La Nina. Nama badai yang menerjang Indonesia hingga menyebabkan cuaca ekstrim di beberapa wilayah. Badai itu membuat orang-orang harus menyiapkan diri menghadapi curah hujan yang tinggi. Pemerintah meminta masyarakat harus ekstra waspada, karena tidak hanya terjadi dalam satu waktu melainkan beberapa bulan ke depan. Namun lucunya nama seekstrim itu malah menjadi nama tengahku. Mia Lanina Bratasena.
Aku jadi penasaran nama tengah 'Lanina' yang diberikan orang tuaku apa benar bermaksud badai? Atau sekadar, ah cantik, dipakai sajalah. Entah. Aku sendiri kurang paham. Yang pasti, aku lahir 8 tahun setelah kelahiran Mas Rama. Jadi kemungkinan aku adalah produk kebobolan, bisa jadi. Mungkin orang tuaku sebenarnya hanya menginginkan satu anak, tapi karena singkong terlambat dicabut maka muncul diriku. Karena itu digunakannya Lanina sebagai nama tengah adalah bentuk dari perwujudan betapa kuat dan kencangnya diriku berusaha menjadi manusia. Atau, disematkannya Lanina sebagai nama tengahku adalah doa untuk diriku agar selalu kuat dan kencang seperti badai. Mampu membuat orang-orang waspada, karena betapa hebat dan kuatnya. Bahkan hanya perlu menatap tajam dan sedikit tamparan, satu lawanku runtuh seketika. Setidaknya satu contoh adalah Evelyn di hadapanku sekarang. Tamparanku cukup membuatnya diam dan meringis menahan perih pipinya. Tercetak gambar lima jari di pipi putih bening miliknya.
"Mending pergi aja, jangan di sini. Mba Mia nggak mau ketemu siapa-siapa," usir Mayang. Dia berusaha menarik lenganku untuk membawaku masuk mengindari wanita ini.
"Itu yang kamu mau dengar dari aku, Mia?" Evelyn menahan pintu agar tidak tertutup. "Anak yang aku kandung adalah anak Jeffrey. Iya? Itu yang mau kamu dengar?"
Aku geram sekali. Sekuat apapun menahan kesabaran, aku tetap saja manusia biasa. Hanya sekali menampar rasanya kurang, dibanding meladeni sikap kurang ajar dari wanita ini. Tidak cukup diusir Mayang, ternyata dia masih bertahan di sini. Dengan susah payah menolak tarikan Mayang aku maju untuk menutup pintu lebih rapat sebelum Evelyn berupaya masuk.
"Sayangnya, kamu salah. Bahkan sedetik pun aku tidak pernah menyentuh suami kamu!" Di tengah usaha tarik menarik, Evelyn berteriak, "Karena itu boleh aku masuk sebentar? Aku ingin bicara dengan kamu. Sebentar saja."
Sesaat telingaku berdenging. Ingin sekali mengucap kata bohong, tetapi kaku menjalar ke seluruh tubuh. Meski Mayang sudah mencoba mengusir lagi, tetapi aku masih bergeming di tempat. Ucapan Evelyn, membuatku membeku dan bingung. Apa yang baru saja aku dengar?
Secangkir teh hangat disajikan Mayang untuk Evelyn. Dari wajahnya yang pucat begitu, aku yakin Evelyn masih dalam proses pemulihan. Memikirkan sikap tidak jelas wanita ini membuatku pusing sendiri. Seakan tidak cukup membuat hidupku penuh drama, takdir Tuhan memberi bumbu lewat sensasi yang dibuat oleh wanita ini. Aku yakin saat ini Jeffrey pasti bingung bukan main. Istri hilang, teman wanitanya juga.
"Dari mana kamu tahu saya di sini?" tanyaku memulai.
"Kalau kamu memang ingin kabur, lebih baik jangan lupa hilangkan brosur vila yang kamu simpan di bawah meja ruang TV, agar tidak diketahui orang lain." Evelyn tertawa kecil. Di saat genting seperti ini, dia masih bisa sesantai ini. Bahkan dengan sorot mata Mayang yang mengancam, dirinya seakan tidak takut. Kupersilakan masuk artinya bukan bersikap semena-mena begini. "Jadi sekarang, bisa aku mulai?"
Jika ini medan perang, maka yang pertama kali dimulai adalah suara tabuh genderang perang, atau suara para pion yang siap berteriak untuk menjerit menjemput takdirnya. Dan saat ini suara itu akan dimulai dengan Evelyn yang membuka mulutnya.
"Kamu menyebalkan, Mia."
Aku memelotot. Mayang siap-siap melempar majalah yang dipegang. Kurang ajar wanita ini, diberi hati minta ginjal sekalian. Di dunia belahan mana dia dibesarkan? Kenapa bisa sekurang ajar begini? Aku tahu dirinya lebih tua dariku, tapi kenapa ucapannya jauh lebih buruk dariku. Mengatakan aku menyebalkan? Nyalinya cukup besar untuk aku lempar ke dalam hutan agar diterkam beruang.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIAMOR | SELESAI
Romance"Anda siapa?!" "Evelyn, just call me Eve. Saya pemilik tempat ini. Kamu sendiri siapa?" Demi keturunanku yang hingga tujuh turunan selalu bergelimang harta, bisa-bisanya dia berkata seperti itu! Apa dia tidak tahu kalau aku adalah istri dari pemil...