four

1.3K 185 6
                                    

karena hanya regu mereka yang mendapatkan daging, mereka duduk di satu meja dan memakan daging tersebut bersama, kapten mereka juga termasuk.

"disini pun kamu tetap jadi ace, hilda."

"orang bertalenta beda, ya."

hilda hanya tertawa kecil mendengar pembicaraan teman-temannya itu. senior yang satu regu dengan mereka berterima kasih karena telah memenangkan latihan tadi sehingga mereka dapat menikmati daging juga.

disaat bawahannya bersenang-senang dan menikmati daging yang jarang mereka makan, erwin memikirkan hal lain.

"kapten, senior, teman-teman, saya duluan, ya."

"eh? hilda tidak mau nambah lagi?"

hilda hanya menggeleng dengan senyum manis yang selalu terukir di wajahnya, membuat siapa pun yang melihatnya tidak percaya bahwa dia adalah gadis yang ternyata memiliki aura pembunuh yang tajam.

ada beberapa pertanyaan yang ingin ditanyakan oleh erwin kepada hilda, membuatnya segera menyusul hilda dan mencarinya.

erwin tidak menemukan hilda dimana pun. saat dia mencoba untuk mengetuk pintu kamar hilda, tidak ada yang menjawab, dia juga tidak melihat siapa pun berjalan-jalan di lorong maupun taman.

"anak itu kemana, sih?"

saat erwin mencoba untuk melihat bulan yang sedang bersinar terang, dia melihat sosok yang dicarinya. gadis dengan rambut hitam yang tertiup angin itu sedang duduk di atap, melihat lurus ke pemandangan kota yang tenang.

suara langkah kaki seseorang yang berjalan mendekatinya membuat hilda waspada. untunglah saat dia menoleh, dia melihat erwin dengan seragamnya yang masih lengkap.

"halo, kapten."

erwin terkejut mendengar sapaan santai tersebut, biasanya bawahannya memberi erwin hormat dan bersikap tegap.

"santai sekali cara bicaramu."

"kalau kapten kesini, berarti anda ingin bersantai, kan?"

mendengar balasan yang pintar tersebut, erwin hanya bisa tersenyum. gadis disampingnya duduk sambil menekuk lutut dan memeluknya, membuatnya semakin terlihat kecil dan rapuh.

entah apa arti tatapan yang ada di mata hilda, namun erwin dapat melihat ambisi yang besar pada mata gadis tersebut.

"jadi, aku dengar kamu masuk 10 besar, kenapa tidak memilih brikade kepolisian?"

hilda akhirnya melihat pria yang di sampingnya, meskipun dengan tatapan 'pertanyaan macam apa itu' terlihat sangat jelas.

"karena saya tidak mau."

"tidak mau memberi jawaban sebenarnya?"

"itu sudah jawaban sebenarnya, kapten."

"jawaban yang lebih lengkap?"

"saya rasa itu sudah cukup jelas."

"saya kurang puas dengan jawabanmu."

"kalau begitu, coba ganti pertanyaan."

perdebatan mereka berhenti sebentar. erwin tertawa mendengar betapa pintar anggota barunya itu sampai dia kalah berdebat. sedangkan hilda hanya diam terkejut melihat kaptennya tertawa seperti ini, dia tidak menyangka kaptennya yang kaku bisa juga ketawa.

"kalau begitu, alasan bergabung dengan pasukan pengintaian?"

hilda tidak langsung menjawab. dia melihat langit dengan burung-burung yang berterbangan, bebas. banyak pertanyaan yang ingin dia temukan jawabannya. terlalu banyak pertanyaan yang diberikan langit kepada siapapun yang berteduh dibawahnya.

"mungkin saya, ingin mencari jawaban."

"jawaban apa? untuk apa?" erwin menatap dalam-dalam lawan bicaranya, membuat hilda yang sadar erwin semakin mendekat mundur kebelakang.

"eh? ah, itu..."

hilda gelagapan saat ingin menjawab pertanyaan erwin. bukan karena bingung harus menjawab seperti apa, melainkan karena situasi diantara mereka berdua yang membuatnya seperti itu.

hilda melihat mata biru erwin yang indah. rambut pirangnya yang memantulkan sinar rembulan tertiup angin dan paras wajahnya yang tegas membuatnya salah tingkah.

dapat dirasakannya wajahnya memerah, entah harus berbuat apa. hilda hanya memalingkan wajahnya, berharap erwin tidak melihat wajah merahnya.

"saya ingin tahu apa itu titan, siapa yang menciptakan makhluk itu. saya juga... ingin tahu alasan sebenarnya kenapa kita dikurung seperti ini, dan siapa yang mengurung kita seperti ini."

erwin masih melihat ambisi di mata gadis tersebut. ingatan dengan ayahnya terlintas, tentang kemungkinan ada manusia yang tinggal di luar dinding besar ini.

"ada manusia yang hidup di luar dinding ini."

hilda kembali melihat pria berbadan besar di sampingnya, namun kali ini dengan raut wajah yang terlihat kaget.

"apakah kamu percaya dengan ucapanku tadi?"

hilda hanya diam, begitu pula erwin yang menunggu jawaban dari hilda. mata mereka lagi-lagi bertemu. rambut hitam dan pirang yang sama-sama tertiup angin suara pepohonan yang tersentuh anginlah yang mengisi kesunyian diantara dua orang tersebut.

pemandangan malam itu sangat indah. bisa jadi orang yang lewat dan melihat mereka berdua akan mengira isi pembicaraan mereka adalah sesuatu yang indah, romantis, dan sebagainya lah, meskipun sebenarnya apa yang mereka bahas ini adalah sesuatu yang sangat dalam.

alih-alih mendengar sebuah jawaban, hilda dan erwin mendengar suara berisik yang menandakan prajurit lainnya telah selesai makan malam dan akan kembali ke kamar mereka masing-masing.

mau tidak mau erwin dan hilda menghentikan percakapan mereka dan kembali masuk ke markas.

erwin mengulurkan tangannya untuk membantu hilda turun dari atap. saat mereka kembali memasuki markas, erwin melepaskan genggamannya. membuat hati hilda terasa sakit meskipun dia tidak tahu alasannya kenapa.

"kembalilah ke kamarmu dan segera tidur."

"baik, kapten."

erwin tidak langsung membalikkan badannya dan pergi meninggalkan hilda, dia mendekati gadis tersebut dan menyejajarkan pandangan mereka.

erwin merapikan rambut hitam hilda dan melihat ada sedikit goresan di wajah hilda. beruntung bagi hilda, erwin lagi-lagi tidak melihat wajahnya yang memerah.

sonder || erwinxocTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang