25. Tutor Sebaya?

3.2K 157 3
                                    


VOTE SAMA FOLLOW NJIM!


"Otak cewek gue gak se enol yang lo pikir"
-Gildan Ragasa

25.  Tutor Sebaya?

Hari ini aku berangkat lebih pagi. Sengaja mau berangkat duluan dari Bulan. Soalnya kalau datang pas dia udah duduk dikelas bikin aku jadi kikuk. Kalau boleh jujur, sebenarnya aku gak pernah biasa marahan sama Bulan. Tapi rencananya hari ini aku bakalan minta maaf, sebenarnya bukan karna disuruh Gildan. Tapi emang akunya tidak betah jika harus berlama-lama perang dingin dengannya.

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Bulan datang. Seperti biasa cewek itu diantar Bintang ke kelas. Setelah Bintang pergi barulah aku berani membuka topik pembicaraan dengan Bulan.

"Udahan ya, Lan," kataku menyolek pundaknya.

"Udahan apa? Aku lagi gak main uno," sahut Bulan tanpa menoleh.

Aku menghela nafas, "udahan marahannya. Aku minta maaf," ujarku memperjelas.

Si Bulan melirikku. Cewek itu lalu memberikan buku catatannya membuat aku melongo.

"Hah?" Cengoku gak mudeng.

"Kerjain PR. Pasti belum kan? Itu aku udah. Kamu boleh nyontek," kata Bulan santai.

Ternyata Bulan gak marah. Sekarang aku percaya kalau hatinya Bulan sebaik bidadari. Dia bener-bener baik.

Aku langsung senang karnanya, "kamu gak marah?!" tanyaku.

Bulan menggeleng.

"Gak penting marah-marahan. Kita bukan anak kecil lagi," kata Bulan dengan gaya santainya.

Aku geleng-geleng terharu. Gak nyesel punya temen berhati bidadari. Seribu love untuk Bulan! 

"Makasih, ya,  Bulan. Kamu baik banget. Maaf kalau aku marah-marah ke kamu kemarin," Aku memeluk Bulan dari samping. Tapi Bulan malah melepasnya membuat aku cemberut kecut.

"Udah, gak usah lebay. Cepet kerjain PR. Nanti keburu bell masuk bunyi," ujar Bulan mengingatkan.

Aku nurut-nurut aja dan langsung mengeluarkan buku catatanku lalu menyalin cacatan Bulan. Setelah mengetahui bahwa Bulan berhati baik sebaik bidadari maka mulai hari ini aku harus patuh dan mendengarkan perkataannya. Hidup Bulan si cewek berhati bidadari!

"Kemarin kemana gak sekolah? Kata Reza, Gildan juga gak masuk. Bolos berdua ya?" goda Bulan.

Aku nyengir. Merasa tercyiduk.

"Iya aku diajak bolos. Tau gak dia ajak aku kemana? Dia ajak aku kerumah sakit,  Lan!" sahutku sedikit melebay-lebaykan.

"Hah? Ngapain? Jangan bilang kamu ha-"

"Hamil palamu gendut! Mana ada! Jangan mikir gitu dong, Lan. Aku itu anak baik-baik. Tenang aja," Potongku karna Bulan mulai menebaknya ngaur.

"Lah terus ngapain?" Bulan bingung. Kening cewek itu mengerut.

Aku menutup buku catatanku dan menghadap ke Bulan dengan tatapan serius.

"Dia ngenalin aku sama Mamahnya! Ibu mertuaku,  Lan!" seruku bangga.

Bulan jijik dengernya. Cewek itu langsung masang wajah menyesalan karna udah denger fakta ini, "kirain apa. Gak penting banget," cetusnya.

"EH! TAPI BUKAN ITU BAGIAN INTINYA," sanggahku cepat.

"Apa?" tanya Bulan jengkel.

"Mamahnya Gildan sakit.  Udah satu tahun koma dan cuma bisa terbaring mengenaskan diatas kasur rumah sakit," tiba-tiba aku jadi melow. Mengingat betapa sedihnya Gildan saat menceritakan kejadian yang membuat Mamahnya seperti itu.

Posesif Gildan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang