41. Pergi Atau Kembali

104 7 13
                                    

Ada kalanya tentang Pergi dan Kembali menjadi dilema dalam sebuah pilihan.
~~~

Happy reading, guys!❤

••
Jika waktu bisa diulang, aku ingin tetap bersamamu. Jika takdir bisa dicegah, maka aku akan terus mencintamu.

Tapi nyatanya kini takdir telah memperdayakanku. Mengendalikan kebencianku untuk meledak disaat ingatanku pergi meninggalkanku.

Bahkan, aku sama sekali tidak ingin melupakanmu. Kau cintaku. Mana mungkin aku membencimu?

Tidak. Andai kau mengerti bahwa itu bukanlah diriku yang sebenarnya. Yang sebenarnya, aku hanyalah pria biasa yang mencintaimu dengan tulus.

Ya, aku harap kau masih mengingat itu.

••

Takdir telah memperdayakan cintaku. Aku bertahan saat cintaku melupakanku. Aku berusaha tegar saat menerima setiap hinaan itu. Aku memilih diam saat pengorbananku tidak dihargai.

Untuk apa? Hanya untuk cinta. Untuk siapa? Hanya untukmu. Aku tetap mencintaimu bahkan disaat kau berubah membenciku.

Kenapa? Karena aku percaya, bahwa pria yang membenciku bukanlah dirimu yang sesungguhnya. Aku yakin kau akan kembali padaku dan akan terus mencintaiku. Kau cintaku, dan aku akan terus memperjuangkanmu.

Tapi sekarang itu tidak lagi. Aku hanyalah wanita biasa yang kesabarannya mulai habis. Cintaku padamu mungkin mulai terkikis oleh rasa kecewaku.

Kau ingin aku pergi? Tenang saja. Aku akan melakukannya. Biarpun kau mendekatiku lagi, aku akan tetap pergi. Bukan hanya sekedar berucap, aku akan merealisasikannya.

Lihat saja nanti. Secepatnya.

••

Derap langkah seseorang terdengar jelas dari lantai yang bernuansa putih itu. Gerakannya perlahan menuju kamar Syafa.

Langkahnya terhenti, sekilas ia menghela nafas saat pandangannya terarah pada pintu kamar Syafa yang kini berada di hadapannya.

Tangannya terangkat, tok! tok!* ia mengetuk pintu. Mencoba memanggil sang pemilik kamar yang masih bersemayam di dalamnya.

Beberapa saat ia menunggu, namun tak kunjung ia mendapatkan jawaban dari dalam sana.

"Syafa? Buka pintunya, sayang. Ini Papah." Ujarnya memberikan informasi pada sang pemilik kamar.

Kembali ia terdiam. Menunggu Syafa yang mungkin akan menjawab. Namun nyatanya tetap hening. Tak ada tanda-tanda Syafa akan mendekat dan membukakan pintu untuknya.

"Syafa?" Tok tok!* Ia kembali mengetuk pintu, terus berusaha untuk mendapatkan jawaban dari Syafa.

Untuk yang ketiga kalinya, akhirnya panggilannya mendapatkan respon. Pintu kamar mulai bergerak, tanda seseorang di dalam sana membukanya.

Saat pintu terbuka dengan sempurna, wajah Syan segera dipertemukan dengan wajah Syafa yang tampak datar. Hanya sesaat Syafa menatap Syan, hingga akhirnya ia kembali berlalu menjauh dari Syan setelah membukakan pintu.

Kaki Syan kembali bergerak, mengikuti langkah Syafa memasuki kamar. Tatapan lekatnya terus mengikuti bayangan Syafa yang kini tengah kembali duduk di tepi tempat tidurnya.

Syan ikut terdiam saat Syafa tertunduk dan tak kunjung mengatakan apapun. Hanya sesaat, hingga ada hal lain yang berhasil menarik perhatiannya.

"Syafa? Apa ini? Kamu masih belum sarapan?" Ujar Syan sembari menatap tajam makanan di meja yang masih tampak utuh, seolah tak tersentuh sedikitpun.

About STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang