Sekecil apapun perhatian jika itu datang dari orang yang di sayang pasti terasa sangat
senang.-o0o-
"Nafas buatan?" saran Damian.
Garpa tampak berpikir lebih, haruskah? ia melihat mata Adira yang tertutup membuatnya semakin cemas.
Seperti yang Garpa duga tadi perasaannya sangat tak nyaman menyangkut tentang Adira. Sekarang mereka berada di sebuah post tak memungkinkan jika Garpa akan membawa Adira sampai lokasi camping dengan kondisinya.
"Gue aja sini," ujar Damian mendekatkan diri dengan Adira.
"Jangan main-main." Ancam Garpa semakin mendekatkan kepala Adira diperutnya.
Damian terkekeh kecil mencairkan suasana. "Jadi kita bakal nunggu disini sampe kapan?"
Garpa mengedikkan bahunya tak tau ia melihat wajah Adira yang sangat memikat matanya seakan akan tak bisa diajak kompromi untuk mengalihkan perhatiannya.
Mengusap kening Adira berharap sang empu cepat bangun dari pingsannya. Damian dapat melihat sepucuk rasa yang berbeda dari tatapan Garpa.
"Lo serius suka sama Adira?" tanya Damian menghentikan usapan Garpa.
"Gue, enggak tau." Ujar Garpa.
"Kek nya rasa penasaran lo membawa rasa ke dia," ujar Damian di akhiri kekehan.
Garpa tak menyahut ucapan Damian fokusnya pada kedua mata Adira yang tampak bergerak tapi ia masi setia memejamkan matanya.
"Bangun." Garpa menepuk pelan pipi Adira.
Butuh beberapa menit untuk Adira membuka matanya pemandangan yang ia lihat pertama kali adalah mata indah milik Garpa.
Bibirnya kelu matanya seperti terhipnotis ditambah Garpa yang tersenyum kearahnya.
Garpa sedikit memapah punggung Adira supaya bisa duduk, "Enggak apa-apa kan?"
Adira menggeleng menjawab ke khawatiran Garpa. Lalu ia melihat kesamping teryata masi ada Damian yang menemani.
"Sory ngerepotin kalian." Ucap Adira.
"Santay aja kali, Ra." Ujar Damian.
Sedangkan Garpa terlihat bersedekap dada, "Kerjaan lo emang ngerepotin terus."
Adira kembali memasang wajah judesnya tak ada gunanya ia memasang wajah lugu pada Garpa. "Terserah gue lah, gue juga enggak minta bantuan lo."
Garpa terkekeh Adiranya telah pulih, "Udah sembuh, udah bisa marah-marah lagi."
"Hmmm." Damian bergumam menyadarkan kedua insan tersebut.
"Ayo balik." Ajak Damian disetujui keduanya.
"Sshhh!" Garpa sedikit meringis saat kakinya menapak di tanah.
"Kenapa?" tanda Adira kaget saat Garpa meringis.
"Enggak." Garpa membalas dengan senyuman ia mencoba berjalan biasa walaupun menahan sakit.
"Gue papah?" tawar Damian.
"Gue enggak lumpuh." Ujar Garpa tak suka di remehkan.
"Gue enggak bilang lo lumpuh, gue cuma mau bantu." Ujar Damian menghembuskan nafasnya.
Garpa tetap kekeh dengan pendiriannya tak ingin terlihat lemah ia berjalan duluan didepan Adira dan Damian.
Dibelakang Adira melihat Garpa yang berjalan dengan pincang merasa sedikit kasian. "Batu."
Adira sedikit berlari hingga ia berada disamping Garpa dengan cepat ia masuk di sela lengan panjang Garpa.
Garpa tersentak saat tiba-tiba Adira berada di bawah ketiaknya, "Lo ngapain?" ujar Garpa menghentikan langkahnya.
"Enggak usah batu, lo butuh bantuan sekarang."
"Engga-"
"Diem, cerewet!" potong Adira membuat Garpa terdiam. Dengan perlahan Adira membantu menompang Garpa walaupun tak sepenuhnya.
Sedangkan Garpa mengulum senyumnya bagaimana gadis ini bisa membantunya saat tinggi saja hanya sampa di ketiak Garpa.
"Bodoh!" gumam Garpa.
Walaupun begitu Garpa tak mengusir Adira ia menikmati perhatian Adira padanya rasa perduli gadis tersebut.
"Butuh bantuan?" tawar Damian dibelakang.
"Satu udah cukup." Tolak Garpa halus.
"Oke, gue bakal jadi nyamuk disini." Ucap Damian.
"Gue di depan deh, gamau ganggu." Lanjutnya dengan nada gurauan.
Akhirnya Damian berada didepan sebagai petunjuk jalan sedangkan Adira dibelakang bersama Garpa.
"Akhirnya." Setelah menempuh perjalanan selama lima belas menit mereka sampai di perkemahan.
Garpa melihat wajah berbinar Adira, "Takut banget disana tadi." Kekehnya.
Adira mendengus, "Siapa yang enggak takut!? coba bayangin lo terjebak disana selamanya?" tantang Adira.
"Selama ada lo si enggak masalah." Ucap Garpa tampa beban.
Seketika pipi Adira terasa panas mendengar ucapan Garpa. "Jangan baperin anak orang kalo enggak mau tanggung jawab." Sindir Damian.
Adira membuang muka tak menatap kedua laki-laki tersebut. Garpa tertawa renyah menarik kepala Adira menenggelamkan pada dadanya.
"Sana balik tenda." Ujar Garpa seraya melepaskan rangkulannya.
Pipi Adira masi bersemu merah kemudian mengangguk, "Nanti gue anter makanan sama obat P3K."
Garpa tak menjawab karna Adira kemudian langsung berjalan menjauh menuju tenda putri.
"Garpa aja ni, Ra? gue nya enggak?" teriak Damian.
"Berisik." Omel Garpa.
"Gini ni kalo orang lagi kasmaran, berasa orang gila senyum-senyum sendiri."
"Calon-calon kembaran Angga ni." Gurau Damian.
Garpa tak menghiraukan ucapan Damian ia berjalan terlatih menuju tenda, "Susah emang kalo ngomong sama orang yang lagi kasmaran!"
"Iri bilang sahabat." Ujar Garpa cuek.
"Tai lo." Balas Damian.
Damian menggelengkan kepalanya lalu menyusul Garpa yang sudah berjalan duluan menuju tenda.
-o0o-
TBC
Semakin hari semakin ragu buat publis cerita:')
Jangan lupa vomen next disini guys
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadira
Teen Fiction"Kita mungkin sama terlahir di dunia dengan telanjang tapi jalan hidup dan takdir kita pasti tak akan pernah sama." Adira gadis yang tak pernah ingin terlahir di dunia, orang tuanya selalu mendesaknya dengan tuntutan nilai yang tertulis di atas sele...