Epilog

259 8 85
                                    

Kisah ini telah selesai. Terimakasih telah menjadi penghibur kami dengan konflik-konflik yang kalian ciptakan.
~~~

Sebelum membaca, siapkan jantung dan hati kalian dulu, gengs. Biar gak berabe nanti urusannya🤣 Semoga kalian puas bacanya dan bisa mendapatkan jawaban di part Epilog ini. Oke, happy reading, gengs!❤

••

Setelah melewati pintu kamarnya, langkah Syafa langsung menuju lemarinya. Mengeluarkan satu pasang pakaian miliknya, mukena juga lengkap dengan sajadahnya.

Tak berselang lama, dari arah pintu kamar, Syan menyusul dengan langkah lebar.

"Syafa? Apa yang udah kamu lakuin?" Baru sampai di dekat Syafa, Syan langsung menyerang Syafa dengan pertanyaan demikian.

"Kenapa?" Tanya balik Syafa dengan santai sembari meletakan pakaian dan mukenanya di atas tempat tidur.

Syan tertegun. Dahinya mengerut dengan jelas. Bola matanya membulat sempurna saat melihat Syafa yang terlihat sangat tenang. Seolah ia tidak memiliki beban dalam masalah ini lagi.

"Syafa--" Baru satu kata terucap, namun terpaksa harus terhenti saat...

"Udah, Pah. Jangan bahas itu lagi. Syafa harus mandi, Syafa belum Sholat Maghrib." Ucapnya.

Niatnya Syafa ingin pergi dari hadapan Syan. Namun sebelum ia melangkah jauh, Syan segera mencekal lengan Syafa dan menggenggamnya erat. Membuatnya terpaksa harus menghadap Syan dan menatapnya.

"Papah udah jelasin semuanya sama kamu. Papah udah berusaha ngeyakinin kamu biar hal ini gak sampe terjadi. Papah pikir kamu udah ngerti, Syafa. Tapi kenapa kamu ngelakuin ini?" Tanya Syan dengan nada rendah. Namun kecewa tak mampu lagi disembunyikan dari sorotan matanya.

Syafa terdiam. Tatapannya semakin dalam mengikat wajah Syan yang dipenuhi kecewa, cemas juga takut.

"Jangan, nak. Tolong jangan lakuin ini. Papah mohon sama kamu. Cabut gugatan kamu sama dia. Pertahanin pernikahan kalian." Lanjut Syan meminta.

"Buat apa?" Sambar Syafa setelah Syan menyelesaikan ucapannya. Membuat Syan tertegun.

"Apa lagi yang perlu di pertahanin? Semuanya udah hancur. Sekarang gak ada yang perlu dipertahanin lagi." Sangkal Syafa dengan yakin.

"Hubungan kalian mungkin udah hancur. Tapi kalo kalian bener-bener berpisah, hidup kamu akan ikut hancur." Ucap Syan dengan nada datar. Tentu ini sebuah peringatan bagi Syafa.

Syafa masih teguh dengan keputusannya. Keputusannya seolah benar-benar telah bulat. Dari lubuk hatinya yang terdalam. Hingga ia tidak memiliki beban lagi meski ia benar-benar harus berpisah dengan Siddharth.

Sekilas Syan tampak membuang nafas kasar. Kemudian ia menggenggam kedua lengan Syafa dan menatapnya lebih dalam lagi. Berusaha untuk menetralkan ketegangan antara dirinya dengan Syafa.

"Syafa. Denger Papah. Sekali lagi Papah ingetin sama kamu. Kebahagiaan kamu itu ada pada Siddharth. Kamu hanya akan bahagia kalo kamu bersama dia. Papah yakin, kamu gak akan pernah bahagia kalo kamu jauh dari dia." Jelas Syan sejelas-jelasnya, agar Syafa mengerti dengan pasti.

"Syafa gak akan bahagia kalo Syafa hidup sama orang yang gak cinta sama Syafa." Tegas Syafa dengan nada rendah.

Syan mendecak kesal. Namun dengan sekuat tenaga, ia berusaha untuk meredamnya.

"Kalo Siddharth gak cinta sama kamu, buat apa dia ada disini sekarang?" Tanya Syan.

Dan ya, Syafa tak mampu menjawab serangan dari pertanyaan Syan yang satu ini.

About STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang