Saat melihat senyuman indah itu secara langsung, rasanya waktu berjalan sangat lamban. Dan entah kenapa diri ini ingin menjadi egois untuk memiliki Sang pemilik senyum itu seutuhnya.
~ Anantio Mahacaraka
•••
"Excuse me? Hallo?"
Zavira mengernyitkan dahinya ketika mendengar sebuah suara asing yang tidak berada jauh di dalam jangkauannya—yang kalau di perjelas lagi sepertinya letak suara itu berasal dari bagian ruang depan Mansion. Secara spontan, Zavira melirikkan mata kepada anak bungsunya yang di balas oleh Sang anak hanya mengedikkan bahu di tambah gelengan kepala.
Padahal di dalam hati Zani merutukki orang di depan sana—yang menyapa. Pasti cowok menyebalkan yang merangkap menjadi uncle sekaligus tersebut. Ngapain sih dia pake ikut masuk?!
Karena merasa sudah tidak ada yang penting lagi, Zani berujar kepada Mamanya, "Ma, aku ke kamar ya," belum saja Zavira ingin membalas, tetapi putrinya itu sudah terlebih dahulu meninggalkannya di undakkan tangga bawah terakhir dan berlalu melakukan hal yang sebelumnya ia lakukan—menaiki tangga, yang letak bedanya jika tadi ia turun dan sekarang putrinya itu naik.
Zavira menggelengkan kepala.
"Nyonya, itu di depan ada tamu," ucap salah satu pelayan yang tiba-tiba menghampiri Zavira—dari arah belakangnya. "Tamunya siapa?" balas Zavira. "Saya tidak tahu Nyonya, belum sempat tanya," Zavira menganggukkan kepala. "Ya sudah, saya temui dulu, kamu kembali saja. Dan terima kasih ya." Beberapa saat setelahnya, pelayan tersebut berlalu dari hadapan Zavira, dan Zavira juga pergi dari tempat sebelumnya menuju ruang depan tempat seorang tamu yang tadi di beritahukan.
Saat sudah sampai di ruang depan, ia melihat siluet belakang seorang laki-laki yang memiliki perawakan tinggi, yang jika sekali pandang mirip dengan putra sulungnya. "Ya, cari siapa?"
Lalu, laki-laki itu membalikkan badannya.
Dia tersenyum ramah pada Zavira sebelum menjawab pertanyaannya—yang kemudian juga di balas senyuman oleh dirinya. Seperti diberi irama, laki-laki itu berjalan menghampiri Zavira dengan suara sepatu yang terdengar teratur.
"Zayi's mom right?"
Zavira terkejut mendengar laki-laki itu yang bertanya seperti jika dirinya tahu bahwa ia adalah ibu dari Zayi. "Yes, it's true. Who are you?" Zavira membalas tanya dengan bahasa Inggris, di karenakan ia melihat jika sepertinya laki-laki itu memiliki darah western sempurna, tidak ada campuran Asia sedikitpun—layaknya dia.
Saat dirinya sudah sampai di hadapan seorang wanita paruh baya, yang masih terlihat cukup muda di ukuran umurnya—yang dia pastikan ibu dari temannya itu, ia tersenyum sembari menyodorkan sebelah tangannya untuk bersalaman. "Zayi's friend."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Path Of DESTINY
Romance"Ketika jalan takdir sudah memutuskanmu untukku, alasan logis apa yang masih bisa kau argumentasikan untuk menolaknya?" *** Nameera Gumilo Adhikusuma tidak pernah merasakan rasanya cinta yang begitu mendalam. Rasa cinta yang menggebu tapi lain hal...