Gadira [part45]

164 21 30
                                    

Kemarin sore Anna sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Dan pagi ini Anna memaksa untuk masuk sekolah.

"Gue mau sekolah, gue mau ujian juga."

"Semangat banget mau ujian," kekeh Anan.

Anna tak menghiraukan kembaran ia berjalan menuruni tangga menuju tempat makan. Di sana sudah terdapat Mama dan Papanya.

"Pagi Ma, Pa," kedua orang tersebut menoleh.

"Pagi sayang," ucap Latifa sambil meletakkan mangkuk berisi sup.

Tak berselang lama dari Anna dibelakangnya disusul Anan sambil menenteng tas miliknya. Wajahnya sangat berbeda dengan wajah Anna yang berseri-seri, wajah Anan sangat suram.

"Kamu enggak tidur Nan semalam?" heran Latifa melihat mata Anan yang sedikit biru.

"Kurang tidur, Ma," larat Anan. "Tugas Anan banyak banget," lanjutnya. Anan sedikit mengeraskan suaranya agar pria yang memberikan tugas padanya sedikit sadar.

"Jangan terlalu dikuras otak kamu," saran Latifa di angguki singkat oleh Anan.

Bagaimana bisa ia tidur jika semalaman ia diberikan kisi-kisi yang membuat otaknya ngebug seketika. Ia akui ia sangat lemah dalam pelajaran non akademik.

"Anan langsung berangkat, Ma, Pa," ujarnya menyalimi kedua orang dewasa tersebut.

"Tunggu!" pekik Anna yang langsung menyusul Anan yang berjalan didepannya.

Sampai disekolah mereka langsung memasuki kelas masing-masing, di sepanjang lorong lumayan banyak siswa siswi yang bertobat dengan membaca buku.

"Belajar kalo ujian doang," gumam Anan. "Sama kaya gue si," lanjutnya.

"ANAN OY!" suara cempreng dari belakang membuat Anan menoleh.

"Siap tempur?" ujar Angga menepuk pundak Anan.

"Belum, canda belum," kekeh Anan. "Udah lah lo gak liat kantung mata gue gede gini,"

Angga tergangga, "Anak kaya lo bisa belajar juga."

"Sialan!" maki Anan di akhiri kekehan. Ia merindukan bercanda gurau seperti ini pada teman satu perjalanannya. Sudah berapa lama ia tak berkumpul karna hidup barunya.

"Belajar apa lo semalem?" tanya Angga sambil merangkul pundak Anan.

"Belajar menerima kenyataan,"

"Sialan, gue kira belajar materi," balas Angga.

Anan memutar bola matanya, "Itu juga belajar."

Sampai dikelas mereka menemukan Damian yang berkutat dengan pena dan kertasnya, sepertinya dunia hanya milik mereka bertiga. Damian, pena dan kertasnya.

Suara canda gurau membuat Anan dan Angga menoleh kebelakang, Garpa dan Adira berjalan memasuki kelas dengan saling melempar candaan.

"Garpa," panggil Angga membuat sang empu menoleh.

"Apa?" tanya Garpa.

"Kata Ilham, kapan taken?" tanyanya.

"Nanti," jawab Garpa singkat padat dan jelas.

"Nanti!? waw primitif!"

Adira menggelengkan kepalanya pelan menanggapi ucapan Garpa dan Angga hanyalah ucapan semata.

"Ra, bisa ngomong sebentar?" pinta Anan.

Adira menoleh, "Bisa," jawabnya.

"Jangan disini, kalian-" tunjuk Anan pada Garpa dan Angga. "Jangan ngikutin."

GadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang