luarnya utuh, dalamnya hilang separuh. kelihatannya tangguh, padahal rapuh.
-o0o-
"Hidup setiap orang jelas beda, ngapain dibandingin," balasnya.
"Ngeluh gak akan nyelesaiin apapun, jalan satu-satunya adalah jalanin satu persatu. Fokus dan sabar nanti juga selesai sendiri."
"Tapi-"
"Gak ada tapi-tapian Ra, bersyukur selagi ada jangan kaya gue." Adira mendongak menatap raut sendu yang terpancar di wajah Garpa.
"Jangan kaya gue yang cuma bisa nyesel di akhir." Lanjut Garpa.
Adira termenung mengigat kisah Garpa yang tak sebanding dengan dirinya. Kehilangan sosok pahlawan saat masih kecil, Adira bisa merasakan bagaimana rasanya. Walaupun ia kecewa dengan Papanya tapi tak di pungkiri ia juga tak akan pernah rela jika Papanya pergi meninggalkannya selamanya.
"Sayangi selagi ada." Garpa tersenyum hangat pada Adira.
Adira dapat melihat sinar ketulusan pada mata Garpa membuatnya terlena hangatnya senyum Garpa seakan-akan bisa merambat ke hatinya.
"Makin ganteng ya gue?" kekeh Garpa menggoda Adira yang tak berpaling menatapnya.
Seketika Adira tersadar dari lamunan membuang wajahnya malu karna terciduk memandangi Garpa dengan tatapan memuja.
"Coba liat sini," ujar Garpa di jawab dengan gelengan oleh Adira.
"Sini liat," Garpa semakin gencar menggoda Adira.
"Gue mau liat juga Ra, kenapa pipi lo tiba-tiba merah gitu." Ucapnya diakhiri kekehan.
"Rese lo!" Adira menyikut lengan Garpa. Dihadiahi tawa Garpa.
-o0o-
Berhari-hari Seren telah memikirkan keputusannya yang mungkin akan membuatnya sangat merindukan sang rumah yang ia huni selama belasan tahun.
Ia perlahan memindah pakaiannya yang tertata rapi di lemari ke koper yang ia letakkan dikasur. Hatinya sudah memantapkan pilihannya ia berusaha mengubur rasa sesak yang menyeruak di dadanya. Keegoisan Zaim mengajak Latifa tinggal bersama membuatnya semakin yakin.
"Demi aku dan juga Adira," gumam Seren. Pantaskah mempertahankan laki-laki yang telah menyakiti hatinya dan anaknya?
Keegoisan Zaim yang telah menghancurkan semuanya, kesetiaannya selama ini hancur dalam satu tindakan laki-laki tersebut.
Bisa saja laki-laki itu memintanya anak laki-laki atau mereka bisa melakukan program kehamilan yang dapat memberikannya sosok anak laki-laki impiannya. Tapi semua itu pilihan, pilihan Zaim adalah Latifa bukan dirinya.
Zaim sosok laki-laki yang membuatnya rela melakukan apapun termasuk setia kepadanya bahkan ia sempat mengacuhkan putrinya sendiri.
"Kemana?" pertanyaan bodoh itu keluar dari mulut Zaim saat melihat Seren mengemasi barang-barangnya.
"Pergi."
Seren semakin cepat mengemasi barang-barangnya tak luput ia juga mengemasi beberapa baju Adira.
"Jangan bawa barang Adira," ujar Zaim memerhatikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadira
Teen Fiction"Kita mungkin sama terlahir di dunia dengan telanjang tapi jalan hidup dan takdir kita pasti tak akan pernah sama." Adira gadis yang tak pernah ingin terlahir di dunia, orang tuanya selalu mendesaknya dengan tuntutan nilai yang tertulis di atas sele...