Karena secara sadar atau tidak sadar orang tua adalah orang yang ingin kita banggakan, tapi usaha kita dimata mereka tidak pernah cukup, rasanya sungguh tidak adil.
Bangun, tidur, sekolah, makan, tidur lagi. Begitulah siklus sehari hari Adira bosan tapi tetap ia lakukan.
Adira berada di ruang tamu terus menekan benda persegi panjang tersebut tapi tidak ada tayangan yang menarik.
"Hidup gue terlalu hambar dan monoton."
Tiba-tiba handphone nya berdering terpapar nomor asing yang menelponnya. "Siapa?"
Adira menekan tombol berwarna hijau tersebut, "Halo," ujar Adira pertama kali.
"Gue Garpa, telpon balik gue gada pulsa." Setelah mengatakan Garpa langsung mematikan panggilannya.
"Kere," Adira menggerutu sambil menekan kasar dua belas nomor asing tersebut.
"Kenapa?" tanya Adira langsung to the poin.
"Basa basi dlu kek," suara dari sebrang sana.
"Gada waktu!" ketus Adira.
Garpa mengegus dari sebrang sana terdengar dari nafasnya, "Buruan," ucap Adira.
"Kapan kerja kelompok?" tanya Garpa.
Adira menaikkan sebelah alisnya, "Gitu kek dari tadi," ujarnya.
"Buruan," ujar Garpa.
Tampa sadar Adira menaikkan ujung bibirnya, "Kapan lo bisa?"
"Kapan aja, gue bisa trus beda sama lo," ucap Garpa.
"Besok?" tanya Adira.
"Malem ini, gimana?" tawar Garpa.
"Engak!" tolak Adira cepat.
"Malem itu waktunya istirahat, gue gamau mikir tugas sekolah." Ujar Adira.
Garpa tertawa renyah, "Masa? bukannya lo tiap pagi, siang, sore, malem di depan buku trus?"
Adira diam tak menjawab, "Gue tau murid kaya lo setiap hari belajar dengan waktu ekstrem dan waktu istirahat sedikit."
Adira berdecak, "Kenapa dia tau?"
"Seneng-seneng sekali, engak papa kali," kekeh Garpa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadira
Teen Fiction"Kita mungkin sama terlahir di dunia dengan telanjang tapi jalan hidup dan takdir kita pasti tak akan pernah sama." Adira gadis yang tak pernah ingin terlahir di dunia, orang tuanya selalu mendesaknya dengan tuntutan nilai yang tertulis di atas sele...