Gadira [part43]

138 20 35
                                    

"ANAK SIALAN! APA YANG KAMU LAKUKAN PADA PUTRIKU!" Adira membalikan badannya, melihat Zaim yang menatapnya berang.

"Papa," lirih Adira.

"Anak sialan!"

Sorot mata Adira melemah melihat Papanya yang terlihat sangat khawatir pada Anna sedangkan dirinya, ia terkekeh miris menertawai takdirnya.

"Gue tau lo benci sama gue tapi enggak gini juga, Ra!" Anan mengeluarkan suaranya tatapannya tak kalah khawatir melihat kondisi kembarannya.

"Buruan mas, kita bawa kerumah sakit," Latifa mulai menangis melihat Anna yang tak sadar dengan darah yang terus keluar.

Zaim yang kalang kabut langsung menggendong Anna membawanya kerumah sakit. Adira menatap kedua sepatunya tak berani menatap orang disekitarnya.

"Sampe terjadi apa-apa sama adek gue lo harus tanggung akibatnya!" Anan berbicara sinis sebelum berlari mengikuti langkah Papa dan Mamanya.

Adira menunduk menatap lantai tak berani mendongak menahan butiran kecil yang terasa segera jatuh. Sekarang ia sendiri, benar-benar sendiri.

Sebuah tangan mendarat tepat di pundaknya membuat Adira menatap tangan tersebut, sang pemilik tangan tersenyum seperti meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Gue ada disini," ujar Garpa. Adira semakin gelisah ditempatkan hatinya berasa semua tak akan baik-baik saja.

Garpa menarik tangan Adira yang terasa sangat dingin membawakan keluar rumah, ia merasa walaupun bangunan ini adalah rumah tapi ia merasa seperti bukan berada dirumah.

"G-gue mau ke kamar," ujar Adira menarik tangannya.

Garpa menaikkan sebelah alisnya, "Udah gak ada apa-apa lagi dikamar lo,"

Adira termenung, dikamarnya sudah tak ada lagi rasa nyaman yang dulu membuatnya sangat betah di rumah ini. Semuanya hilang tak terkecuali.

"Nanti gue pinjem buku Damian buat belajar lo," ujar Garpa.

"Kita pulang," lanjut Garpa kembali menarik tangan Adira keluar. Adira tak menolak rasanya akan sia-sia jika ia menolak karna saat ini ia tak memiliki tenaga.

Mereka memasuki mobil dalam diam, Adira masih fokus menunduk menatap sepatunya. Garpa menghembuskan nafasnya pelan, ia fokus pada jalanan sekaligus memberikan waktu untuk Adira.

-o0o-

Zaim duduk diruang tunggu Anna yang sedang di periksa oleh dokter, sedangkan Latifa terus-menerus berjalan bolak balik di depan pintu UGD bagikan alat setrika.

"Ma, duduk dulu Anna pasti baik-baik aja kok," ujar Anan pada Mamanya.

Anan ikut duduk di kursi karna sebelumnya ia juga merasa kepalanya sangat pusing, mungkin karna ikatan batin antara anak kembar?

Latifa menggeleng ia kedua tangannya bertautan memberikan kehangatan. Zaim yang melihat hal itu menarik lengan Latifa mendekat.

"Duduk," perintahnya.

"Tapi Mas An-"

Zaim memotong ucapan Latifa, "Dia baik-baik aja, percaya sama aku."

Setelah mengatakan itu Latifa mengangguk kecil. Tak berselang lama pintu UGD terbuka menampilkan seorang dokter dengan baju putihnya.

"Orang tua Anna?" tanyanya.

Mereka berdua kompak mengangguk, "Alhamdulillah Anna sudah melewati masa sulitnya, kita tinggal menunggu beliau siuman. Luka di kepalanya tak terlalu parah tapi tetap harus diperhatikan."

GadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang