DUA SATU

1.5K 189 6
                                    

"Honey... Honeymoon...."

Aku menutup telinga yang selalu berdengung sejak turun dari pesawat sampai ke hotel. Bisa kalian bayangkan, kalimat itu terus-menerus diucap Jeffrey tanpa rem. Berisik sekali. Melangkah seperti anak kecil, dia menggeret koper kami, sesekali bersenandung ria tanpa mempedulikan aku yang sudah kepalang pening dan malu.

"Mau mandi?"

Aku menggeleng pada Jeffrey yang memberiku handuk. Badanku memang terasa lengket, tetapi daripada mandi lebih baik merebahkan diri dulu. Rasa lelah tubuhku mengalahkan rasa lengketnya.

"Kalau gitu, aku dulu yang pakai kamar mandi. Kamu tiduran dulu aja." Jeffrey berkata dengan riangnya. Aku tidak tahu berapa banyak energinya hingga bisa tetap semangat padahal perjalanan begitu melelahkan. "Oh iya, Mia. Bisa tolong charge-kan ponselku? Tadi baterainya habis."

"Ya Allah baru rebahan lho ini," gerutuku pelan melepas Jeffrey masuk kamar mandi.

Aku bergegas mengambil ponselnya dari tas kecil. Hape segini bagus tapi daya habis itu mau buat apa? Melirik ke arah kamar mandi yang tertutup, jiwa isengku keluar begitu saja. Mumpung dia sedang asik di kamar mandi, aku jadi bisa memainkan ponselnya, kan? Siapa tahu ada video panas atau hal lain yang dia sembunyikan. Satu persatu isi galerinya kubuka, tetapi tidak ada bukti otentik.

"Jangan-jangan disimpan di Drive?" Aku pernah membaca artikel tentang perkumpulan pria saling share video 4646 lewat Google Drive. Jangan-jangan dia menyimpannya di sana?

"Drive-ku isinya lagu-lagu coveran semua. Ada sih video, cuma video komodo waktu tour ke sana. Mau lihat?"

Gerakanku terhenti saat menyadari air menetes di bahu kananku. Sumpah kaget. Seperti maling ketahuan. "Mandimu cepat banget? Mandi bebek ya?" Aku langsung melempar hapenya ke atas ranjang dan pergi menjauh. Demi apapun melihat Jeffrey yang hanya berbalut celana pendek dengan muka dan rambut yang basah tidak baik untuk kesehatan jantung. Telanjang dada pula.

Dia tertawa. "Istri lagi cek hape suami itu nggak pa-pa, Mia. Nggak ada yang salah. Aku malah senang kalau kamu over-protective."

"Enak aja." Aku berbalik dan mendapati dirinya yang tengah memandangku dengan senyum jenaka. Buru-buru aku kembali melihat ke luar jendela daripada merasakan hawa panas di sekitarku. "Kamu nggak punya baju?"

Jeffrey malah tertawa mengejek. Entah apa yang dipikirkan pria berkategori hampir om itu. Yang pasti aku berharap dia mengerti sarkarsme yang kulontarkan tadi.

Dengan pemandangan seindah ini, aku putuskan menuju area balkon lalu menghirup udara Labuan Bajo yang sayang untuk dilewatkan. Hotel yang menenangkan, pantai indah, hari cerah adalah perpaduan yang sempurna untuk kami berdua. Iya, kami berdua. Kenyataannya aku memang berdua dengan Jeffrey. Untung saat ini dia sudah memakai kaus, bisa copot jantungku disuguhi dada bidang nan lapang. Lalu, apa semua pria hanya menyukai dua warna untuk pakaian mereka? Hitam dan putih. Aku selalu mengoreksi baju Tomi yang berwarna hitam, sama halnya dengan Mas Rama dulu, dia lebih menyukai warna monokrom saat pergi jalan-jalan denganku. Dan kini, Jeffrey pun sama. Mereka bertiga sama-sama berkulit coklat dan penyuka warna monokurobo—hitam putih. Namun yang beda hanya satu, Mas Rama dan Tomi tidak punya tato yang menghiasi lengannya.

"Yuk main air," ajaknya.

Aku tertawa pelan untuk menyahutinya. Dia bercanda?

"Kok malah ketawa sih? Ayo main air." Jeffrey menarik tanganku kemudian membawaku masuk ke kamar. Tidak lupa menyambar tas kecil entah untuk apa.

"Ngapain sih?" Saat aku berusaha melepas cekalannya. Dia malah mengeratkannya lebih kuat lagi. Ya ampun bisa gepeng tanganku. "Jef, sakit tanganku kamu tarik gitu ih. KDRT ini namanya."

MIAMOR | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang