The Path Of DESTINY | 07. Miliknya

281 12 0
                                    

Tidak peduli dengan apa yang orang lain akan katakan mengenai sifat dan arogannya diriku, kamu akan tetap menjadi milikku dan tidak menutup kemungkinan untuk kamu jauh dari laki-laki selain aku.

~ Fazayi Kafeel Drazanio

•••

SMA Galangkasa,
Jakarta, Indonesia. | 07.16 AM |

     "Ssstt, Meer," panggil Lofa kepada Meera yang berada tepat di hadapannya. Lofa belum mendapat tanda-tanda temannya itu akan membalas, dikarenakan saat ini semua siswa dan siswi SMA Galangkasa tengah melakukan upacara hari senin, kegiatan rutin tiap sekolah. Jadi, mungkin Meera sedang fokus. Agar dirinya tidak terlihat keluar dari barisan siswa yang lain.

     "Apaa?" beberapa saat Lofa menunggu, akhirnya Meera membalas dengan suara kecil tanpa menolehkan kepala ke belakang, tempat dimana ia berada. "Lo nyadar nggak sih daritadi Tio liatin lo mulu dari depan," cicit Lofa, yang untungnya bersuara sedikit pelan untuk memberitahu sebuah informasi pada Meera.

     "Masa sih?" Meera menjawab sambil mengerutkan keningnya tanda tidak mengerti. Dia tahu Tio. Laki-laki segudang prestasi dengan wajah tampan sebagai nilai tambahnya. Namun yang membuat Meera ragu, kenapa laki-laki itu melihat atau memandangnya dari depan lapang?

     Perasaan dia tidak pernah berbicara secara langsung dengan Tio. Ya, walaupun mereka satu sekolah dan satu angkatan, Meera tidak terlalu terbiasa untuk mengakrabkan diri selain dengan teman-temannya sedari SMP.

     Serta juga, bagaimana bisa laki-laki itu mengenalnya?

     "Gais! Kalian berdua bisa diem nggak? Itu daritadi Bu Anya lagi liatin ke arah kalian. Kalo ketauan gimana? Satu kelas nih nanti yang kena!!" senggah sebuah suara dari belakang Lofa—yaitu Zani. Yang memotong pembicaraan antara Lofa dan Meera, dengan suara tidak terlalu keras.

     Mendengar suara itu, Meera berpikir apakah Tio mengenalnya dari Zani? Secara, Zani merupakan salah satu gadis yang cukup famous di antara siswi-siswi Galangkasa. Jangan lupakan, di sekolah ini tidak ada yang tidak mengenal siapa Papa Zani. Pengusaha di berbagai macam bidang industri yang sangat sukses, bukan hanya dalam negeri—namun sudah sampai ke luar negeri, bahkan di luar benua Asia.

     "Pftt. Iya Zan, tapi itu liat deh si Tio dari depan liatin Meera mulu. Kayaknya dia suka sama Meera," balas Lofa sambil memiringkan kepalanya sedikit ke kanan belakang, dimana tempat Zani berbaris.

     Zani yang di beritahu oleh Lofa seperti itu lantas langsung melihat tempat dimana Tio berada. Di depan sana, pemuda itu tengah menjadi salah satu petugas upacara rutin hari senin. Sebagai pembaca teks Undang-Undang Dasar, mungkin?

     Dan Zani membenarkan apa yang di ucapkan oleh Lofa barusan. Dengan bukti ia melihat secara langsung dengan matanya sendiri, pemuda itu melihat ke arah salah satu temannya dengan pandangan yang bisa di bilang—bukan pandangan yang biasa seorang teman laki-laki pandang kepada teman perempuannya.

     Kenapa Zani bisa menyimpulkan seperti itu?

     Alasan yang pertama, apakah teman laki-laki akan memandang teman perempuannya dengan pandangan intens? Kedua, dalam pertemanan lawan jenis, ketika sang laki-laki melihat ke arah teman perempuannya tanpa berkedip apa itu bisa di bilang etis? Terakhir, sepengetahuan dirinya, Meera tidak cukup akrab dan kenal dengan pemuda itu, yang sedang memandangnya.

     Lalu, mengapa Tio memandang Meera seperti itu? Atau jangan-jangan...

     Tidak. Tidak boleh terjadi.

The Path Of DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang