11. My Sweetheart

187 18 9
                                    

Bahagia itu bukan soal tempat. Tetapi bersama siapa kita menghabiskan waktu.
~~~

Happy reading!🤗

••
Setelah berpacu selama tiga puluh menit lamanya, akhirnya laju kedua mobil berwarna putih itu perlahan melambat. Memasuki pekarangan rumah megah bernuansa cream, dan berhenti tepat di depan rumah itu.

Begitu mobil berhenti, Siddharth segera bergegas turun dari mobil demi membantu Syafa untuk membuka pintu mobil.

Pintu mobil terbuka, mempertemukan dua wajah yang tampak berseri itu.

"Come on," (Ayo,) Ujar Siddharth sembari menadahkan tangannya ke arah Syafa.

Sejenak Syafa terdiam. Tatapannya lekat terhadap Siddharth, senyuman tipis nan manis menghiasi bibirnya. Kemudian perlahan Syafa menyimpan tangannya tepat di atas tangan Siddharth, yang kemudian segera disambut genggaman erat dari Siddharth.

"Thank you," Ujar Syafa sembari berusaha turun dari mobil dengan bantuan Siddharth.

Tatapan tajam Siddharth mengikat wajah Syafa semakin lekat. Senyuman manis di bibirnya tak pernah hilang dari bibirnya setiap kali ia menatap wajah itu. Wajah yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta hanya dalam waktu beberapa saat saja.

Sementara Syafa, perhatiannya langsung terfokus pada rumah megah yang menjulang di hadapannya itu. Rumah bernuansa cream itu memiliki dua lantai. Dan cukup luas juga.

"Sidd? This is your house?" (Sidd? Ini rumahmu?) Tanya Syafa.

"Yes. I just bought it. And mommy Sreya who helped me find this house." (Ya. Aku baru membelinya. Dan ibu Sreya yang membantuku mencari rumah ini.) Ungkap Siddharth yang segera mendapatkan perhatian Syafa.

'Mamah?' Batin Syafa. Sreya? Benarkah Sreya yang membantu Siddharth mencari sebuah rumah di sini (Indonesia)? Bahkan Syafa sama sekali tidak mengetahuinya.

Memang banyak hal yang disembunyikan dari Syafa. Hingga akhirnya satu persatu rahasia itu mulai terungkap.

"Because i'm will to marry you, i thought that i should have a house here." (Karena aku akan menikahimu, aku berfikir kalau aku harus memiliki rumah di sini.) Lanjut Siddharth yang membuat pandangan Syafa refleks melebar.

"Have a house here? Are you will to stay here? In Indonesia?" (Memiliki rumah di sini? Apakah kamu akan menetap di sini? Di Indonesia?) Tatapan Syafa terhadap Siddharth semakin tajam.

"Yes. I'll be here for a while. But, let's see later. If i feel comfortable, maybe i'll stay here forever." (Ya. Untuk sementara aku akan di sini. Tapi lihat saja nanti. Jika aku merasa nyaman, mungkin aku akan tinggal di sini untuk selamanya.)

"Forever?" (Selamanya?) Gumam Syafa yang nyaris tak terdengar.

"Don't think about places. Wherever i am, the important thing is i'm always with you, right?" (Jangan pikirkan soal tempat. Dimanapun aku berada, yang penting aku selalu bersamamu, kan?)

'Tuhan! Bolehkah aku berteriak saat melihat raut wajahnya yang seperti ini? Mengapa dia memberikan sesuatu yang menjadi kelemahanku? Jujur, aku tidak kuat menahannya.'

Tapi percayalah. Raut wajah Siddharth kali ini memang merupakan kelemahan Syafa. Pandangannya yang tajam. Wajahnya yang manis. Senyumannya yang membuat candu. Ditambah dengan nada bicara dan sorotan matanya yang tengah menggoda. Tuhan, hati wanita mana yang tak akan meleleh melihat pemandangan seperti itu? Rasanya tidak ada.

"All right, stop thinking about that." (Baiklah, berhenti memikirkan itu.) Ujar Siddharth yang membuat lamunan Syafa buyar seketika.

"I think mom has been waiting for us for a long time." (Aku rasa ibu sudah lama menunggu kita.) Lanjut Siddharth yang membuat pandangan Syafa segera teralih ke arah Vibha yang kini tengah berdiri di dekat mobil yang ditumpanginya.

About STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang