Gadira [part36]

163 29 21
                                    

Gak semua ayah adalah cinta pertama anak perempuan gak semua seberuntung itu.

-o0o-

"Maaf Ma," pinta Adira saat mereka tiba di Semarang.

"Mama enggak pernah ngajarin kamu ngomong kasar ke orang tua, Ra," ujar Seren.

"Tapi Papa keterlaluan Ma, apa Adira harus diem aja ngeliat Mama tertindas gitu?" belanya.

Seren menghembuskan nafasnya disatu sisi ia berasa bangga memiliki anak yang setia bersamanya, rela membela dirinya padalhan ia tau sendiri sebesar apa Adira menyayangi Zaim.

"Kecewa boleh, marah silakan, tapi jangan biarkan mulutmu menyakiti hati orang lain, Ra."

Adira menunduk tak berani menatap Mamanya, apa ia sangat keterlaluan? Ia hanya mengeluarkan apa yang ia rasakan selama ini.

"Iya udah jangan di ulangi ya?" pinta Seren. "Masih inget cerita Maling Kundang kan?

Adira mengangguk antusias, tentu ia sangat mengigat kisah anak yang sangat durhaka kepada orang tuanya dan berakhir menjadi batu.

"Sudah sampai, Mba." Suara sang supir mengalihkan perhatian kedua insan tersebut.

Seren mengangguk kecil melihat dari luar kaca jendela mobil, "Ayo turun."

Adira turun mendahului Mamanya sedangkan Seren masi memberikan sejumlah uang kepada sopir taksi.

"Sementara kita tinggal disini, enggak apa-apa kan, Ra?" tanya Seren, ia takut anaknya tak nyaman tinggal di rumah yang di bilang sangat sederhana.

"Asal sama Mama mau tinggal di kolong jembatan juga gak masalah," balas Adira disertai senyuman.

Seren ikut tersenyum, "Kita masuk."

Adira melangkahkan kakinya memasuki rumah bercat hijau muda tersebut, banyak sekali debu yang menempel di setiap sudut ruangan.

Rumah ini tampak lebih banyak perbedaan dari terakhir Adira tinggal tujuh tahun yang lalu. Rumah yang dulu ia huni bersama kakek neneknya.

"Istirahat dulu aja Ra, Mama mau bersihin ini dulu." Lihat bukan? Mamanya selalu tak ingin merepotkan dirinya ia selalu berusaha semaksimal mungkin.

"Mama juga capek kan?" tanya Adira.

"Sedikit," ucapannya di akhiri kekehan.

"Kita bersihin sama-sama aja gimana?" usul Adira lagi-lagi membuat Seren merasa sangat bahagia dan juga bersalah, ia tak bisa menggambarkan bagaimana perasaannya sekarang ini.

"Kita istirahat dulu aja, nanti baru bersih-bersih." Seren memutuskan untuk beristirahat sejenak.

"Aku ke kamar," pamit Adira membawa barang-barang ke kamar lamanya yang dulu ia tempati.

Adira mengistirahatkan tubuh dan otaknya. Kamu lelah juga? Jangan lupa istirahat karna dunia enggak ada habisnya untuk di kejar.

-o0o-

"Ganteng doang jemput cewek dipanggang,"

"DI DEPAN GANG," koreksi Damian.

"Sama aja, mana nih Anan ketinggalan update tik tok dia," ucap Angga.

"Masi tidur kali," Damian menjawab sambil mengedikkan bahunya.

"Kangen lo sama Anan?" tanya Garpa menyimak.

"Amit-amit gue kangen sama anak satu itu," Angga mengetuk kepala nya kemudian mengetuk meja didepannya, "Amit-amit."

"Ngaku aja lah gue tau muka kesepian lo," ucap Garpa.

Angga mendelik, "Fitnah lebih kejam dari pada gak fitnah."

"Sepi si gak ada dia," ujar Damian tiba-tiba.

"TUH TAU!" tambah Angga, teryata bukan ia yang merasakan kekurangan di antara mereka.

"Biasanya pagi-pagi ada yang udah buat konten aja, ngegombal cewek-cewek di lorong."

"Gue enggak ngira sama sekali kalo Anan punya beban padalhan kelakuannya tiap hari macam tak ada beban, buat tik tok tros," lanjut Angga.

"Apa yang lo liat belom tentu yang ia rasain," Garpa tersenyum tipis.

"Ada banyak luka yang gak bisa kita lihat di balik tawa, Anan."

Mereka berdua menyimak dengan baik ucapan Garpa. "Sebagai sahabat disini kita cuma bisa dukung yang terbaik."

"Iya si, cuma gue agak engak percaya aja kalo Anan saudara Adira apa lagi kembaran Anan," ucap Angga.

"Kenapa?" tanya Damian.

Angga menggeleng takjub, "Gimana gue enggak percaya saudara dia cantik-cantik, bibit unggulan."

"Sadboy mau jadi fakboy."

"Bisa-bisanya gue jomblo di bilang fakboy," kesal Angga.

"Alah ngakunya jomblo padalhan kontak WhatsApp udah kaya asrama," cibir Damian.

"Gak apa-apa, perbanyak cabang pertahankan pusat." Ucap Garpa.

"Setuju! Tumben pinter," ujar Angga bangga untuk pertama kalinya Garpa mendukung dirinya.

"Memang gue lo otak udang," ejeknya.

"Gak jadi muji deh gue," ujar Angga mendapat tawa dari Damian.

"Makannya jangan pede kalo di bela sama Garpa, merendah untuk ditendang kalo dia mah."

"Gue denger bentar lagi ujian," ujar Damian sambil membuka handpone nya.

"Ngebug otak gue," keluh Angga.

"Sambat tros!"

"Bawa santai aja ujian cuma seminggu," ucap Garpa.

"Iya enak lo bang, enggak belajar tapi nilai bagus." Sindir Angga.

"Garpa enggak belajar bukan berarti enggak merhatiin waktu guru jelasin pelajaran. Lah lu otak lu kemana aja waktu guru jelasin? Udah gitu H-1 gak belajar pula,"

"Apa yang mau lu hadapin dari usaha lu yang minim?" tanya Damian.

"Cara biar gak malas dong," keluh Angga. Ia tak mengelak sindiran Damian tepat di tulang empedunya.

Garpa terkekeh, "Sejak kapan gue merhatiin pelajaran?" Bahkan ia tak sadar selama ini ia hanya mendengarkan saja setelah itu selesai ia juga tak pernah merangkum.

"Gak usah merendah lagi buat di tendang, Pa." Ujar Angga.

"Ujian itu mudah tapi jangan di permudah," ujar Garpa pada Angga yang terlalu takut jika di hantui oleh nilai.

"Kerjakan, kumpulkan, lupakan. Masalah nilai serahin aja sama guru-guru."

"Jangan lupa usaha," tambah Damian.

"Doa paling penting, usaha tanpa doa kurang manjur."

"Bismilah, usaha di sertai doa soalnya kalo doi engak punya."

-o0o-

TBC

GadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang