"Kamu pilih dia atau aku yang pergi dari sini?"
Pertanyaanku membuat mata Jeffrey memejam seketika. Tidak cukup bertengkar di Labuan Bajo, sekarang bertengkar dengan masalah lain yang cukup serius. Masalah itu tidak lain karena wanita yang sedang duduk membawa segelas jus dan menonton TV dengan santainya. Dari Jeffrey aku tahu, wanita itu bernama Evelyn.
"Jawab, Jeff! Aku atau dia yang keluar dari sini? Aku nggak mau berbagi rumah sama dia. Asal kamu tahu aja, nggak ada rumah yang diisi dua wanita, apalagi satu wanitanya adalah aku. Jadi, kalau kamu berencana melakukan hal itu, mending aku keluar dari sini."
"Mia, bukan gitu. No. Nggak ada yang mau kamu pergi. Dengarkan aku dulu." Jeffrey menarikku kembali duduk ke ranjang. Namun dalam satu kali tolakkan aku sudah kembali berdiri menjauhinya. Demi apapun aku sedang marah saat ini.
"Ya, udah gampang. Kalau kamu nggak mau aku pergi, artinya dia nggak boleh di sini," ancamku sedang Jeffrey tampak kecewa lalu menggeleng.
Aku tahu pasti suamiku memang tidak bisa diandalkan. Bagaimana mungkin dia memintaku berbagi atap dengan wanita yang hanya berstatus teman? Jeffrey mengatakan jika Evelyn adalah teman yang membantunya selama dia kesusahan di Perancis dan sekarang ketika Evelyn yang gantian kesusahan, Jeffrey seperti bertanggung jawab untuk membalasnya. Dia pikir ini timbal balik apa?
"Kamu nggak bisa jawab, Jeff?" Aku terus memberondongnya dengan pertanyaan. Tidak peduli bahkan hari sudah gelap dan badanku minta diistirahatkan, aku hanya mau wanita itu segera pergi dari tempat ini.
Jeffrey bangkit dari duduknya dan menyusulku berdiri ke dekat jendela. "Evelyn itu temanku, Mia. I need to help her, dia sedang butuh bantuan sekarang. Dia cuma butuh tempat tinggal dan kita bisa meminjamkan kamar satunya untuk dia."
"Dan kamu pikir aku mau?" Aku memotongnya. "Kamu pikir wanita gila mana yang mau membagi rumah untuk ditinggali teman wanita suaminya? Kamu nggak mikir, Jeff, gimana perasaan aku? Dia bukan siapa-siapa aku, aku nggak kenal, tapi kamu se-konsen ini mau bantu dia. Bahkan sampai kasih tempat tinggal. Kamu pikir aku ini siapa? Malaikat?"
"Mia, dengarkan aku. Dia sedang butuh bantuan dan aku cuma mau kasih dia tempat tinggal, itu saja."
"Dan kalau semua teman kamu minta bantuan kamu bakal kasih gitu aja? Termasuk kalau dia minta jantungmu, kamu bakal kasih? Itu bodoh, Jeff."
Aku kira aku akan menikahi pria yang pintar. Aku pikir hal gila dan tidak waras Jeffrey hanya di awal pertemuan saja, tapi ternyata setelah menikah, Jeffrey bahkan jauh lebih gila dari yang sebelumnya.
"Mia, dengar. Dia dulu juga melakukan hal yang sama, waktu aku kehilangan koper dan semua barangku, dia mau share flat-nya. Aku boleh tinggal di tempatnya dalam waktu yang lama. Dan sekarang aku cuma mau bantu dia."
"Jeff, itu nggak pas. Masalah kamu dulu waktu di Perancis, di luar negeri. Dan sekarang ini di Indonesia, dia juga WNI, pasti dia bisa melakukannya sendiri. Dari tampilannya, dia bukan wanita yang butuh pertolongan. Lagi pula ini Jakarta, bahkan orang mabuk aja masih bisa selamat. Jadi jangan mencari-cari alasan untuk pembenaran dari sikap nggak benar kamu."
Aku akhirnya mendudukkan diri ke ranjang dan mengembuskan napas panjang, sepanjang kesabaranku berstatus istri Jeffrey. Semua riwayat masa lalunya, aku terima. Semua gosip yang katanya dia player, aku terima. Karena menurutku, itu hanyalah bagian dari masa lalu yang tidak perlu diumbar-umbar. Namun sekarang, saat dirinya mencoba mengembalikan masa lalu untuk menjadi dunianya kembali, aku masih waras untuk menentangnya. Jalan pikiranku masih normal untuk menolak kehadiran wanita yang sekarang ini tengah berdiri di depan pintu kamar sebelah dengan tatapan ke arahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIAMOR | SELESAI
Romance"Anda siapa?!" "Evelyn, just call me Eve. Saya pemilik tempat ini. Kamu sendiri siapa?" Demi keturunanku yang hingga tujuh turunan selalu bergelimang harta, bisa-bisanya dia berkata seperti itu! Apa dia tidak tahu kalau aku adalah istri dari pemil...