Aku mengernyit membaca pesan dari mertuaku yang tiba-tiba memberi kabar kalau beliau ingin datang ke Jakarta. Katanya, berita tentang kami sudah masuk ke telinganya. Padahal aku sama sekali belum memberi tahu, bahkan rencananya aku yang akan datang mengunjungi, tapi ternyata mertuaku malah yang ingin mendatangi kami. Rasanya sedikit kurang sopan ketika orang tua Jeffrey yang malah berkunjung, tetapi mereka memaksa dan hasilnya akan ada rencana makan malam di akhir pekan nanti bersama seluruh keluarga. Tidak hanya mertuaku, tapi ayah dan mama juga.
Dengan cepat kilat, mama membalas pesanku yang menyetujui rencana makan malam besok. Beliau bahkan langsung memesan tiket dari sekarang untuk segera mendarat di Jakarta. Jadwal makan malam yang akan diselenggarakan weekend, seakan dirancang begitu serius oleh mama hingga beliau sangat bersemangat. Sebab makan malam nanti adalah makan-makan slash perundingan genting terkait masalah kami. Ya, dilihat dari sisi manapun sebenarnya masalah ini tidak perlu sampai keluar, orang tuaku dan Jeffrey harusnya tidak perlu sampai turun tangan, tetapi mengingat betapa luar biasa kasih sayang mereka, aku jadi mengerti mengapa mereka bertindak demikian.
Kalau aku bisa memutar waktu, atau bahkan takdir, aku akan memilih untuk segera berkomunikasi dengan Jeffrey dan Evelyn. Bahkan kalau bisa, sebelum Babas curiga sampai memotret mereka berdua sebagai barang bukti, aku seharusnya sudah harus tahu dan mulai memikirkan problematika ini dengan serius. Sebab pada akhirnya, masalah yang sebenarnya sepele berubah jadi bola liar nan panas yang jadi konsumsi publik. Pun siapa menyangka selain Ben, ada otak kurang waras yang ternyata menyimpan dendam sendiri kepadaku dan Jeffrey. Hanya karena takdir Olla dan Jeffrey tidak bersama, Olla menjadi bersikap buruk dengan memata-mataiku bahkan menyebarkan hoax sampai ke media. Ya, meskipun aku sempat menuduh Evelyn juga, tetapi kalau saja berita kehamilan Evelyn tidak sampai media, pasti tidak akan jadi gempar begini.
Meskipun ... aku tetap akan marah kepada Jeffrey sedikit, tapi itu masih lebih baik. Setidaknya hanya aku, Jeffrey dan Evelyn yang 'bertengkar', orang lain tidak perlu tahu. Harusnya pun mereka juga tidak perlu.
Sambil menatap layar tv yang menyiarkan acara luar negeri, aku kembali menyandarkan kepalaku ke bahu Jeffrey setelah dia kembali dari buang air. Tanpa sadar, aku terbiasa melakukan ini. Duduk menonton tv, meski tidak paham acara apa yang ditayangkan, sesekali mengusapkan pipiku ke bahu Jeffrey lalu mengecupnya sekilas, pun dibalas dengan kecupan di rambutku, rasa-rasanya ini sudah menjadi rutinitas kami. Kalau aku pikir, sebenarnya rumah tangga kami itu biasa saja, seperti orang kebanyakan. Ada waktu bercanda, bermesraan dan bertengkar. Masing-masing memiliki waktunya sendiri dalam porsi yang pas. Artinya, rumah tangga kami normal-normal saja. Namun lucunya, aku selalu mengira kebalikannya.
"Tomi bilang, kamu hari ini ketemu sama orang?" Jeffrey bertanya.
Aku mengangguk sambil berusaha mencari posisi mantap untuk berbaring terlentang dan memakai paha kuat suamiku sebagai bantal. Adegan romantis begini ternyata menarik juga.
"Boleh tahu siapa?"
"Kenapa harus izin? Kalau mau tanya, tinggal tanya, Jeff."
Jeffrey tertawa sesaat sebelum memandangku. "Aku cuma melakukan apa yang harus dilakukan. Kalau kamu berkenan menjawab, bagus. Kalau nggak, aku nggak boleh maksa."
Mengubah posisi sejenak menjadi menghadap perut Jeffrey, aku kembali memutar ingatanku hari ini. "Kamu tahu siapa yang aku temui. Tomi kalau bocor, nggak mungkin setengah-setengah."
Bekerja sama dengan Tomi ibarat berteman dengannya. Aku jadi paham betul sifat dan kepribadiannnya, termasuk kebiasaannya.
Jeffrey tidak merespon jawabanku, yang ada dia malah mengganti saluran tv lalu asik dengan acaranya sendiri. Yang harusnya jadwal Jeffrey adalah memasak di belakang meja dapur restorannya, akhir-akhir ini dia lebih memilih untuk menghabiskan waktu menemaniku di dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIAMOR | SELESAI
Romance"Anda siapa?!" "Evelyn, just call me Eve. Saya pemilik tempat ini. Kamu sendiri siapa?" Demi keturunanku yang hingga tujuh turunan selalu bergelimang harta, bisa-bisanya dia berkata seperti itu! Apa dia tidak tahu kalau aku adalah istri dari pemil...