The Path Of DESTINY | 35. Keraguan

121 10 0
                                    

Playlist | Rixton - Me And My Brokenheart |


|
|
|

"How do we call this love?"

|
|
|

Dunia pun tahu bahwa ketika dirimu memilih sosok yang lain menjadi kekasih, bahuku akan selalu menjadi tempat ternyaman bagimu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dunia pun tahu bahwa ketika dirimu memilih sosok yang lain menjadi kekasih, bahuku akan selalu menjadi tempat ternyaman bagimu.

~ Fazayi Kafeel Drazanio

•••

Drazanio's Corporation,
Jakarta, Indonesia.

     "Jadi..."

     Farhanzah menatap penuh selidik kepada dua orang berbeda jenis kelamin tepat di hadapannya. Yang satu hanya diam tak membuka suara dengan ekspresi datar seperti biasa dan yang satunya lagi hanya menunduk memandangi lantai yang sepertinya lebih sedap di pandang. "Kalian benar-benar tidak ingin memberi penjelasan?" lanjut Farhanzah cukup bersabar. "A-aku.."

     "Meera pingsan di jalan, Zayi bawa ke rumah sakit."

     Gadis itu mengangkat wajahnya dan menghadap pada durja pria di sampingnya. "Sudah?" kata Zayi lagi tanpa mengalihkan tatap dari Papanya. Farhanzah mengangguk-angguk sekilas lalu menoleh pada sahabat Putrinya. "Kenapa bisa sampai pingsan, Nameera?" kini suami Zavira itu bertanya serius. Meera yang ditanya memejamkan mata sebentar lalu menoleh. "Ng-nggak kenapa-kenapa kok, Om." Balasnya gugup.

     Bagaimana tidak gugup, satu jam sebelumnya setelah Meera diperbolehkan pulang Zayi langsung membawanya. Tak meminta persetujuan, seperti biasa. Anehnya, lelaki itu membawa Meera ke perusahaan walau hari ini adalah weekend. Hanya bisa tersenyum pasrah dan mengikuti saja, Meera lalu berjengit kaget melihat Papa sahabatnya beserta para laki-laki seumuran Ayahnya tengah berkumpul membentuk oval di bangku masing-masing. Ya, Zayi membawanya masuk ke dalam ruangan meeting.

     Farhanzah tersenyum tipis, "Kamu kenapa gugup gitu? Om cuma tanya kok," ucapnya geli. Meera mengedipkan mata tiga kali lalu menyengir aneh, "A-aku nggak gugup." Berbeda dengan ucapan, berbeda dengan kenyataan. Suara kekehan pria setengah abad lebih itu akhirnya keluar juga. "Jangan bohong, Om bisa lihat. Kamu sama Zani berteman sudah lama dan artinya Om kenal kamu juga sudah lumayan lama." Ujarnya yang membuat Meera skakmat mati kutu. Tak bisa membalas.

     "Lagipula, kamu ada di sini juga nggak apa-apa. Setiap hari, setiap jam juga boleh aja. Om enggak larang." Farhanzah mulai bangkit dari duduknya, otomatis Meera menengadah. "Seperti tadi, Om tidak melarang kalau kamu di bawa Zayi ikut meeting. Hitung-hitung belajar buat ke depannya," Meera terbengong bingung mengenai arah pembicaraan Farhanzah yang sudah melenceng jauh dari pertanyaan awal-mengapa bisa ia pingsan. Zayi yang sedari tadi diam bergeming kini menyunggingkan seringaian tipis saat tahu apa yang pria di hadapannya bicarakan. "Belajar jadi pendamping Zayi kalau kamu mau." Balas Farhanzah yang membuat Meera tersedak.

The Path Of DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang