thirty nine

665 102 8
                                        

hilda dapat mendengar semuanya dari balik pintu yang besar itu. dia dapat mendengar suara erwin yang jika rencana mereka gagal, maka itu akan menjadi kalimat terakhirnya.

dia memberikan aba-aba kepada salah satu bawahan pixis untuk masuk ke dalam, menjalankan rencana yang telah disusun.

hilda tidak ikut masuk ke dalam, hanya mendengarkan keributan dari balik pintu dan menunggu para bangsawan lain dibawa oleh pasukan militer.

saat hilda memasuki ruangan, dia melihat borgol di tangan dan kaki erwin sudah dilepaskan oleh nile tapi hilda tidak mengucapkan sepatah kata pun kepada erwin.

"paman darius, berikan yang satunya untukku. sisanya terserah mau paman apakan."

darius menyetujui ucapan hilda dengan anggukan.

hilda yang daritadi membawa jas milik erwin di tangannya pun memakaikan jas itu kepada erwin.

"kamu ingin langsung ke orvurd?" tanya hilda kepada erwin yang sedang mengancing jasnya.

"iya, levi dan lainnya berada di daerah utara, kan?"

"seharusnya."

setelah menyarankan agar erwin kembali ke trost terlebih dahulu, hilda langsung menemui nile. dia meminta nile untuk mengurus beberapa bangsawan yang mungkin akan memiliki banyak pertanyaan atau bahkan mereka akan memberontak.

"kembalilah ke trost duluan. kamu akan berangkat ke orvurd setelah matahari terbenam, kan? aku akan menyusul."

erwin kembali ke markas pasukan pengintai yang terletak di distrik trost bersama darius. saat perjalanan darius terus-terusan mengajaknya bicara padahal rahangnya masih terasa sakit karena dihajar habis-habisan saat interogasi.

setelah memberikan perintah kepada pasukannya untuk bersiap ke orvurd, erwin menunggu persiapan selesai di kantornya sambil mengompres matanya. merasa sangat lelah, erwin pun tertidur sampai seseorang membangunkannya. dia melihat hilda sedang melambaikan tangan kirinya tepat didepan wajahnya, menahan diri untuk tidak mencubit wajah erwin yang sedang terluka.

"oh? lebam di matamu sudah menghilang."

"tapi masih sedikit bengkak."

hilda langsung mendekatkan wajahnya dengan wajah erwin untuk melihat bengkak pada mata erwin dengan jelas. lebam birunya memang sudah menghilang, namun bengkaknya masih dapat dilihat dengan jelas.

"berapa kali dia memukulmu?" tanya hilda masih belum menjauhkan wajahnya dari wajah erwin.

"tidak mungkin aku ingat."

"komand-" seorang anggota pasukan pengintai tiba-tiba memasuki ruangan dan melihat pemandangan dua manusia dengan jarak yang sangat dekat.

"ma-ma-maafkan saya atas kelancangan saya!" prajurit tersebut panik dan gelagapan.

"tidak apa-apa. persiapannya sudah selesai?"

"sudah, komandan!"

"kita akan berangkat sebentar lagi."

setelah memberi hormat kepadanya, erwin dan hilda melihat pasukan tersebut menutup pintu dan langkah kakinya semakin tidak terdengar.

"jangan bilang kamu ingin ikut, hilda."

"barusan mau bilang. pinjamkan aku 3d manuver."

"tidak, sekarang kamu hanyalah rakyat biasa."

"cih. aku kesana hanya untuk memastikan historia reiss kembali dengan utuh, tidak lebih tidak kurang. kalau ada pertarungan pun aku akan langsung membawanya kabur."

setelah menghela nafas panjang, erwin mengangguk, mengkabulkan permintaan hilda. erwin meminjamkan jubahnya yang lain untuk digunakan hilda sedangkan hilda masih memakai setelan di bawah jubah itu.

erwin tiba-tiba mengacak-acak rambut hilda setelah dia melihat hilda menggunakan jubah dengan lambang sayap kebebasan dibelakangnya. dulu, hampir setiap hari dia melihat sang gadis menggunakan seragam itu, berada di sisinya, tapi sekarang dia tidak pernah lagi melihatnya menggunakan seragam kebanggaannya.

"bikin menyesal saja." gumam erwin yang tidak terdengar oleh hilda.

"hm? apa?"

"lupakan."

mereka berpisah di koridor saat erwin melihat pixis dan beberapa bawahannya menghampirinya, sedangkan hilda berjalan menuju lapangan untuk memakai 3d manuver dan mempersiapkan kudanya.

tidak sedikit anggota pasukan pengintai yang merindukan hilda. mereka langsung mengerumuni hilda saat hilda menapakkan kaki di lapangan.

salah satu anggota pasukan pengintai mendatanginya sambil membawa koper tangan berwarna coklat dan memberikannya kepada hilda.

"apa itu?" tanya hilda yang sedang memeriksa kudanya.

"komandan erwin menyuruh saya untuk mengambilkan ini dan memberikannya kepada anda."

hilda berjalan mendekati koper itu dan membukanya. dia melihat alat yang tidak asing baginya. dikeluarkan 3d manuver tersebut dari koper berwarna coklat dan hilda memperhatikan bagian bawah pegangan tangannya. hilda melihat sebuah tanda yang pernah diukirnya saat pertama kali mendapatkan alat tersebut.

"komandan menyimpannya di ruangannya. kalau itu milik komandan, nanti beliau menggunakan 3d manuver milik siapa?"

"ini punyaku." rekannya tidak dapat mendengar suaranya yang pelan.

setelah hilda secara resmi berhenti bekerja sebagai anggota militer dan melepaskan jabatannya, dia wajib menyerahkan 3d manuvernya kembali karena warga biasa tidak boleh menggunakannya tanpa mendapatkan izin. dan erwin menyimpan 3d manuver itu di ruangannya, entah apa yang dia harapkan saat menyimpan dan merawat alat tersebut, mungkin dia berharap hilda akan berada di sisinya lagi seperti dulu.

setelah selesai berbicara dengan pixis, erwin menghampiri kudanya yang ternyata dijaga oleh hilda yang sudah memakai 3d manuvernya.

"masih bisa digunakan, kan?"

"tentu saja. ternyata si komandan belum bisa melepaskan bawahannya yang paling rajin."

mereka berdua tertawa. di mata pasukan pengintai yang lain, tawa kedua atasan mereka adalah sesuatu yang sering mereka lihat dulu, namun sejak hilda berhenti menjadi pasukan pengintai, mereka tidak pernah melihat momen ini lagi.

"senangnya, seperti melihat orang tua kita merujuk." ucap salah satu anggota pasukan pengintai yang melihat hilda dan erwin.

sonder || erwinxocTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang