Gadira [part26]

174 40 54
                                    

Rasa penasaran ini selalu mendesak ku untuk selalu mendekat padamu.

-o0o-

Seren dan Zaim berada dalam satu meja makan yang sama dalam suasana yang terasa amat dingin.

"Mas." Ujar Seren.

"Tentang semalam, kita perbaiki ya?"

"Apa yang mau di perbaiki?"

"Keluarga kita," jawab Seren.

"Enggak ada yang bisa diperbaiki, semua udah hancur bermula dari anakmu itu!" ujar Zaim.

"Dia anak mu juga mas!" ujar Seren menap nanar suaminya.

"Hanya penyumbang sperma." Balasnya acuh.

Seren kembali di buat tak percaya oleh perkataan laki-laki yang selama puluhan tahun bersandang status sebagai suaminya.

"Kamu keterlaluan,"

Zaim tetap acuh tak menunjukkan rasa bersalahnya sama sekali karna ia berpikir memang ini yang harus terjadi.

"Maaf,  tapi aku tetap sama pendirian aku." Balas Zaim.

"Setelah masa isolasi ini selesai, aku bakal langsung bawa istri dan anak-anak ku kesini." Ujarnya lagi-lagi membuat lubang dihati Seren.

"Anak-anak?" tanya Seren getir begitu banyak rahasia yang ia terima di luar dugaannya.

"Ya, anak ku kembar laki-laki dan perempuan."

"Istriku lebih pintar memberikan ku keturunan, walaupun kami belum sah dalam hukum tapi kami sah dalam agama." Tandasnya.

Tatapan Seren kembali blur matanya dipenuhi cairan yang pasti tak lama lagi berjatuhan.

"Kamu bisa bilang sama aku mas, kita bisa buat sendiri tapi kenapa kam-" Seren tak bisa lagi melanjutkan ucapannya hatinya terasa begitu sesak.

"Bisa, tapi aku udah terlanjur kecewa dengan anakmu," ujarnya.

"Jadi, karna aku Papa sampe duain Mama?" Adira menatap Zaim penuh kekecewaan.

Kedua insan tersebut menoleh Seren menggeleng keras, "Enggak, Ra."

"Iya." Tandas Zaim.

"Kenapa engak Papa buang aja aku dari dulu?" tanya Adira.

"Mama mu terlalu mencintai anak pertamanya." Kekeh Zaim.

Adira beralih melihat Mamanya yang sudah di banjiri air mata ia tak sanggup melihat Mamanya yang dlu sangat memperjuangkan dirinya tapi ialah penyebab kehancuran Mamanya.

"Maafin Adira, Ma." ujarnya dalam hati.

Adira kembali menatap Papanya dengan beringas tak menutupi rasa marah dan kecewanya.

Zaim memalingkan wajahnya dari gadis yang menatapnya amat kecewanya ia tau dan ia pantas di tatap seperti itu namun ada rasa nyeri di lubuk hatinya.

GadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang