17. Manusia kutub

3.8K 191 6
                                    

VOTE DAN FOLLOW DULU YA! TOLONG BANGET INI MAH.

MAAFIN TYPO YANG SUKA BERTEBARAN:)
SOALNYA TYPO AKU MERESAHKAN BGT:)



"Gildan itu kaya es batu. Dingin, keras, tapi aku yakin, kalau Gildan ketemu matahari yang hangat, pasti es batu itu akan mencair"
-Disa Arine

17. Manusia kutub

Bulan menatapku dengan tatapan bosan. Cewek dengan tangan yang di biarkan menyilang di atas meja itu sedang mengamatiku sejak tadi. Matanya menatapku tajam, seperti ada aura ingin memakan temannya sendiri.

"udah ngegalaunya?" tanya Bulan lemas.

Aku menggeleng kuat.

"udah tiga hari lebih Gildan nggak nemuin aku, Bulan. Aku frustrasi," ujarku lesu. Memikirkan Gildan yang semakin hari semakin menghilang. Cowok itu juga semakin menjadi es batu yang berada di dalam kulkas berkarat. Sulit di gapai.

Bulan menghela napas dalam lalu mengusap wajahnya lelah, "samperin aja sana. Dari pada kaya orang stres kaya gini mulu," damprat Bulan.

Aku menggeleng ogah. Beberapa hari lalu aku pernah mencari Gildan. Tapi cowok itu tidak mau bicara dengan ku. Dia terus menganggapku tidak ada. Teman-temanya pun seperti tidak ingin berbicara dengan ku lagi.

"Gildan pasti ngacangin aku. Aku nggak mau di kacangin,"

"BULAN KENAPA GILDAN JADI ES BATU???" teriak ku membuat Bulan menutup wajahnya dengan buku catatan miliknya. Malu.

"DISA. KECILIN SUARA KAMU!" bisik Bulan memarahiku.

"tapi aku galau," ujarku nunduk.

"sikurin! Makan tuh bucin! Makanya jangan suka ngatain orang bucin! Inget, semua orang akan bucin pada waktunya!" Bulan malah memaki ku setengah meledek. Cewek itu sangat puas karena melihat aku menjadi cewek galau kaya gini.

Pak Agung datang menghentikan kericuhan kelas. Murid yang tadinya sedang berfoto, bergosip, tidur, galau, semuanya mendadak diam karena kedatangan pak Agung. Sangat enak menjadi pak Agung. Tinggal nunjukin diri. Semua hening. Keren!

"hari ini ada pr?"

Pertanyaan pak Agung membuat murid-murid kelas saling tatap-tatapan. Semalam sudah kompromi di grup whatsapp kalau hari ini sepakat nggak ngerjain PR.

"nggak ada pak!" jawabku paling kencang.

Yang lainnya langsung menoleh ke meja ku. Aku bingung di tempat. Kenapa? Salah? Kan udah sepakat.

"ada pr kok pak!" sanggah si marimas. Alias si marlita. Cewek sok pinter yang pakai kacamata tebal. Pengen aku pites aja mulut lemes yang menghancurkan rencana yang sudah di tata dengan penuh niat dan kerja sama.

Tolong hempaskan temen sekelas yang suka bilang ada PR karena dia sudah ngerjain PR. Sok rajin.

Aku melotot ke arah si marimas. Cewek itu kelihatan tidak berdosa sama sekali. Karena dia malah maju dan mengumpulkan buku PR nya. Na'asnya lagi, yang lain juga ikutan ngumpulin.

"EHHH KOK PADA NGERJAIN SIH?"

Aku melongo sekaligus panik. Pasalnya ini tidak sesuai dengan kesepakatan di grup kelas semalam.

"makanya baca grup lagi. Nggak jadi kita ngikutin rencana sesat kamu! SASAT!" ujar Bulan tega. Dia juga mengumpulkan tugas nya.

Aku miris sekali dengan diriku sendiri. Aku yang membuat siasat itu. Tapi malah aku yang di khianati. Sungguh tidak berperi kemanusiaan.

Posesif Gildan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang