SEBELAS

1.6K 212 1
                                    

"Jadi menurut Mia, apa sih yang penting dari sebuah skin care?"

"Bahan yang paling penting," tegasku menjawab MC acara ini. "Kalau make up yang pemakaiannya hanya di luar kulit dari segi bahan itu harus dicek betul, apalagi skin care."

Aku mengangkat sebuah serum yang menjadi andalan di seri terbaru satu rangkaian skin care ini. Aku berbicara tentang semua keunggulannya, bahkan tanpa cacat, untuk menarik perhatian dan rasa ingin membeli mereka semua yang duduk di depanku dan mereka yang ada di lantai atas—yang melihatku dari pinggiran sana—mall ini. Sesuai arahan tim tadi, aku harus menyampaikan semua nilai plus dalam satu rangkaian ini. Jadi intinya, hari ini aku bekerja sebagai marketing.

Dua jam lamanya aku mengoceh dan memberi sedikit tips dalam penggunaan urutan skin care yang benar, ada juga sesi foto sebentar, akhirnya aku keluar dari area tersebut dan mulai mencari Shelin. Dalam event ini, aku kebagian skin care dan dia yang kosmetik. Kalau aku sudah selesai, maka harusnya dia juga sudah selesai.

"May, aku sama Shelin mau ketemu bentar, kamu sama Tomi kalau mau muter-muter dulu nggak pa-pa, takutnya kalau aku lama."

Mayang mengangguk dan langsung memberikan ponselku. "Dari tadi Mas Baskara WA terus, Mba, sampai sempat telepon terus aku angkat bentar. Katanya kalau Mbak Mia udah selesai, langsung telepon balik."

Aku menghembuskan napas panjang kemudian berlalu meninggalkan Mayang. Kalau berhubungan dengan Babas aku yakin pasti akan menyangkut pada chef itu. Babas masih berupaya membuat jadwal kencanku—karena yang kemarin aku tolak mentah-mentah—dengan Jeffrey. Lebih baik aku hidupkan mode hening hapeku dan segera pergi ke tempat makan yang sudah Shelin siapkan. Kata Mayang tadi, Shelin yang keluar duluan dan sudah menungguku di sana.

"Tomi mana?"

Aku memutar bola mataku saat duduk di hadapannya. Shelin dan segala tingkahnya kepada Tomi, itu berbisa. "Jangan Tomi. Anak baik dia tuh." Dia malah tertawa. "Ya udah terus gimana? Kita mau bikin acara buat cici kapan?"

Cici yang kumaksud adalah Rezi, sebab kemarin aku sakit maka tertundalah pesta untuknya.

"Nanti aja, lo recovery dulu, baru habis itu kita ngomongin pesta. Kemarin baru sakit sekarang udah kerja aja, gila lo."

"Gue nggak mungkin bilang sakit, lagian nggak parah kok, kemarin cuma kecapekan aja. Btw kok lo pesan tiga sih?" tanyaku saat pelayan mengantar minuman.

"Teman gue mau datang ke sini, mau ngomongin soal konten YouTube gue bentar." 

Aku memberi tatapan mengejek kepada Shelin. Saat ini trend memiliki channel YouTube sudah kemana-mana. Padahal dulu ada tagline YouTube lebih dari tv, tapi sekarang orang tv masuk YouTube. Rude sekali.

"Terus ini lo mau ke mana?" tanyaku ke Shelin yang malah merapikan tasnya dan menegakkan badan. Aku datang dia malah mau pergi.

"Mau ke dalam bentar, ke lantai empat, nanti jam satu mau ngemsi."

"Dari semua kerjaan gue, keknya jadi MC belum pernah, deh."

Shelin memberiku tatapan mengancam. "Jangan ngambil kerjaan orang. Udah paling benar lo akting aja, nggak usah MC, gue nggak bisa akting soalnya."

Aku tertawa mendengar jawaban Shelin. Bekerja dan besar di dunia hiburan memang memiliki sense masing-masing. Benar katanya, aku lebih baik di akting saja dan Shelin tetap pada MC. Kalau saling ambil kerjaan, terus nanti bagaimana?

Sambil menunggu Shelin kembali, aku menekuni ponselku. Membaca setiap komentar yang tersaji di akunku. Dari yang peninggi badan, pembesar payudara, bahkan obat kuat, ada. Komentar yang baik dan buruk, semuanya kubaca satu persatu. Netizen Indonesia, jempolnya ramah-ramah.

MIAMOR | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang