34. I Love You?

83 6 45
                                    

Mungkin kau menganggap dirimu sebagai manusia berhati batu. Tapi cobalah sekali saja. Singkirkan egomu dan rasakan cinta. Setelah itu kau pasti akan tau bahwa banyak orang yang sangat mencintaimu di dunia ini.
~~~

Happy reading, guys!🤗

••
Sebuah rooftop berukuran lebih dari 10 m × 10 m itu tampak menghampar. Di tengahnya, tampak tubuh mungil Shaka terduduk. Tanpa sepengetahuan orangtuanya, Shaka pergi menuju rooftop. Beruntung keadaan rooftop rumah cukup aman untuk anak sekecil Shaka.

Shaka termenung. Pandangannya terarah pada langit yang terlihat lebih jelas dari atas sini. Tatapannya kosong, dan seolah tengah menerawang ke dalam hamparan langit yang berwarna biru tenang.

..
"And i don't want to play with strangers." (Dan aku tidak ingin bermain dengan orang asing.)

"But i'm your uncle, right? I'm not a stranger." (Tapi aku pamanmu, kan? Aku bukan orang asing.) Tanya Siddharth.

"You're not my uncle." (Kau bukan pamanku.)

"My uncle is away. And i don't know when he will come back." (Pamanku sedang pergi. Dan aku tidak tau kapan dia akan kembali.)
..

Entah kenapa Shaka tidak bisa mengabaikan begitu saja apa yang sudah ia katakan pada Siddharth. Jujur saja ia merasa senang saat Siddharth masih berusaha untuk bersikap baik padanya, bahkan setelah ia menyebut Siddharth sebagai penjahat dan pembunuh.

Namun saat ini Shaka pun masih belum bisa menerima apa yang sudah dilakukan Siddharth pada Syafa, yang imbasnya harus dirasakan oleh janin yang masih bersih dari dosa apapun.

Shaka bingung. Antara cinta dan kemarahannya pada Siddharth. Ia tidak bisa memilih diantara keduanya.

Perlahan pandangan Shaka tertunduk, menatap mobil mainan di tangannya yang sempat ia ambil dari tangan Siddharth sebelum ia pergi meninggalkan Siddharth di ruang tamu dan menuju rooftop. Ia tampak menghela nafas dalam. Wajahnya mulai sendu.

'I love you. But at this point i still can't forgive you.' (Aku menyayangimu. Tapi saat ini aku masih belum bisa memaafkanmu.) Lirih Shaka membatin.

Tanpa disadari Shaka, ada seseorang yang melangkah mendekatinya. Ia menatap lekat tubuh mungil Shaka dari belakang. Perlahan ia duduk, tepat di samping Shaka.

Shaka masih belum menyadari kehadirannya. Ia segera mengangkat tangannya, menyentuh punggung Shaka dan mengelusnya lembut.

Karena sentuhannya itu, barulah Shaka mengangkat pandangannya dan mengarahkan pandangannya ke arahnya. "Dadee maa?" (Nenek?) Ujar Shaka cukup terkejut melihat keberadaan Vibha.

Vibha tersenyum lembut. "You still think about your chacha?" (Kau masih memikirkan pamanmu?) Tanya Vibha yang membuat keterkejutan Shaka lenyap seketika.

Shaka kembali mengalihkan pandangannya dari wajah Vibha. "No. He's not my chacha." (Tidak. Dia bukan pamanku.) Ungkap Shaka dengan wajah datar.

Vibha kembali tersenyum. "Maybe your mouth speaks like that. But i know. That your heart still loves him." (Mungkin mulutmu bicara seperti itu. Tapi aku tahu. Bahwa hatimu masih menyayangi dia.) Ucap Vibha yang segera mendapatkan perhatian Shaka kembali.

Shaka menatap Vibha antara tajam dan sendu. Raut wajahnyapun menyiratkan antara protes dan sendu. Bibirnya terkatup rapat.

Vibha mengangkat tangannya menyentuh kepala Shaka dan mengelusnya dengan lembut. "Okay. Forget about your chacha. And think about your promise to your chachi." (Baiklah. Lupakan tentang pamanmu. Dan pikirkan tentang janjimu pada bibimu.) Ucap Vibha dengan lembut, membuat tatapan Shaka terhadapnya semakin lekat.

About STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang