"Wow, Mbak Mia, aku nggak percaya dan wah... mengejutkan banget. Aku nggak nyangka Mbak Mia keluar kemarin sama Mas SoundCloud Frey aka Chef Jeffrey."
Sepanjang jalan dari Tendean ke apartemenku, Mayang terus saja berucap ini itu tentang chef yang sialnya adalah Mas SoundCloud. Aku bergidik ngeri saat menyadari suara yang mengalun di telingaku, sama seperti suara yang menawarkan kerja sama pernikahan yang menjijikan. Kalau tahu mereka adalah pria yang sama, tidak akan ridho telingaku mendengarnya.
"Terus terus weekend ini jadi ketemuan lagi?"
"Apaan? Enggak, ya. Enggak ada. Babas ngarang cerita."
Aku melempar diriku ke sofa sambil mengerut kening. Seperti biasa ketika ada beban menumpuk dan langsung menyedot pikiranku, saat itu juga kepalaku akan merasakan pening dan berat luar biasa. Ini sering terjadi tapi tidak jarang sering kuabaikan.
"May, tolong ambilin obat biasa dong," suruhku kepada Mayang—yang masih cemberut karena tidak mendapat jawaban dari rasa penasarannya—Bukannya aku tidak mau memberi tahunya, tapi memang tidak ada yang harus kuberi tahu.
Tentang Jeffrey yang kami makan berdua, itu sudah lalu. Tentang rencana kencan yang dibuat Babas, itu tidak akan terjadi. Lalu tentang rencana perjodohan Eyang, amit amit kalau kesampaian. Hal yang seperti itu tidak akan aku gemborkan ke manapun. Itu privasi yang menyangkut harga diri.
"Ini, Mba." Mayang memberikanku obat dan air minum.
"Itu bibirnya nggak usah maju kayak belum dikasih gaji, dong." Aku hampir tertawa melihat Mayang duduk di ujung sana. "Ah, pusing."
"Bilang, Tomi, kita perlu check up, Mba."
Aku tahu Mayang khawatir, tapi... "Enggak usahlah, lagi banyak kerjaan, May. Nggak perlu check up segala, aku nggak papa. Kasih obat dikit sembuh."
Jawabanku tentu tidak melegakan hati Mayang. Terlihat jelas di matanya yang tampak kesal saat mengambil gelas tadi dan menaruhnya kembali ke dapur. Mayang memang perhatian kepadaku.
Belum sempat aku menaruh kepala dan menutup mata, suara Tomi yang menyeruak masuk, membuatku harus membuka mata lagi. Kurasakan aroma dan energi yang kuat akan menimpaku. Ya ampun ... aku harus pura-pura terlelap saat ini juga.
"Nggak perlu pura-pura lo." Tomi menyentil sekaligus menghimpit badanku di sofa. "Bangun, Ya."
Perlahan aku membuka mata dan menatap Tomi yang sudah memundurkan badannya diikuti senyum menghiasi wajahnya. Seperti menang lotre, itulah ekspresinya.
"Lo memang dewi fortuna, My Mia," ucap Tomi membuatku bergedik ngeri. "Gila, gue nggak nyangka lo bisa seberuntung ini, Ya."
Aku menegakkan badan dan langsung mengambil sepotong apel dari piring yang sudah Mayang kupas. Asistenku itu harus kunaikkan gajinya. "Gue lebih ke aphrodite sih daripada fortuna."
Tomi malah terbahak. Manajer yang menyandang status sebagai teman kencan gelap Shelin ini seakan tidak ada beban hidup saat berbicara begitu kencang. Dia terdengar puas dan bahagia di saat yang bersamaan. "Sekarang gue nggak perlu khawatir atau takut kalau lo nggak lolos jadi Widya."
"Kok gitu? Emang lo siapa bisa yakin gitu?" Bagaimanapun aku harus yakin bahwa kemungkinan aku lolos itu besar, tapi aku juga tidak memungkiri kalau kandidat lain masih ada yang berpeluang besar untuk lolos.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIAMOR | SELESAI
Romance"Anda siapa?!" "Evelyn, just call me Eve. Saya pemilik tempat ini. Kamu sendiri siapa?" Demi keturunanku yang hingga tujuh turunan selalu bergelimang harta, bisa-bisanya dia berkata seperti itu! Apa dia tidak tahu kalau aku adalah istri dari pemil...