DUA DUA

1.6K 185 0
                                    

Sediakan kipas angin, takutnya kalian kepanasan.
Uhuk.

°°°

Selesai spa, aku kembali ke kamar. Cukuplah waktu untukku menyingkirkan rasa lelah. Bayar mahal untuk sesuatu yang membuat bahagia tentu membuatku ringan melakukannya. Pun semua ini Jeffrey yang memberikannya, jadi sebagai penerima aku mau-mau sajalah. Apalagi dia tampak asik dengan dunianya sendiri. Lihat itu, duduk di pojok sana, fokus sekali dengan teleponnya.

"Kamu mau pulang? Sekarang?" Sayup-sayup aku mendengar pembicaraannya, meskipun Jeffrey duduk menghadap tembok di sudut sana. "Jangan. Jangan pulang dulu. Tunggu aku dulu. Kamu bisa menunggu?"

Apa yang dia bicarakan?

"Aku sedang di luar sekarang, aku belum bisa pulang." Jeffrey membalikkan badannya sesaat hingga mata kami bertemu. Ada kilatan kaget di sana. Mungkin aneh melihatku tiba-tiba ada di kamar. "Sebentar."

Setelah itu Jeffrey pergi menuju balkon dan menutup pintu rapat. Seakan tidak mau percakapannya didengar orang lain. Lah, bodo amat lah ya? Aku juga tidak mau tahu apapun urusan dia. Terlebih di saat bahagia bisa liburan seperti ini, aku hanya perlu bersyukur dan tidak akan ribut mengenai hal-hal yang tidak penting. Kecuali saat nama Tomi muncul di layar ponsel, aku tentu mengangkatnya. Siapa tahu penting. "Halo?"

"Halo!" Namun yang menyahuti malah suara perempuan. Ya ampun, jangan bilang ...."Gimana honeymoon kalian? Kerasa nggak manisnya? Kasih tahu dong, lepas perawan gimana rasanya? Gue udah lama, jadi nggak ingat."

Aku memutar bola mata mendengar suara Shelin. Rupanya dia sedang membawa ponsel Tomi. Itu tandanya mereka berdua? Ya salam Tomiku. "Udah gue bilang jangan Tomi, masih aja didekati. Salah apa sih dia sama lo?"

Sambil mendengar jawaban Shelin, aku melepas kimono satin kemudian menggantinya dengan baju santai. Karena sudah menjelang malam, pakai yang sedikit tertutup saja, aku takut masuk angin.

"Mau bagaimanapun, Tomi bakal terikat sama gue, nggak ada yang bisa lepasin. Termasuk lo." Shelin tertawa. "Oh iya, hadiah gue udah lo buka? Gimana bagus nggak?"

Aku melempar pandangan ke koperku yang tersempil hadiah dari Shelin. Dibungkus jadi satu, aku hampir melompat saat tadi membuka hadiahnya. "Cuma setan yang ngasih lingerie sama tisu magic. Nggak sekalian aja lo kasih gue lubricant? Biar cepat masuk?"

Lagi-lagi aku mendengar gelak tawa Shelin. Terdengar puas sekali. Ya iyalah puas. Kalian bisa bayangkan ada lebih dari sepuluh tisu magic dan seuntai—saking tipisnya itu tali aku jadi bingung berkata apa—lingerie sebagai hadiah pernikahanku. Bagaimana dia tidak merasa puas mengerjaiku? Untung tadi kubuka saat Jeffrey berenang, coba kalau ada Jefrrey ada di sebelah, bisa mati kutu aku.

"Oh, jangan. Jangan pakai lubricant, nanti efek sakitnya nggak begitu terasa. Mending alami aja biar bisa menikmati setiap momennya. Apalagi waktu Jeffrey coba ma—"

"Setan! Malah diterangin. Lo pikir gue anak bau kencur, nggak paham begituan?" Mulut teman memang sarang dosa. Ya ampun. "Udah deh, langsung aja tujuan lo telepon gue apa?"

Lagi pula tidak biasanya Shelin menghubungiku saat sedang berdua dengan Tomi. Aneh.

"Lo udah tahu belum kalau Ben ada di Jakarta."

Aku sesaat merasakan hening tiba-tiba. Nama Ben masih memiliki efek tersendiri untukku.

"Dari insta story-nya Ruben. Walaupun yang ke-shoot cuma bagian samping, dibikin hitam putih pula, tapi waktu lihat ada Rolex di tangannya ... gue yakin sih itu Ben. Siapa lagi orang gila yang ngejar-ngejar mantannya, pakai kasih Rolex kalau bukan lo waktu ngejar Ben? Dari jam tangan itu sih, gue yakin kalau itu benar Ben."

MIAMOR | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang