EMPAT TIGA

3.2K 202 3
                                    

Ketika aku kecil dulu rasanya hidupku terasa mudah sekali. Aku mau apa, pasti kudapatkan. Mau tas sekolah lucu, tempat makan lucu, mainan bagus, Barbie yang bisa goyang, sekali aku mengatakan aku ingin, maka akan tersedia. Bagai princess di rumah, begitulah aku. Lambat laun pola dan gaya hidup tersebut terakumulasi hingga menjadi diriku yang gampang meminta tanpa usaha ketika semasa SMA. Hampir setiap minggu selalu ada pengeluaran dari dompet yang memaksa Mama untuk menghampiri kamarku dan bertanya langsung. Beliau tidak marah, hanya saja selalu mengingatkan kalau gaya hidup yang seperti ini akan berdampak buruk kalau diteruskan.

Sebab aku yang selalu mau ini itu, tetapi memakai uang orang tua, semakin lama aliran uang berhenti juga. Ayah yang tahu diriku belum bisa pegang kendali akhirnya memutus aliran dana, hingga pada akhirnya aku hanya bisa diam dan mengamati teman-temanku yang selalu keluar masuk mal. Sampai suatu ketika aku menyerah tidak kuat dan Mama membuat satu jalan keluar baru.

"Kamu mau beli aksesoris, tas, sepatu dan yang lainnya, kan? Kalau begitu bagaimana kalau kamu ikut Mama ke tempat teman Mama. Mereka sedang cari model untuk rancangan baju terbaru mereka. Kalau kamu mau, kamu bisa jadi model di sana dan nanti uang hasil kerja, bisa kamu pakai."

Mataku langsung berbinar, telingaku langsung berdenging kencang. Adrenalin dan semangat tiba-tiba naik drastis hingga membuatku dengan mudah menyetujui ide Mama. Yang awalnya hanya untuk beli barang-barang, akhirnya menjadi model adalah profesi tetap. Aku punya sense dan klik yang tepat di dunia permodelan. Hingga tiba di saat tawaran akting juga datang menghampiri, seketika aku menjadi lebih hidup dan menikmati semua ini. Jadi ketika ada yang bertanya, apa kamu menikmati semua ini? Pasti akan kujawab, tentu saja. Semua hasil keringat ini bukan hanya untuk kerja dan bagian dari profesionalitas, tetapi hidupku ada di permodelan.

Jika dipikir lebih dalam dan jauh, ternyata pengalaman hidupku sudah cukup banyak dan variasi. Hidupku di masa lalu yang membuatku menjadi Mia yang sekarang. Kalau seandainya dulu Mama tidak punya ide brilian menggiringku menjadi model dan aku tidak menyetujui, aku yakin tidak bisa di titik sekarang ini.

Dan saat ini sepertinya aku juga sudah cukup untuk bertahan di titik ini. "Jeff, aku mau berhenti."

Mobil melambat sesuai dengan lampu merah yang menyala. Aku dan Jeffrey sedang berada di mobil dalam perjalanan menuju bandara selesai syuting The Underground. Last scene yang kami lakukan tadi benar-benar terasa epic dan menyenangkan. Haru para kru, lelah kami semua, seakan sudah terbayar meskipun film baru saja rampung syuting. Kedekatan kami sebagai sineas dengan para kru, membuat film ini terasa hidup. Baik di depan maupun belakang layar. Kedekatan kami yang terjalin selama kurang lebih dua bulan begitu terasa hangat. Aku juga sempat berfoto dengan Christine Hakim. Baik secara full pemain, maupun hanya berdua dengan beliau. Ini sungguh kehormatan untukku. Momentum yang tidak akan aku lupakan.

"Kamu mau pipis? Aku cari pom dulu kalau gitu."

"Nggak," jawabku.

"Terus berhenti buat apa? Bandara masih jauh, Miamor. Kalau udah nggak tahan, nggak pa-pa, cari pom aja."

Aku memalingkan wajahku dari kaca depan menuju suami gemasku ini. Sudah saatnya aku mengatakan, "Aku mau berhenti kerja, Jeff."

Jeffrey diam tidak merespon, meskipun tangannya yang menggenggam tanganku mengerat sesaat. Butuh hingga mobil belakang memberi klakson agar Jeffrey tersadar dari lamunannya. Sepertinya dia shock. "Maksudnya kamu mau berhenti, gimana?"

Oh, Jeffrey tidak paham rupanya. Baik. Mungkin sebentar saja akan kujelaskan garis besarnya. Untuk Jeffrey maupun kalian semua. "Aku capek jadi Mia yang sekarang."

Seperti dugaanku, kedua alis Jeffrey akan menyatu tanda tidak paham yang menjadi-jadi.

"Dulu aku pikir jadi artis, model, mereka yang disorot kamera itu enak. Bisa terkenal, kaya, jadi panutan, pokoknya apa-apa bisa. Sampai di titik, aku capek, Jeff. Iya, aku jadi terkenal. Iya, aku jadi kaya. Iya, aku bisa jadi panutan. Tapi semua itu akhirnya bikin aku mikir, apa sih yang sebenarnya aku cari? Aku begini itu untuk apa? Aku berusaha terlihat sempurna itu buat apa? Mementingkan pendapat orang-orang di luar sana biar aku terlihat selalu baik, tanpa cela dan dosa, ternyata bikin capek sendiri. Aku seperti pakai topeng yang berlapis."

MIAMOR | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang