepon Pak Atmo.

     "Halo, Pak," Meera menunggu sebentar sebelum di balas.

     "Iya non, maaf Pak Atmo baru ngabarin. Mobilnya wes mogok di jalan, ini Bapak lagi nunggu montir dateng,"

The Path Of DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang