Gadira [part25]

177 37 60
                                    

Enggak semua orang ingin privasinya di ketahui orang lain.

-o0o-

Adira menetapkan nanar wajah mamanya kejujuran Papanya membuat Mamanya sangat terkejut hingga jatuh sakit. Bukan hanya Mamanya tapi kepercayaan Adira juga pupus saat itu juga.

Adira setia mengelus tangan Mamanya yang terletak tak berdaya. "Bangun Ma."

"Mama bisa, Mama kuat, kita bakal sama-sama lewatin ini semua Ma." Ujar Adira dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Ia menintihka air matanya, bagaimana dunia ini bisa sangat kejam kepadanya baru saja ia bahagia bisa berkumpul dengan keluarga kecilnya tapi muncul masalah yang sangat ia tak duga.

Seren memegang keningnya yang merasa berdenyut kepalanya terasa sangat pusing.

"Mama," suara Adira terdengar serak.

"Adira." Seren membuka matanya menarik kedua ujung bibirnya tak ingin membuat sang anak khawatir.

"Mama baik-baik aja." Ujarnya menenangkan.

"Maafin Adira," ujar Adira di ikuti air matanya.

"Kalau Adira terlahir cowok pasti Papa enggak akan gini."

Seren mengusap pipi anaknya walaupun tangannya terasa sangat lemas, "Mama baik-baik aja. Kamu hadiah istimewa dari Tuhan untuk Mama, Mama sangat bersyukur jangan pernah kamu merasa seperti itu, nak."

Adira kembali terisak ia memeluk Mamanya segera mungkin melepaskan semua bebannya.

"Anak Mama ga boleh nangis, berangkat kesekolah gih." Ujar Seren sambil mengelus punggung anaknya.

"Adira bolos aja."

"Kok bolos?" tanya Seren sedikit heran.

"Buat apa Adira sekolah? Sekarang sama aja Ma enggak ada gunanya." Ujar Adira terbayang kejadian semalam.

"Apapun alasannya kamu harus tetep sekolah," ujar Seren menarik Adira agar menatapnya.

"Mama bakal perbaiki ini semua sama Papa, kamu nggak perlu khawatir sekarang kamu sekolah." Ujar Seren.

Adira hentak menolak tapi melihat wajah mamanya membuatnya tak tega, "Iya."

"Mama yakin Adira tinggal?" ujar Adira.

"Yakin." Seren memasang wajah meyakinkan kepada Adira.

"Kamu percaya kan sama Mama?"

"Banget." Adira kembali memeluk Seren.

"Buruan nanti telat,"

Adira sedikit tak rela meninggalkan Mamanya sendirian dirumah walaupun ada Papanya tapi mengingat kejadian semalam membuatnya takut.

Di ruang makan Adira melihat Papanya yang sibuk dengan handphone nya.

"Pa," panggil Adira membuat Zaim menolah.

"Kenapa?"

"Semalam, Papa bohong kan?" ujar Adira ketar-ketir berharap ucapan Papanya semalam hanya omongan kosong semata.

GadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang