forty four

661 84 7
                                        

dua minggu sebelum misi shiganshina

dua bulan berlalu dengan cepat. setelah penobatan sang ratu, pasukan pengintai bisa berfokus pada misi perebutan tembok maria yang telah mereka rencanakan dalam kurun waktu kurang lebih dua bulan.

setelah bertemu dengan darius dan pixis, erwin bersama hanji dan levi pergi menemui hilda yang saat itu menjadi tangan kanan ratu untuk mengurusi berbagai macam dokumen yang masih belum dimengerti oleh historia.

erwin membuka pintu kayu besar ruang kerja hilda dan melihat sebuah kain menutupi kedua matanya.

suara pintu yang besar tersebut membangunkan hilda dari tidurnya. perempuan yang kini sedang mengenakan kemeja putih itu mempersilahkan ketiga sahabatnya untuk duduk di sofa dan menyeduhkan teh untuk tiga orang.

"hilda, kamu tidak apa-apa? berat badanmu berkurang, wajahmu juga terlihat pucat."

"aku tidak apa-apa, hange. hanya pusing karena kertas-kertas itu." hilda menunjuk setumpukan kertas yang berdiri di atas meja kerjanya.

erwin menyampaikan apa yang telah dibahas oleh mereka berempat dengan darius dan pixis, tidak lupa untuk memberitahukan perkembangan persiapan misi perebutan tembok maria di shiganshina.

hilda menyesap tehnya yang sudah dingin setelah mendengarkan laporan dari erwin, begitu pula levi yang tidak bisa membiarkan minuman kesukaannya terbuang sia-sia.

"kurang lebih dua minggu lagi, ya?"

"iya, paling cepat dua minggu lagi." hanji menjawab pertanyaan dari hilda dengan serius.

"erwin," meskipun yang namanya disebutkan hanya satu, tapi tiga pasang mata mengarahkan pandangannya kepada hilda. "tidak ingin merubah pikiranmu?"

levi dan hanji tidak tahu apa yang dibicarakan oleh hilda, mereka hanya diam dan siap mendengarkan perdebatan kedua sahabat mereka seperti biasanya.

"tidak. kamu akan tetap disini."

saat ingin membalas ucapan erwin, pandangan hilda kabur. kepalanya mulai merasakan sakit yang hebat dan darah mengalir dari hidungnya.

erwin yang duduk berseberangan dengan hilda ingin mendekati hilda dan memberikan sapu tangan miliknya. tapi tiba-tiba, hilda terbatuk-batuk, tangannya menutupi mulutnya.

"kenapa seka-"

hilda menjatuhkan cangkir teh yang ada di hadapannya dan erwin yang melihatnya mulai kehilangan kesadaran dan menangkapnya, memeluk tubuh perempuan yang kini terkulai lemas.

hanji yang berada di dekat hilda menyingkirkan tangan kiri hilda yang menutupi mulutnya dan melihat banyak darah yang telah keluar.

levi langsung berlari keluar ruangan, mencari seseorang untuk memanggilkan dokter.

〰️〰️〰️

sudah dua hari sejak hilda jatuh pingsan, dan selama dua hari itu erwin berada di sisinya, menunggu wanita yang sangat ia sayangi itu terbangun.

seseorang mengetuk pintu salah satu kamar rumah sakit tersebut dan erwin mengizinkan orang tersebut masuk. levi dan hanji pun membuka pintu dan melangkah memasuki kamar tersebut.

"benar kata levi, teh yang diseduhkan oleh hilda kepada kita dan teh yang dia minum hari itu berbeda."

"kamu menemukan teh tersebut, hanji?"

"tidak. tapi dari baunya yang menyengat, aku yakin teh itu mengandung suatu zat yang berbahaya, atau lebih tepatnya beracun."

"teh tersebut disembunyikan oleh si pelaku, ya?"

hanji hanya mengangguk dengan tegas, mengiyakan pertanyaan erwin yang kini melihat hilda berbaring di atas kasur.

"brikade sudah menemukan pelakunya?"

"sudah. pelakunya adalah wanita bangsawan yang merupakan istri dari kaki tangan rod reiss."

"sambil menangis, dia menolak semua tuduhan. padahal semua bukti mengarah jelas kepadanya." levi memotong pembicaraan erwin dan hange.

levi dan hange akhirnya menjelaskan lebih rinci tentang kasus ini hingga matahari tepat berada di atas mereka. levi dan hange pun pamit setelah menjelaskan semuanya kepada erwin dan meninggalkan erwin sendirian, menemani hilda.

tidak lama setelah levi dan hange keluar, kesadaran hilda mulai kembali. erwin yang merasakan jari jemari hilda bergerak ingin memanggil dokter, tapi hilda menahannya, meminta pria tersebut untuk tetap berada di sisinya.

hilda memaksakan tubuhnya untuk duduk dan mau tidak mau erwin membantunya meskipun hilda terus-terusan merintih kesakitan.

erwin menuangkan air dari cawan ke gelas, memberikannya kepada hilda, tapi hilda hanya meneguk sedikit karena dadanya yang terasa sakit.

"brikade kepolisian sudah menangkap orang yang meracunimu, hilda."

hanya senyum yang terukir di wajahnya setelah mendengar kalimat yang di ucapkan oleh erwin, dan erwin tahu makna dibalik senyuman itu.

"jangan bilang kamu tahu siapa pelakunya. kamu tidak ingin brikade kepolisian menangkap dia, karena itu cangkir yang masih berisikan teh beracun itu dijatuhkan olehmu. mereka beruntung karena di cangkir tersebut masih ada sedikit teh yang tersisa dan ada levi yang sangat menyukai teh."

hilda tertawa mendengar spekulasi dari erwin, tidak terkejut sedikit pun saat erwin mengetahui semuanya, sudah menjadi hal yang wajar jika erwin menebak jalan pikirannya.

"satu hari setelah suaminya ditangkap, wanita itu datang kepadaku dan memintaku untuk mengizinkannya bekerja di rumahku. semua hartanya disita oleh pihak militer dan ketiga anaknya yang masih kecil harus tetap dinafkahi."

erwin tidak memberikan jawaban. manik birunya hanya menatap hilda dengan teduh, berharap bahwa jawaban yang ada di dalam kepalanya salah.

"jangan melihatku seperti itu."

meskipun hilda meminta, erwin tetap tidak mengalihkan pandangannya.

"saat wanita itu pertama kali menyeduhkan tehnya, aku langsung tahu ada yang aneh pada teh tersebut. rasanya terlalu asam. aku tidak sebodoh itu."

"tapi kenapa kamu tetap meminumnya? setiap hari, selama dua bulan."

"entahlah."

erwin geram dengan jawaban hilda dan dia mengepalkan tangannya. hilda yang tahu bahwa pria dihadapannya kini sedang menahan amarahnya pun menghela nafas panjang.

"anggap saja aku sudah merencanakan untuk bunuh diri. sudah kubilang kan, tidak ada gunanya lagi aku hidup. aku sudah tidak punya tujuan lain. sudah berapa kali aku bertanya kepadamu, meminta padamu untuk menerimaku kembali ke pasukan pengintai?  kamu menolak semuanya. hari dimana aku menyesap racun itu, aku sudah siap dengan kematianku. tapi aku juga tahu, kalau kamu menuruti keinginanku aku akan tetap mati. ada kemungkinan lain, jika aku tidak minum teh itu, aku akan tetap hidup, seperti sebuah balon yang menggantung di udara."

hilda tidak sanggup untuk melanjutkan kalimatnya. nafasnya menjadi berat dan kepalanya mulai sakit kembali. selama dua bulan ia mengalami dua hal tersebut tapi selalu disembunyikannya dari erwin, hanya val yang tahu meskipun hilda tidak ingin satu orang pun mengetahui kondisinya.

"biarkan aku kembali, erwin. tidak ada yang menginginkan sebuah kematian yang sia-sia. lagipula, ini sangat menyiksa."

erwin masih ingat ucapan dokter yang memeriksa hilda. meskipun racun tersebut berhenti masuk ke dalam tubuh hilda, waktu yang dimiliki olehnya tidak akan lama karena hilda mengkonsumsi racun dalam jangka waktu yang panjang.

"kematian yang sia-sia, ya?"

erwin tahu, hilda mungkin telah merencanakan ini dari lama dan ia baru menyadarinya. wanita dihadapannya sangat paham bahwa dirinya tidak mungkin sanggup melihat hilda mati secara perlahan meskipun itu karena ulahnya sendiri.

"aku tidak punya pilihan lain, kan? lakukan apa yang kamu mau, hilda."





author's note
maaf hilda baliknya lama banget karena emang mau saya balikin pas "akhir-akhir".
maaf ya kalo nggak memenuhin ekspektasi,😭 terimakasih banyak atas saran dan kritiknya, saya selalu baca kok❤️

sonder || erwinxocTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang