Di paksa menerima suara keadaan yang tak pernah aku bayangkan.
-o0o-
Sesuai perkataan Zaim mereka sekarang makan malam bersama. Tak ada yang berbicara hanya terdengar dentingan antara piring dan sendok.
Zaim menarik nafasnya dalam-dalam teryata tak mudah mengatur 2 istri dan ketiga anaknya. Mereka makan dalam diam kecuali Adira ia hanya mengaduk aduk makanannya, tak napsu.
"Sudah?" tanya Zaim.
Mereka membalas dengan anggukan lalu meletakkan sendok makannya masing-masing kecuali Adira bahkan makannya masi utuh.
"Hormati makanan Adira, diluar sana banyak yang kekurangan mainan." Tegur Zaim.
Adira tak membalas ataupun menengok ia meletakkan sendok ya lalu meletakkan kedua tangannya diatas meja.
Hati kecil Zaim sedikit tercubit melihatnya, ia menggelengkan kepalanya ia tak boleh lengah.
"Seren," panggil Zaim.
Seren menoleh saat namanya dipanggil, "Maaf jika aku egois tapi aku tak bisa menceraikan mu."
Seketika ke lima pasang mata tersebut menoleh bersamaan, "Dan aku akan menikahi Latifa." Lanjutnya.
Wanita yang bernama Latifa itu tersenyum samar membuat Adira berdecih, "Egois." Desisnya.
"Kalo Papa bisa nikah lagi kenapa Mama engak?" tanyanya dengan sorot penuh pertanyaan.
Zaim tak menjawab membuat Adira lagi-lagi terkekeh kecil, "Mama juga punya hak!"
Seren yang berada di samping anaknya mengusap tangan Adira lembut mencoba menenangkan emosi remaja tersebut yang masi labil.
"Ya, itu hak Seren. Tapi apa dia bisa berpisah dari ku?" Zaim menatap Seren yang juga menatap ke arahnya.
Tatapan meremehkan membuat Seren tersinggung, "Apapun bisa ku lakukan demi anak ku."
Zaim melihat sekilas pada Seren sedikit terkejut dengan ucapannya teryata wanita itu benar-benar mencintai anaknya.
Sedangkan wanita dan kedua anak kembar yang bersebrangan dengan meja Adira hanya diam.
"Aku lelah," Seren memundurkan kursinya menuju kamarnya.
Adira mengikuti apa yang dilakukan Mamanya, "Aku juga butuh istirahat, selamat malam keluarga baru."
Zaim menatap Adira dengan ekor matanya sampai gadis itu masuk ke kamarnya. Latifa mengelus punggung tangan suaminya.
Zaim menoleh pada kedua anaknya, "Kalian juga harus istirahat." Ujar Zaim.
Keduanya mengangguk sebelum meninggal meja makan mereka mengucapkan selamat malam.
"Selamat malam Ma, Pa."
"Anak yang sopan." Ujar Zaim setelah mereka pergi.
Latifa tersenyum simpul, "Mereka tumbuh dengan baik."
Zaim melihat kedua mata tersebut menyiratkan luka mengingat kembali kejadian tersebut membuat hatinya kembali di lingkupi rasa bersalah.
-o0o-
Pagi ini Adira sengaja berangkat siang selain menghindari sarapan bersama tubuhnya juga terasa sangat lemas pagi ini.
Mendesah pelan Adira bangkit lalu membersihkan dirinya bersiap berangkat sekolah.
"Sarapan, Ra." Ujar seseorang yang sangat Adira hafal suaranya akhir-akhir ini.
"Adira, udah telat Te." Ujarnya mencoba sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadira
Teen Fiction"Kita mungkin sama terlahir di dunia dengan telanjang tapi jalan hidup dan takdir kita pasti tak akan pernah sama." Adira gadis yang tak pernah ingin terlahir di dunia, orang tuanya selalu mendesaknya dengan tuntutan nilai yang tertulis di atas sele...