"Mia, kamu nggak bisa gitu. Dia lagi sakit, jangan suruh keluar dulu."
Aku menyingkirkan tangan Jeffrey yang menahanku untuk melangkah ke kamar Evelyn.
"Mia!" teriak Jeffrey.
"Apa?" balasku lebih meledak. "Mamaku mau datang ya, Jeff. Jadi Evelyn harus pergi dari sini sekarang juga."
Aku tidak akan bersikap baik hati bak malaikat. Catat itu. Aku bukan orang yang sepenuhnya baik, aku punya sisi jahat juga. Maksudku, bagaimanapun reflek yang kumiliki terkadang membuatku mendahulukan kepentingan pribadi daripada kepentingan orang lain. Aku lebih memilih mengamankan posisi strategis ketika memilih bangku saat di sekolah dulu, daripada harus duduk di belakang efeknya tidak kelihatan papan tulis, atau duduk di depan langsung menatap muka guru. Aku tipe manusia yang mencari aman, daripada merugikan diri sendiri.
Jeffrey masih berupaya menahan saat tanganku sudah memegang gagang pintu kamar Evelyn. "Mia jangan coba-coba."
Tentu aku menyentaknya. "Jeff, walaupun Mama nggak bakal nginap di sini, Evelyn harus pergi dulu. Dia harus keluar dari sini sekarang juga, aku nggak mau dia ada di sini di saat Mama datang. Jadi, tolong ...," Astaga aku sampai kehabisan napas. "Kamu mengerti."
Pintu belum diketuk, gagangnya juga belum digerakkan, tapi Jeffrey sudah menarik dan membawaku ke kursi makan. Dia membuatku terduduk dengan napas tersengal-sengal. Sungguh isi kepalaku rasanya mau meledak. Mama sebentar lagi tiba dan tidak mungkin jika aku tetap membiarkan Evelyn tinggal. Bagaimana jika Mama tahu kalau ada orang lain di sini, sedang dia bukan saudara kami? Cantik pula orangnya. Mama bisa kena serangan jantung nanti. Maka dari itu, aku mau Evelyn pergi dulu, walaupun sisi kemanusiaanku—sebenarnya—sedikit kasihan saat tahu kondisinya sedang tidak baik-baik saja.
Setelah Jeffrey pulang malam itu. Menantu idaman Eyang itu langsung membawanya pergi ke klinik, tanpa sedikitpun mempedulikan bantuanku, minimal membawa barang bawaan. Tidak. Jeffrey entah kenapa menolak semua bantuanku malam itu. Pun setelah mereka selesai dan pulang hingga jam sebelas malam—aku persis tahu jamnya karena aku menunggu mereka—Jeffrey pulang begitu saja dan seketika diam seribu bahasa. Keesokan harinya, Evelyn tetap di kamar dan Jeffrey mendiamkanku selama hampir seharian. Sampai malam tiba, saat aku sudah ingin sekali bertanya, Jeffrey baru buka mulut. Dia hanya bilang jika, Evelyn tidak boleh kecapekan dan baiknya harus istirahat beberapa hari.
Waktu itu entah kenapa—jujur tidak bohong—hatiku seperti teremas. Seakan sedang memainkan sebuah peran istri yang mengenaskan di ftv ikan terbang, judulnya "Suamiku lebih mengkhawatirkan kesehatan temannya dibanding pikiran diriku yang mulai kacau karena kedekatan mereka berdua."
Aku tidak tahu apakah bisa dikatakan wajar atau tidak, jika sikapku seakan tidak terima bila Jeffrey bersikap baik kepada Evelyn. Sikap Jeffrey kepalang terlalu baik dan sialnya aku tidak terima. Cukuplah memberi wanita itu tempat tinggal secara gratis, tapi jangan berlebihan, sampai-sampai memberi perhatian. Aku selalu mengatakan isi hatiku, tapi dibalas Jeffrey dengan jawaban yang sama, kasihan dia. Istri mana yang tidak marah kalau suaminya lebih kasihan dengan wanita lain?
"Tapi, Eve lagi sakit, Mia." Jeffrey beralasan lagi. "Kamu mengerti, kan?"
"Ngerti. Aku ngerti. Dia sakit, dia butuh istirahat, aku mengerti. Tapi bukan di sini, dia bisa istirahat di tempat lain, aku kasih pinjam apartemenku, dia bisa di sana bentar. Cuma waktu Mama di sini aja."
Aku cuma butuh kedamaian saat Mama singgah di sini. Beliau tidak boleh tahu apalagi sampai terusik karena persoalan rumah tanggaku. Sedikit banyak, aku bisa menerka apa yang akan Mama lakukan ketika kemari nanti.
"Kalau kamu minta aku ngertiin keadaan teman spesial kamu, kamu harusnya juga ngertiin aku dong, Jeff. Aku nggak minta dia keluar rumah tanpa tujuan, lho. Aku minta dia keluar dari sini, barang sebentar saja. Dia pindah ke apartemenku, dia di sana sampai Mama nanti balik lagi ke Bali. Udah, gitu doang. Aku nggak minta yang lain. Aku cuma mau, Mama tahu kalau kita berdua baik-baik aja dan bahagia. Udah gitu aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
MIAMOR | SELESAI
Romance"Anda siapa?!" "Evelyn, just call me Eve. Saya pemilik tempat ini. Kamu sendiri siapa?" Demi keturunanku yang hingga tujuh turunan selalu bergelimang harta, bisa-bisanya dia berkata seperti itu! Apa dia tidak tahu kalau aku adalah istri dari pemil...