Lama waktu yang terbuang untuk menyendiri, rasanya terbayar kontan saat melihat senyum di bibir Mayang. Dia begitu bahagia mendapat pelukan mesra kekasihnya, sesaat sebelum kami pulang ke Jakarta. Bahkan setelah bermacet-macet ria di jalan, senyum itu tak redup sekalipun. Aku yang duduk di sampingnya merasa ikut bahagia juga. Sedikit lega dan ya ... bebanku seperti terangkat separuh.
Masalah yang sebenarnya kecil, ternyata bisa membesar jika tetap menggunakan kepala panas. Sifat tempramen nan egois yang mendarah daging, membuatku harus menerima masalah ini secara bertubi-tubi. Harusnya tidak perlu sampai drama pergi ke Lembang, masalah ini bisa selesai. Bahkan tidak perlu sampai ke media. Kalau saja lepas Jeffrey membawa Evelyn ke UGD, aku masih mau menunggu di apartemen, lalu bertanya dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi, bukan memilih kabur keluar kota, pasti ceritanya akan berakhir saat itu juga. Namun sekali ratu drama tetap akan jadi ratu drama. Tidak hanya di layar kaca, tetapi juga di dunia nyata. Salahkan aku yang terlalu mencintai pekerjaan, hingga harus terjebak ke dalam drama dunia nyata pula.
"Wartawan udah menunggu dari kemarin, Mba, tapi Tomi bilang, Mba Mia nggak perlu kasih keterangan dulu, sampai manajemen kita ambil tindakan."
Mayang mendahului keluar mobil, saat semua wartawan menyerbu. Lobi apartemen yang harusnya tenang, sekarang berubah pelik. Untung saja, kantorku sudah menyiapkan penjaga, jadi aku tidak perlu berdesakkan membuka jalan masuk ke dalam. Memutar badan sejenak, aku membuka kacamata hitamku dan menunduk sesaat. Bukan untuk menanggapi wartawan, tapi untuk melepas kepergian sopirku yang akan segera menyusul mobil Evelyn. Dia sudah diungsikan ke tempat yang jauh dari wartawan.
Aku hanya punya waktu sebentar sebelum berangkat lagi ke kantor. Menyelesaikan masalah yang ini dulu, sebelum yang lain. Hanya beberapa hari kutinggal, bagaimana rupa suami blasteranku itu? Harusnya, sih, tetap tampan, ya? Namun sayangnya, yang ada malah panda tengah meringkuk di atas ranjang. Sambil memeluk bantalku, Jeffrey tidur dengan nyenyaknya. Lingkar mata yang hitam, rambut yang kusut, kulit kering. Jeffrey tidak terawat.
"Jeff, bangun." Aku menggoyang badannya. "Aku pulang."
Memangnya apa yang didapat seseorang ketika kembali dari drama marah-marahnya? Tentu saja sikap seperti ini. Kalau aku kecup di kening, bangun tidak, ya? Untungnya belum sempat aku kecup, Jeffrey menggeliat sambil mengucek matanya. Astaga, merah sekali matanya. Jeffrey keturunan uchiha.
"I miss you, Miamor." Pelukan erat menyerangku. Tercium pula bau beer dan parfum Jeffrey beradu. Kecupan demi kecupan dia berikan padaku seperti aku menghilang lama. "Akhirnya kamu pulang," lirih Jeffrey.
"Mas Rama, Babas, atau Tomi? Atau mereka bertiga?"
Aku melepas pelukan Jeffrey lalu meraih pipinya. Wajah Jeffrey tidak hanya kusut nan kering, tapi ada lebam yang belum menghilang. Jika Jeffrey sampai seperti ini, aku hanya punya tiga suspek. Kesalahpahaman ini membuat Jeffrey harus menerima 'tanda cinta' dari mereka yang baik dan selalu melindungiku.
Jeffrey tersenyum, meraih tanganku untuk dikecupnya. "Both of them terlalu cinta sama kamu."
Dia meringis, aku pun sama. Pasti perih. Biru itu belum hilang sepenuhnya. "Harusnya kamu lawan. Kamu nggak salah."
"Sampai berita yang benar keluar, aku adalah tersangka utama. Jadi, kalau harus menerima seperti ini, aku nggak pa-pa."
Bertingkah seperti penjahat, padahal seorang malaikat. Sepertinya pantas kusematkan pada Jeffrey. Bertingkah sok jahat ditambah dihantam tiga orang sekaligus, pasti menyakitkan. Dia tidak tahu saja kebiasaan Mas Rama jika sudah bertindak, mungkin bukan hanya pipi yang lebam, tapi seluruh tubuh juga bisa.
"Lagian, kenapa kamu nggak jujur ke aku? Kenapa harus sampai orang lain tahu, bahkan kemana-mana. Kalau aja kemarin Evelyn nggak nyamperin aku ke Lembang, aku nggak akan tahu kebenaran semuanya." Aku menatap Jeffrey yang menatapku bingung. "Jangan bilang kamu nggak tahu Evelyn nyusul aku kemarin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MIAMOR | SELESAI
Romans"Anda siapa?!" "Evelyn, just call me Eve. Saya pemilik tempat ini. Kamu sendiri siapa?" Demi keturunanku yang hingga tujuh turunan selalu bergelimang harta, bisa-bisanya dia berkata seperti itu! Apa dia tidak tahu kalau aku adalah istri dari pemil...