The Path Of DESTINY | 33. Sebuah Asumsi

163 9 0
                                    

Playlist | A Great Big World ft. Christina Aguilera - Say Something


|
|
|

"Say something, I'm giving up on you."

|
|
|

Kerumitan ini membuatku pusing, tapi sangat disayangkan otakku terlalu bodoh untuk tetap menerimanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kerumitan ini membuatku pusing, tapi sangat disayangkan otakku terlalu bodoh untuk tetap menerimanya.

~ Nameera Gumilo Adhikusuma

•••

     Di Minggu pagi ini, Meera terbangun di ruangan yang ia yakini sebuah kamar di dalam pesawat. Setelah bangun tadi, dia mencuci muka dan berjalan keluar dari kamar tersebut untuk menemukan satu-satunya sosok yang gadis itu kenal di Thailand. Bertanya kepada para pramugari yang tersedia, Meera di kejutkan hadirnya Olivia yang mengatakan bahwa di dalam pesawat ini hanya di khususkan untuk membawa dirinya kembali ke Indonesia. Tanpa Zayi.

     Membuang napas kasar, Meera lalu memusatkan perhatian pada awan-awan yang tengah dirinya lewati satu per satu. Namun, bukan awan itulah yang menjadi objek dalam pikirannya—tapi Zayi. Fazayi Kafeel Drazanio sang Kakak sahabatnya. Dua hari membahagiakan dalam hidupnya, ia lewati bersama lelaki itu, kemarin.

     Ternyata di balik sikap arogan, dingin, dan menegangkan pria itu, Meera bisa melihat setitik gumpalan kegelapan yang mana dapat membuatnya ikut hanyut dalam suasana. Meera akui bahwasanya jika setiap menatap safir itu lebih dalam, ada sebuah tembok besar tak kasat mata yang Zayi buat. Meera terjebak dan hilang arah.

     Tapi ketika ia mencoba untuk bersabar dan berusaha lebih dalam, Meera bisa merasakan suatu hal yang Zayi tutupi dan tidak pernah terungkap. Atau belum. Zayi menutupinya dengan handal dan bersih, namun tetap saja Meera cukup pandai dalam mengarungi perasaan seseorang. Membaca hati lewat tatapan. Walau mungkin hal yang dia lakukan sama saja merusak privasi Zayi, tapi entah mengapa Meera betul-betul ingin tahu dan merasakannya secara langsung. Katakanlah jika dirinya terlalu berlebihan atau semacamnya, but she has a reason to do it.

     Meera tidak akan mungkin melakukannya kalau hanya iseng saja. Dia bukan gadis remaja yang ingin tahu segala hal cuma karena kesenangan semata. "Rumit, rumit banget. Tapi nggak tau kenapa matanya itu selalu bisa bikin gue terus menerus mau untuk ngejelajahinnya. His eyes really makes me confused and trapped at the same time..."

•••

     Meera membuka pintu rumahnya ketika beberapa saat yang lalu sebuah sedan hitam mengantarnya pulang dari bandara ke rumah. Melihat ke berbagai penjuru bagian, kediamannya sangat sepi dan sunyi. Seperti biasa jikalau Ayahnya sedang pergi bekerja dengan di temani sang Bunda, mau itu keluar kota ataupun luar negeri. Memilih ruang tengah sebagai opsi terbaik sebelum memasuki kamarnya, Meera mengernyitkan dahi ketika listrik di rumahnya tiba-tiba saja padam, yang membuat lampu sebagai alat penerang di sana terikut mati.

The Path Of DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang