Gadira [part46]

225 33 49
                                    

Tak terasa ujian akhir telah mereka lalui, dimana setelah ini mereka akan berpindah demi masa depan masing-masing. Perjalanan masih panjang untuk mereka yang paling pantang menyerah.

"LIBUR-LIBUR MANTAB JIWA GAK USAH BIMBANG SAMA PELAJARAN!"

"Mau lanjut kemana?" tanya Damian sambil meneguk air dingin.

"Ikut kalian gue mah," ujar Angga.

"Lo Nan?" tanya Damian.

"Bokap," ujar Anan malas mengingat kemungkinan besar ia tak akan lagi berada di Indonesia padalhan sebelumnya mereka sudah merencanakan kuliah bersama.

"Kembaran lo kenapa tu?" tunjuk Angga melihat seorang gadis berlari ke arah mereka.

"Di cari Papa," ujar Anna ketika sudah sampai tepat di depan kembarannya.

Anan mendengus kecil lalu mengikuti langkah Anna yang membawanya ke pada Papanya.

"Anan," panggil Zaim.

"Kenapa, Pa?" mereka berada di tempat parkir guru-guru khusus, entahlah bagaimana Papanya bisa memarkirkan mobilnya disini.

Zaim tampak ragu mengutarakan maksudnya tapi jujur dari semalam ia tak bisa tidur karena kata-kata itu. Ia merasa ambisinya hanya membuat beban dan luka untuk orang di sekitarnya.

Ia mengeluarkan amplop coklat yang dia simpan di kantung miliknya. "Ini," ia menyodorkan tepat di depan Anan.

"Apa?" tanya Anan heran. Sedangkan Anna memang sudah meninggalkan mereka berdua.

"Buka sendiri," Anan yang dilanda rasa penasaran langsung membuka isi amplop tersebut.

Betapa terkejutnya ia saat melihat kalimat pertama dari selembar surat tersebut. Surat penerimaan mahasiswa baru angkatan 2021-2022.

"Pa-ini serius?" ujarnya sedikit terbata.

"Kenapa tidak suka?" tanya Zaim. Anan menggeleng cepat.

"Suka, tapi gimana sama rencana Papa?" cicitnya.

"Tak masalah," ia kemudian menyodorkan beberapa uang berwarna merah. "Untuk bersenang-senang hari ini, happy graduation."

Anan sungguh tak percaya ia sampai memekik tertahan. Dengan senang hati ia menerima uang tersebut. "Sudah sana, jalan-jalan dengan teman mu, saya tau otak kamu pasti ngebug."

Anan menyegir tak berdosa, "Thank, Pa."

Zaim menatap punggung Anan yang semakin menjauh bahkan anak itu sampai loncat-loncat seperti anak TK. Sesenang itu?

Ia langsung berbalik memasuki mobil meninggalkan kawasan sekolah. Sedangkan di ujung tembok seorang gadis memerhatikan dari tadi tampa sepasang anak dan ayah itu ketahui.

Adira tersenyum samar, ia keluar dari tempat persembunyiannya berdiri tepat yang tadi Papanya berdiri. Ia membungkuk mengambil handphone yang tergeletak, mungkin Papanya tak sadar jika handponenya terjatuh.

Adira menghidupkan handpone tersebut mengecek apakah masih hidup. Masih bahkan handpone tersebut tidak di beri kunci. Dengan iseng ia membuka aplikasi WhatsApp milik Papanya.

GadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang