TUJUH

2K 236 5
                                    

Sambil menunggu set foto siap, aku memilih berselancar di dunia maya yang akhir-akhir ini ramai dengan berita perselingkuhan kalangan atas. Seorang pejabat tinggi memiliki simpanan di beberapa kota. Bahkan yang lucu istrinya mengizinkan. Hebat ya. Gerakan scrolling-ku terus berlanjut sampai tidak sadar aku membaca setiap komentar netizen yang mengatakan bahwa mereka tidak lebih dari sampah.

Betul juga. Siapapun yang masuk ke dunia perselingkuhan adalah sampah.

Hal baru yang aku sadari juga dari hubunganku, bahwa Ben adalah peselingkuh yang hebat. Meskipun aku selalu menolak bukti dari perselingkuhannya, tapi yang pasti Ben memang telah bermain di belakangku saat kami masih bersama.

"Hape terus! Gue dianggurin nih?"

Aki melirik ke Shelin—temanku—yang baru selesai berias. Dia partner fotoku hari ini. "Lo nggak penting."

Dia tertawa dengan mengumpat kecil. Hanya kami berdua yang menunggu di ruangan ini. Sebuah projek iklan terbaru dari brand kosmetik lokal. Mereka mengusung konsep back to nature karena menggunakan bahan alami dan cocok untuk semua jenis dan warna kulit. Shelin bahkan sampai melipir ke pantai dulu sebelum foto hari ini, untuk mendapat warna kulit yang dia inginkan. Dari lahir punya kulit eksotis ditambah dengan perawatan mahal, Shelin begitu memesona hari ini.

"Sialan." Shelin merebut ponselku dan membawanya ke atas meja. Pasti ingin mengintrogasiku. "Kata anak-anak kemarin waktu diajak kumpul lo nggak bisa?"

"Iya."

"Kenapa?"

"Ada urusan," jawabku pendek. Yang kemudian dia balik bertanya, urusan apa. Tentu aku tidak menjawab, ya kali aku menjawab jujur kalau aku menemui chef gila itu. Tidak. Aku tidak akan menceritakan padanya.

"Sok sibuk lo."

Lah sembarangan. "Lo juga nggak datang kemarin. Sesama sok sibuk nggak usah lempar kentut sembunyi pantat deh."

Shelin tertawa. "Sialan. Paling bisa ngatain emang." Kami hanya menunggu berdua, jadi maklum jika ucapan kami tanpa kontrol. Seanggun apapun wanita, jika bersama temannya dia akan gila juga. "Gue paginya emang ada kerjaan, terus siangnya mau nimbrung, tapi ya... ada sesuatu gitulah. Mau nggak mau, gue milih acara gue sendiri kan?"

Aku berdecak saat melihat Shelin mengibaskan rambut coklatnya. Dengan gerakan sok cantiknya aku bisa menebak bahwa acara yang dia maksud pasti tidak jauh dari aktivitas seksualnya. Shelin cukup aktif di sana.

"Hape lo tuh, ada yang telepon." Shelin mengangkat ponselku dan membaca nama yang muncul di sana.

Oh no! Aku sedang membatasi panggilan dari siapapun saat ini.

"Eyang Lasmi."

Jawaban Shelin membuatku menghela napas. Aish, bikin hariku runyam ini.

Dengan segera aku bangkit dan menjauh dari Shelin. Aku tidak mau dia mendengar percakapanku di telepon. "Hallo, Eyang." Aku mendengar salam balik Eyang dan basa basi sebentar, katanya sudah rindu. Demi rambut nenek Tapasya yang memutih, kami baru bertemu minggu lalu lho. "Alhamdulillah, Mia baik. Maaf ada apa Eyang? Mia lagi ada sesi foto, ini mau mulai."

Eyang tertawa. "Eyang cuma mau konfirmasi ke kamu, apa betul kalian sudah ketemuan?"

Seketika aku memejamkan mata. Kalian yang dimaksud tentu bukan aku dan Pak Anies Baswedan 'kan? Walau kemarin aku sempat bertemu dengan beliau di sebuah pembukaan acara di kawasan Jakpus, Pak Anies di panggung aku di bawah. "Sudah, Eyang. Mia dan—" astaga, aku bahkan tidak mau menyebutkan namanya. "—Jefri sudah ketemu."

MIAMOR | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang