LIMA (5)

1.3K 95 1
                                    

Kini waktunya pulang, semua siswa langsung berhamburan keluar dari kelas menuju parkiran. Tapi tidak dengan Naira, dia menuju halte untuk menunggu jemputannya.

Naira mendongak ketika mendengar suara motor di depannya. "Kak Bayu?" Tanyanya ragu setelah melihat pemilik motor itu membuka helmnya.

"Iya ini gue, masih inget kan?"

Naira mengangguk pelan menanggapi pertanyaan kakak kelasnya itu.

"Ngga pulang Nai?" Tanya Bayu yang masih setia di atas motor nya

"Lagi nunggu jemputan kak" jawabnya pelan.

"Mau gue antar?" Tawar Bayu

"Ehh ga usah kak, tadi Abang udh bilang mau jemput kok" ujar Naira menolak halus.

"Yaudah kalo gitu, gue pulang duluan yah, Lo hati-hati" katanya lalu kembali memakai helm. Lantas menancap gas motornya. Naira hanya menanggapinya dengan anggukan.

Dia kembali duduk menunggu Zaki, ditangannya terdapat benda pipih berbentuk persegi, dari tadi dia sudah menelpon Abang nya itu, tapi tak ada satupun panggilannya yang terjawab. Naira tidak tau, kalo dari tadi ada 3 pasang mata yang memperhatikannya. Hingga akhirnya 2 pasang mata itu mendekati nya.

"Halo eneng cantik" sapa salah satu nya.

"Kok sendirian aja sih neng?" Lanjutnya lagi

"Siapa kalian? Jangan ganggu saya" tegas Naira

Jika didepannya si Angel, pasti dia akan melawannya. Tapi ini masalahnya preman coy. Naira semakin ketakutan, dia menoleh ke kiri dan kanan, Zaki belum menjemputnya, sekolah juga udah sepi.

'lindungi hamba ya Allah' batin nya berbisik.

Preman yang tadi hanya diam saja, melangkah menuju Naira, dalam gerakan yang cepat, dia langsung memegang pergelangan tangannya. Sosok pria yang dari tadi memperhatikan Naira dari parkiran, langsung berlari dan menendang tangan premen yang berani menyentuh gadis itu.

'Bughh"

Preman yang terlanjur marah itu langsung menghajar pria itu. Hingga baku hantam pun terjadi.

"Pergi, sebelum gue habisi kalian" ucapnya dingin, sedingin es balok.

"Ma-makasih kak Revan" ucapnya gugup.

"Hmm" Revan hanya menanggapinya dengan deheman.

Dia langsung pergi meninggalkan Naira yang masih gugup karenanya. Dia peka, dan dia tau jika Naira itu gugup karenanya, disana dia menarik bibirnya pelan, dia tersenyum.

"Ihhh dasar es balok" gerutunya sebal.

'tiinn'

Naira menoleh ke arah mobil yang baru saja mengklakson nya. Itu adalah mobil Zaki, ahh Abangnya itu nyebelin banget. Naira langsung masuk ke mobil dan menutup pintunya dengan keras. Zaki yang tidak tau apa-apa, seketika kaget.

"Astaghfirullah dek, sekalian pakek golok aja" ucapnya seraya mengelus dada.

Naira yang tak paham pun hanya mengerutkan keningnya, "hah!? Maksudnya gimana?"

"Lo mau rusakin mobil gue kan? Yaudah sekalian aja pakek golok" ujarnya melihat Naira tajam.

"Boleh juga tuh" kata Naira tersenyum miring.

Zaki yang melihat itu meneguk ludahnya kasar, ini adiknya atau bukan sih, kok kayak pscyopat? Ehh mulutnya.

"Cepetan jalan" perintah Naira.

"Sabar elah"

Zaki mengendarai mobil dengan kecepatan rata-rata, suasana di mobil itu kening. Naira yang asik dengan gawai nya, sedangkan Zaki fokus menyetir. Tak lama kemudian, keduanya telah sampai di gerbang rumahnya, pak Hilman sebagai satpam di rumah itu, segera membuka gerbang untuk anak majikannya.

"Makasih pak" ucap Zaki setelah membuka kaca pintu mobil. Naira langsung turun setelah Zaki memarkirkan mobilnya.

"ASSALAMU'ALAIKUM UMI, YUUHUUU NAIRA YANG CANTIK JELITA BAK RATU PRINCESS COME BACK TO HOME NIHH" teriak nya yang mendapat toyoran dari Zaki yang baru saja masuk ke rumah.

"Berisik banget sih lo, udah kayak toa masjid, mana suaranya cempreng lagi" omel nya.

"JANGAN TERIAK NAIRA, UMI LAGI DI DAPUR" teriak seseorang dari dapur.

"UMI JUGA TERIAK" teriak dua anaconda ini.

"Heh! Ngapain pada konser siang-siang?" Tanya Abrisam yang baru keluar dari kamarnya.

"Naira"

"Zaki"

Ucap mereka berdua saling tunjuk-menunjuk.

"Abang"

"Lo"

"Abaaang"

"Loooo"

"Cukup! Udah, sekarang kalian masuk kamar, mandi terus shalat. Jangan lama, Abi udh laper" ucapnya geram.

"Siap kapten" seru keduanya itu.

"Ya Allah punya anak gini amat" gerutunya pelan, tapi dapat di dengar oleh Sarah yang baru saja datang dari dapur.

"Kan kamu dulu juga gitu" ceplos Sarah.

"Emang iya?" Tanya Abi pelan

"Yaiyalah" umi menjawab dengan sewot.

Di kamar, setelah mandi Naira langsung shalat Dzuhur. Sebelum turun ke bawah, dia lebih dulu memakai hijab nya, kebiasaannya dari dulu.

Ketika mendengar suara dari kamar sebelah, Naira langsung berpikiran jail. Kamar sebelah itu adalah kamar Zaki.

Dia mengendap-endap menuju pintu kamar Zaki, dia berdiri pas di belakang pintu kamar Abangnya. Zaki yang tidak tau apa-apa, langsung keluar dari kamarnya, tepat ketika dia membuka pintu, Naira lebih dulu menghitung dalam hatinya.

'1,2,3' dia menghitung dalam hati.

"BAAAAA" ternyata Naira mengagetkan Zaki.

Zaki yang dasarnya latah langsung mengucap, "Eee kodok asem manis"

Naira yang mendengar latahan Abangnya itu tertawa keras. Apa katanya tadi? Kodok? Asam manis?
"Gimana rasanya hahahaa kodok asem manis hahahah itu?" Ucapnya di sela tawanya

"Au ah terserah lu lah" kesel Zaki lalu langsung turun.

Naira langsung menuruni anak tangga dengan tawa yang masih mengisinya.

"Kenapa? Kok ketawa?" Tanya umi melihat Naira yang masih ketawa.

"Ngga papa umi" jawab Naira mengentikan tawanya.

Lalu tatapan umi beralih ke arah Zaki yang menampakkan muka kesal, "ini Zaki kenapa mukanya kesal gitu? Udah jelek, makin jelek" perkataan umi sukses menimbulkan tawa Naira.

Zaki yang mendengar perkataan uminya, mengerucutkan bibirnya, "ihh umi, kalo mau tanya ya tanya aja, ngga usah ngehina...hiks..hiks" ujar Zaki pura-pura menangis.

"Idih, bukannya imut, muka Abang kayak marmut" ejek Naira menertawai Abang nya lagi.

"Udah..udah, Sekarang kalian makan dulu" ucap umi menengahi mereka.

"Oke umi" seru keduanya.

Keduanya langsung duduk di kursi mereka, mengambil nasi dan langsung makan dengan lahapnya.

"Lahap bener dek? Berapa taun ngga makan?" Tanya Zaki meledek Naira.

Naira yang mau menyuapkan nasi ke mulutnya, reflek terhenti, dia memandang Abangnya tajam. Zaki yang dipandang begitu pun langsung kicep dibuatnya.

"Ampun kanjeng ndoro" ucapnya menyatukan kedua tangan nya yang sudah di cuci tadi di dada nya.

"Zaki, jangan ganggu adeknya. Alhamdulillah loh Naira makan nasi, daripada nanti lambungnya makin parah" tegur umi membela Naira. Naira yang di bela gitu tersenyum miring, menandakan bahwa dia yang menang.

VANRA {TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang