ENAM BELAS

1.4K 191 0
                                    

Katakanlah aku seperti anak kecil yang tidak punya pendirian, atau aku adalah orang yang dewasa yang masih terjebak dalam masa kanak-kanak. Berbuat sesuka hati, sesuai emosi diri. Hari ini mengatakan A, besok mengatakan B, lusa mengatakan C, lalu menyangkal ganti D, tapi berakhir kembali menjadi A. Gila memang diriku baru menyadari kebodohan yang telah kulakukan beberapa hari lalu. Menyesali perbuatanku kepada Jeffrey. Setelah menimbang ini dan itu rasanya aku memang terlalu cepat mengubah keputusanku, apalagi dengan alasan yang begitu bodoh.

Hanya karena Ben.

Namun aku juga tidak memungkiri kalau tawaran Jeffrey sedikit banyak membuatku silau mata, diriku ini sudah seperti manusia yang tidak pernah mendapat rezeki saja.

"Nanti habis ini foto di papan Malioboro ya, Mba?"

Aku tersenyum simpul menanggapi Mayang. Kami berdua pergi untuk pemotretan di Prambanan. Sesuai agenda dan permintaanku sebelumnya, sehari setelah pemotretan aku akan menemui Eyang. Walaupun sudah datang berdua dengan Mayang, aku tidak memungkiri kalau rasa gugup menyelimutiku. Nanti sewaktu aku duduk menghadap Eyang aku harus berkata apa?

"May, pacarmu orang mana?" tanyaku random.

Sedikit menukikkan alisnya, Mayang terlihat bingung. "Orang Lembang, Mba."

"Oh, Lembang to." Aku mengangguk kemudian mengalihkan pandang ke jalanan luar. Jalanan Jogja, yang selalu hangat. Aku pikir jika boleh membayangkan, aku ingin mendapat pasangan orang Jogja. Kelihatannya manis, ramah dan hangat tentunya.

Oh, tunggu... Jeffrey lahir di mana?

"Kenapa emangnya, Mba? Mba Mia mau cari driver?"

"Kok driver sih? Enggak. Cuma tanya aja. Kata Tomi kalian udah jalan hampir lima tahun?"

Mayang mengangguk malu-malu. Ya ampun anak gadis ini. "Tepatnya tahun ini tahun keenam, Mba."

Aku yang mendengarnya langsung kaget seketika. Wah awet sekali.

"Tapi waktu satu tahun pertama nggak akur, Mba. Jadi kalau dihitung yang betul-betul rasa pacaran, ya lima tahun."

Aku tertawa sejenak lalu meminta Mayang menjelaskan maksud ucapannya. Mana ada pacaran dikorting begitu?

"Saya sama dia itu ibarat kucing sama anjing, kalau ketemu ngajak berantem kalau pisah kangen sendiri. Gitu terus selama temenan, awal pendekatan sampai tahun pertama pacaran. Baru setelah masuk tahun kedua, dia dan saya berubah, lebih tepatnya saya deng. Saya lebih menyadari kalau hubungan tarik ulur itu, enggak baik. Kalau sayang ya sayang, kalau suka ya suka, kalau berantem ya berantem, tapi jangan dikit-dikit berantem nanti susah cari chemistry."

Wah aku baru tahu ada cara berpacaran yang begitu. "Tapi kok bisa awet?"

Dia meringis. "Kan dari benci jadi cinta."

Gantian aku yang meringis. "Itu picisan anak sekolah, May. Kenapa masih percaya?"

"Mba Mia salah." Mayang menggeleng lalu memasang kedua tangannya menggantung di udara, seolah-olah kedua tangannya adalah sepasang manusia. "Kalau salah satu pihak membenci pihak lain, ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Satu, dia tetap benci. Dan dua dia akan mencintai. Kenapa?" tangan kanan Mayang menyentuh pelipisnya, "Karena pihak tersebut akan memasukkan pihak lain ke dalam pikirannya, walaupun awalnya berisi kebencian. Namun, percaya atau tidak, satu kali menambah rasa benci maka satu rasa suka akan tertambah juga. Dan pelan tapi pasti rasa suka itu akan menghilangkan rasa benci tadi, sampai berakhir jadi cinta."

Aku tertawa puas mendengar kalimat— yang bisa dikatakan seperti petuah—Mayang. Ada-ada saja gadis itu. Apalagi dia menambahkan cerita, kalau bisa jadi rasa benciku—yang katanya tidak berasalan—kepada Jeffrey, bisa mendapat kemungkinan naiknya rasa suka menjadi tinggi dalam sekejap. Ucapannya itu makin membuatku tertawa kencang.

MIAMOR | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang