twenty nine

811 112 4
                                        

dengan sebuah gelas di tangan kirinya, levi berjalan menuju lantai paling atas, tempat hilda akan menikmati minumnya.

levi tidak membawa alkohol karena dia yakin tadi sempat melihat sosok hilda mengambil satu atau dua botol alkohol dari gudang penyimpanan secara diam-diam.

sesuai perkataan erwin tadi, dia melihat hilda sedang meneguk alkohol langsung dari botolnya. sedangkan matanya tertuju pada bintang malam yang bersinar terang.

hilda tidak menyadari keberadaan levi, membuat sang pria bertubuh pendek itu harus memanggil namanya dua kali.

"mau?" tanya hilda menawarkan alkoholnya.

meskipun levi awalnya merasa geli karena mulut botol alkohol itu bersentuhan langsung dengan bibir hilda, dia tetap menyodorkan gelas yang dia bawa.

levi terkejut saat hilda mengambil dua botol alkohol lainnya dari sampingnya. botol-botol itu masih tertutup rapat, dan hilda hanya butuh satu tangan untuk membukanya. dia pun menuangkannya kepada levi.

"3 botol sekaligus, sudah seperti pemabuk berat saja." ucap levi sambil meminum alkohol dari gelasnya.

"ahahaha! aku baru benar-benar mabuk biasanya setelah minum lima botol."

"dasar. cara bicaramu sudah seperti orang mabuk."

"ah, mungkin sudah mulai. alkoholnya sangat kuat."

hilda mengangkat alkohol yang digenggamnya. dia melihat cahaya bulan yang bersinar dengan terang menembus sisa alkoholnya.

"levi, maaf. tidak seharusnya aku membantingmu."

levi melihat hilda yang duduk di sampingnya. kepalanya menunduk, rambutnya pun ikut turun sehingga wajahnya tertutupi. dia tidak bisa melihat raut wajah orang di sampingnya dan suaranya kali ini pun tidak bisa ditebak karena nadanya sudah mulai seperti orang mabuk.

"aku juga. maaf, asal bicara."

"naah! kita sudah baikan, ceritakan lebih lengkap tentang kenny!!"

sesuai permintaan hilda, levi bercerita tentang masa kecilnya yang dirawat oleh kenny sambil meminum alkohol dari gelasnya. sedangkan hilda dengan cepat menghabiskan satu botol lainnya dan yang tersisa sekarang hanya satu botol, berbagi dengan levi. hilda menuangkannya pada gelas yang dia bawa tadi.

"kenapa tidak menggunakan gelas itu daritadi?"

"kelamaan."

"menjijikkan."

levi melanjutkan ceritanya. dia tidak keberatan menjawab pertanyaan hilda tentang ibunya yang sudah meninggal sejak dia masih sangat kecil.

hilda juga bercerita bagaimana saat masih berumur 9 tahun ada sekumpulan orang-orang yang berusaha menculiknya. pelayan pribadinya yang saat itu sangat dekat dengannya tewas saat mencoba untuk melindunginya dan itu membangkitkan kekuatannya.

"sejak kecil, orang tua kita sudah tidak lengkap, ya."

levi tidak menanggapi ucapan hilda. hilda meneguk alkohol yang ada di gelasnya sampai habis dan menatap lamat-lamat gelas tersebut.

"dan sekarang, aku memerintahkan orang-orang tidak berdosa itu untuk mati, meninggalkan anak, istri, dan cucu mereka."

"sampah sekali."

hilda memecahkan gelasnya dengan tangan kirinya, tangan memegang gelas tersebut. emosinya yang meluap dilampiaskan lewat tangan itu dan membuat gelas tersebut pecah.

darah bercucuran dari telapak tangannya yang masih diperban, namun hilda hanya melihatnya tanpa bereaksi apa pun. sementara levi memarahinya dan menariknya berdiri, ingin membawanya ke ruang kesehatan.

levi memapah hilda yang kesadarannya mulai menghilang akibat alkohol, sedangkan darah masih keluar dari tangannya.

di koridor, mereka melihat erwin yang berjalan menghampiri mereka. levi langsung melepaskan hilda dan membiarkan hilda berlari dan memeluk erwin.

"ko~man~daan!"

"oy erwin, tangannya terluka karena pecahan gelas. obati sana, aku akan membersihkan pecahan gelasnya."

setelah levi berlari kembali untuk membersihkan gelas yang dipecahkan oleh hilda, erwin memapah hilda dan membawa gadis yang sedang mabuk itu ke ruang kesehatan.

dengan bantuan cahaya dari lilin dan bulan yang sedang menampakkan dirinya, erwin menjahit luka di tangan kiri hilda.

"hilda," panggil erwin dengan pelan. "jangan terlalu keras pada dirimu sendiri."

hilda yang masih mabuk melihat erwin yang sedang menjahit lukanya dan mencubit pipinya.

"wohh~ beneran komandan~"

"jangan bergerak dulu, bisa-bisa aku salah jahit."

"hehehe."

hilda berhenti bergerak dan melepaskan tangan kanannya dari wajah sang komandan. dia hanya tersenyum, menunggu erwin selesai mengobati lukanya.

setelah selesai mengobati luka baru hilda dan mengganti perbannya lagi, erwin mengajak hilda untuk kembali ke kamarnya, namun hilda menarik tangannya.

"kamu tidak ingin bertanya, kenapa aku tidak panik saat mendengar gerbang di shiganshina hancur?"

erwin hanya diam, dia tidak menjawab hilda karena sudah mengetahui alasannya.

"iya, benar. dengan ukuran yang sebesar itu, titan tersebut akan menerbangkan semua yang ada di sekitarnya, termasuk panti itu. kemungkinan besar semuanya sudah tidak ada, entah itu karena tertimpa batu atau dimakan titan. hiyaahh~ seharusnya aku membeli rumah yang jauh dari gerbang."

erwin berlutut pada satu kaki, menyejajarkan mata birunya dengan mata hilda yang kini berwarna hijau karena cahaya dari lilin.

"sudah kubilang, jangan terlalu keras pada dirimu sendiri."

hilda mengalihkan pandangannya. dia menatap dinding kosong yang tidak ada apa-apanya. perasaan bersalah terus menusuk hatinya.

"kalau aku mengajukan proposal pembangunan desa di luar tembok rose dan sina lebih cepat, menaikkan jumlah ketersediaan pangan, mungkin mereka tidak akan mati dengan sia-sia."

bayang-bayang senyuman anak-anak panti dan sahabatnya mulai muncul. hilda dapat melihat mereka melambaikan tangan kepadanya dengan senyum yang akan dirindukannya.

"mungkin, kalau aku menemukan pemimpin dinding yang baru, aku bisa merubah segalanya,mungkin dia akan mendengarkanku, mungkin dunia akan menjadi lebih baik saat aku tidak sebodoh ini."

erwin dapat melihat cahaya di mata hilda yang mulai pudar, dia dapat melihat mata hilda yang semakin dingin. dia tahu akan ada yang berubah dari sosok dihadapannya.

hilda akhirnya melihat wajah pria dihadapannya lagi. hilda tersenyum, berharap erwin akan tetap mencintainya meskipun dia berubah menjadi sesosok yang tak berperasaan.

erwin menarik hilda ke dalam pelukannya yang hangat, pelukan yang selalu menguatkan dan menghangatkan sosok hilda yang rapuh. erwin membiarkan hilda tertidur dalam pelukannya.

sonder || erwinxocTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang