Kalau kita tidak memulai kita tak akan tau hasilnya.
-o0o-
Pagi dini hari Adira sudah siap dengan serangannya ia keluar kamar melewati dapur melihat Mama dan Papanya yang berada dimeja makan.
"Adira, sini." Ujar Seren.
Adira tersenyum mendekati Mamanya, untuk kejadian semalam ia sudah memutuskan untuk menganggapnya angin lalu ia percaya ucapan Mamanya dibalik sikap Papanya pasti ada alasan tersendiri.
"Mau makan apa?" tanya Seren saat Adira berada di depannya.
"Dira minum susu aja Ma soalnya udah telat." Alibinya ia masi merasa tak nyaman seakan-akan ada tembok tak kasat yang menghadang.
"Sarapan, jalanin hari butuh tenaga." Ujar Seren lalu mengambilkan makanan di piring putrinya.
Adira tersenyum simpul mendengar ucapan Mamanya menerima dengan senang hati piring yang disodorkan Mamanya.
Selama makan tidak ada yang membuka suara mereka makan dengan tenang tapi terkesan dingin dan mencengkram.
Adira dengan cepat menghabiskan sarapannya tak ingin berlama-lama dengan suasana yang membuatnya semakin tak nyaman apalgi melirik tatapan Papanya.
Zaim memperhatikan gerak-gerik gadis SMA didepannya ia tau Adira tak nyaman dengannya.
"Selesai. Ma Adira berangkat dulu." Pamit Adira.
Seren melihat jam dinding saat anaknya sudah pamit untuk kesekolah. "Masih lama masuk, Ra. Selesaiin dulu makan kamu."
"Adira ada tugas yang belum selesai," alibi Adira.
"Adira pamit." Ia mencium telapak tangan Mamanya.
"Tunggu." Ujar Zaim.
"Iya, kenapa Pa?" tanya Adira.
"Duduk." Perintah Zaim pada anaknya.
"Adira udah telat ada soal yang harus aku kerjain kalo engak dapet nilai A." Ujar Adira setenang mungkin membalas ucapan Papanya.
"Duduk." Ulang Zaim.
Adira mendengus menarik kasar kursi lalu mendudukan dirinya, Seren mengelus tangan Zaim yang mulai terkepal.
"Kita selesaikan yang tadi malam." Ujar Zaim kemudian.
"Udah Pa, enggak perlu Adira percaya kok kalo yang dilakuin Papa pasti ada alasan tertentu." Ujar Adira.
Zaim berdeham mendengar ucapan anaknya. "Tetap kita harus selesaikan."
Seren mengangguk kecil, "Dengar kata Papa."
Adira pasrah dua lawan satu tentu saja menang mereka. "Jadi?"
"Kamu salah paham." Ujar Zaim.
"Tentang?" tanya Adira.
Zaim tak kunjung bicara membuat Seren kesal entahlah mungkin suaminya itu sedang merangkai kata-kata atau bingung harus menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadira
Teen Fiction"Kita mungkin sama terlahir di dunia dengan telanjang tapi jalan hidup dan takdir kita pasti tak akan pernah sama." Adira gadis yang tak pernah ingin terlahir di dunia, orang tuanya selalu mendesaknya dengan tuntutan nilai yang tertulis di atas sele...