When Pamungkas said, kalau makan ayam jangan sampai tulang-tulangnya. Ya iyalah, kita kan bukan anjing.
Anyway ... happy reading ....
•°•°•
Setelah tiga kali sesi workout, aku merentangkan badan untuk mengakhiri sesi pendinginan. Mematikan layar tv sebentar, setelahnya aku mengambil jus yang sudah disiapkan di atas meja makan. Suamiku yang menyiapkan. Yey. Sebelum tadi pagi Jeffrey buru-buru pergi kerja—aku tidak tahu kenapa dia suka sekali berangkat pagi-pagi buta—dia dengan baik hatinya membuatkanku jus. Sudah pintar di kasur, pintar di dapur pula. Enaknya punya suami idaman.
"Oke... dan sekarang ...." Aku melangkahkan kaki ke kamar Evelyn, mengetuk sejenak, menunggu hingga dibukakan pintu. "Selamat pagi," sapaku seperti petugas hotel.
Dia mengernyit kaget sambil memegangi dadanya. Tampak grogi sekaligus takjub. Mungkin diriku yang basah karena selesai olahraga dirasa cukup indah di matanya. "Morning, Mia. Habis olahraga?"
Aku mengangguk kemudian menggeser badannya untuk masuk ke dalam kamar—yang dipinjamnya. Kamar ini tidak berubah banyak, kecuali perkakas dia yang menumpuk di sudut dan gelas minum yang tersisa sedikit—cairan coklat—tergeletak di atas meja rias.
"Kamar ini nyaman, Eve?" tanyaku.
"Yes. Of course."
"Nggak mau keluar kamar?"
"Sorry?"
Aku menyentuh gelas bekas itu dan mengangkatnya sedikit. Kemudian menghadapkan badanku ke arah Evelyn, aku tersenyum manis kepada wanita yang semalam tadi menjadi topik panas perdebatanku dengan Jeffrey. Dasarnya aku suka pillow talk. Lelah bercinta, aku ingin ada pembicaraan yang ringan atau berat bahkan cenderung panas untuk memulihkan diriku yang baru saja dipompa hebat. Membicarakan apapun yang berkaitan dengan rumah tanggaku dan Jeffrey ke depannya. Pasti menarik iya 'kan?
"Kontrak sama alat fitness udah habis, Jeff." Aku memulai.
"Heem."
Tidak puas dengan tanggapan Jeffrey, aku bangkit dan duduk di sampingnya. Kini posisinya tidur menyamping menghadap perutku. "Kok heem doang? Nggak ada balasan lain?"
Jeffrey mendongakkan kepala, mengangguk, tersenyum dan menutup mata. Ya Tuhan suamiku ini.
"Selalu ditinggal tidur. Nggak sekalian aja habis sex terus nyalain rokok?" sindirku kepadanya.
Bukannya bangkit dan membuka mata, dia malah semakin mendekatkan wajahnya ke perutku dan menggesek hidungnya di sana. Kepala Jeffrey yang bergoyang-goyang membuatku tanpa sadar mengusap rambutnya yang kian memanjang. Lama-lama jadi jamet kamu, Jeff.
"Aku nggak ngerokok, Sayang," jawab Jeffrey sambil terus membuat geli perutku. "Eve bilang kamu diam sama dia."
Memutar bola mataku sejenak, aku menghentikan gerakan mengusap rambutnya. Lagi-lagi. "Dari awal juga aku nggak ada niatan buat mau ramai sama dia."
Meski wanita itu sudah tinggal cukup lama dengan kami, tapi tidak sedikitpun aku ingin lebih dekat dengannya. Jangankan mendekat, bicara saja kalau memang tidak ada kepentingan, aku lebih memilih diam. Rasa tidak terima akan keberadaan Evelyn di rumah ini, masih ada. Walaupun suamiku yang sekarang sudah bangkit, ikut duduk dan mengecup berulang kali punggung tanganku terus selalu berusaha mendekatkan kami berdua, tapi aku sama sekali tidak ingin menjalin hubungan lebih ramah dengan Evelyn. Rasa-rasanya seperti adegan suami meminta restu istri pertama untuk bersikap baik ke calon istri barunya. Ya ampun. Jangan sampai.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIAMOR | SELESAI
Romance"Anda siapa?!" "Evelyn, just call me Eve. Saya pemilik tempat ini. Kamu sendiri siapa?" Demi keturunanku yang hingga tujuh turunan selalu bergelimang harta, bisa-bisanya dia berkata seperti itu! Apa dia tidak tahu kalau aku adalah istri dari pemil...