Kalau bukan karena ucapan Tomi yang selalu mendikte diriku untuk bersikap anggun dan menawan, sudah kupastikan pria ini akan tersiram dengan air mineral yang kugenggam. Seenaknya bicara dan tanpa dosa menguar tawa.
"Anda waras?"
Kini malah tertawa lebih lepas lagi. "Saya serius, Mia."
Menghadapi pria yang setengah jiwanya sudah miring—seperti Babas saat minum—sudah begitu fasih untukku. Aku paham betul. Mereka akan berbicara tanpa arah sekenanya keluar dari mulut tanpa mempedulikan lawan bicaranya. Apalagi dengan riwayat hidupnya yang baru kusadari, jauh lebih naik turun dari hidup Bahas. Pria ini dia lebih berbahaya.
"Mia?"
"Haha. Anda tidak waras." Aku memberinya tatapan mengancam. Meski begitu rasanya aku jadi takut sendiri. Pasalnya sedari tadi, walaupun dengan sesekali tertawa, matanya tidak sedikitpun teralihkan ke tempat lain. Hanya menuju diriku. Seakan hanya aku yang bisa dilihat di ruangan ini. Padahal jika mau berusaha lebih, di sudut sana ada seorang wanita yang lebih sexy untuk dilihat, daripada diriku. Aku akui.
Jeffrey menghembuskan napasnya kasar, mungkin dia kesal. Bagaimanapun ini kali pertama kami bertemu dan sambutanku kurang baik untuknya. Pasti dia ingin cabut karena terpancing emosi.
Tapi mana peduli kan ya?
"Kamu hebat Mia." Setelah diam beberapa saat, dia akhirnya kembali membuka suara, "Kalau saya bilang, saya mau melamarmu, kamu pasti lari. Dan sekarang, saya mencoba cara lain dengan menawari kamu sebuah kerja sama, kamu malah mengira saya tidak waras." Dia tertawa singkat, mirip cara tertawa Tomi saat tahu aku memundurkan tanggal gajian. "What should i do then?"
Dia malah bertanya padaku? Itu retoris atau apa? Astaga pria ini.
"Saya ulangi lagi, saya punya dua tawaran kerja sama yang menguntungkan untuk kita berdua, kalau kamu setuju untuk pernikahan kita," tukasnya.
Aku masih diam, tidak peduli dengan semua yang keluar dari bibirnya. Semenjak hasil jejak digital yang menunjukkan bahwa pria ini bertahun-tahun lalu terkenal sebagai seorang pemain untuk para gadis muda. Dia yang besar di negeri orang mungkin membuatnya menjadi liar dan tak terkendali. Apalagi di salah satu platform sharing, ada yang pernah membahas kasus putusnya Jeffrey dengan mantan kekasihnya setahun silam. Katanya, sebelum bertemu dengan mantannya yang terakhir, dia begitu flamboyan dan bebas, bahkan jika mantan kekasihnya dihitung—yang diakui, bukan hanya semalam—bisa lebih dari sepuluh, mungkin. Tapi setelah dengan mantannya yang terakhir, dia berhenti. Mungkin tobat?
Dan itu semua membuatku pasang pagar kepada dirinya.
Tapi, ya ... terlepas dari kehidupannya dulu yang membuatku langsung menurunkan penilaian ku padanya, aku memang sudah mencoret dirinya dari daftar pria untukku. Meskipun dia adalah rekomendasi Eyang.
"Mia kamu dengar saya?"
Aku mengangguk mengiyakan. Layani saja dulu, nanti baru akan kutanggapi.
"Oke, listen. Saya tahu ini pasti akan membuat kamu bingung, tapi saya serius. Saya ingin kita menikah dan kita merancang rencana di dalamnya." Jeffrey berkelakar, sedang diriku hanya mampu mengerutkan kening. "Tawaran yang saya berikan ke kamu adalah saya bisa membantu kamu mendapat proyek dengan beberapa rumah produksi film, terutama Hugantara Pictures."
Aku mendelik. Seakan mendongengkan anak kecil, Jeffrey menahan setiap kalimatnya dengan memberi penekanan di tiap kata yang mampu membuatku mendelik. Dia bilang, Hugantara? Hugantara yang menjadi rumah produksi dari film yang aku dan Tomi inginkan? Yang pemeran utamanya adalah Christine Hakim? Ya ampun.
![](https://img.wattpad.com/cover/246766448-288-k246235.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MIAMOR | SELESAI
Romance"Anda siapa?!" "Evelyn, just call me Eve. Saya pemilik tempat ini. Kamu sendiri siapa?" Demi keturunanku yang hingga tujuh turunan selalu bergelimang harta, bisa-bisanya dia berkata seperti itu! Apa dia tidak tahu kalau aku adalah istri dari pemil...