24. Cerita Gildan

3.2K 162 5
                                    

Hai!
Vote dulu lah bro. Males bgt kalo ga vote. Ga temen gue sama lo. Kemusuhan kita kalo lo gak vote.

Kalo votenya dikit mager update. Bye. Yg gak follow gak vote tapi baca, fix kita kemusuhan. Bye!

"Hidup tanpa pencahayaan itu sulit. Kamu hebat kamu bisa melewati masa itu"
-Disa Arine

24. Cerita Gildan

Aku sudah siap berangkat sekolah sejak 30 menit yang lalu. Seperti biasa, Gildan akan menjemputku hari ini. Kalau dipikir-pikir, punya pacar itu enak juga. Bisa irit ongkos karna bisa nebeng kesekolah. Lumayan uangnya buat beli make up atau jajan dipinggir jalan.

Motor Gildan sudah terdengar dari dalam rumahku. Cowok itu memencet klaksonnya menandakan dia sudah sampai tepat didepan gerbang.

"BANG AKU BERANGKAT DULU!" teriakku pamit.

"BERANGKAT SAMA SIAPA LO?" tanya Bang Rigel.

"BIASA. SAMA GILDAN," sahutku buru-buru pakai sepatu didepan pintu.

"Hati-hati. Jangan pegangan," ujar Bang Rigel sudah berdiri disamping ku sambil minum kopi.

"Emang kenapa gak boleh pegangan, Bang?" tanyaku bingung.

Bang Rigel mendekat dan berbisik, "nanti hamil."

Aku langsung menabok bahunya keras.

"BODOH!" dampratku lalu pergi sambil geleng-geleng. Heran kenapa Bang Rigel bisa tumbuh besar dan menjadi manusia menyebalkan.

Saat aku menghampiri Gildan, dia langsung menyambutku dengan senyumannya. Kali ini entah kenapa dia tersenyum. Biasanya jika dia menjemputku dia tidak pernah menampilkan senyumnya.

"Tumben senyum," ujarku menatapnya heran.

"Gak pa-pa. Emang gak boleh?" jawab Gildan malah balik nanya. Dia emang suka gitu kalau ditanya. Bukanya menjawab malah nanya balik.

Aku mengangguk kuat,"boleh kok! Boleh banget. Buat kamu apa sih yang enggak," sahutku nyengir. Lalu naik keatas motor Gildan, tak lupa melingkarkan tanganku dipinggang Gildan. Dan menunggu motornya yang tak kunjung jalan.

"Kok diem aja, Dan? Gak mau jalan?" tanyaku bingung kenapa motonya tidak kunjung melaju.

"Yakin mau pegangan?" tanya Gildan.

Aku bingung. Biasanya juga aku emang pegangan gini. Apa dia sirih gitu?

"Emang kenapa kalo aku pegangan, Dan?" tanyaku panik.

"Kalo pegangan nanti hamil," goda Gildan terkekeh.

Aku langsung mencubit perut Gildan membuat cowok itu meringis kecil. Biar saja. Siapa suruh nyebelin kaya Bang Rigel.

Lalu Gildan menancap gas nya dan mulai menerusuri jalanan. Jalanan kali ini tidak terlalu ramai. Sehingga Gildan bisa mengendarai motornya dengan kecepatan yang cukup kencang.

Aku mulai bungung saat cowok itu malah belok kearah yang berlawanan dari lokasi sekolahan kami.

"Loh? Kita mau kemana? Sekolah kita gak lewat sini, Dan," ujarku kebingungan.

"Bolos sehari gak akan bikin lo gak lulus kan?" sahut Gildan membuat aku diam seribu bahasa.

Aku hanya bisa pasrah setelahnya. Iya memang. Bolos 1 hari gak akan bikin aku gak lulus, tapi bikin aku diomelin Ayah dan Bunda semalaman.

Setelah beberapa menit diperjalanan. Gildan memberhentikan motornya didepan gedung rumah sakit. Salah satu rumah sakit besar di kotaku. Aku hanya pelanga-pelango sekarang. Gildan akan ngajak aku bolos kerumah sakit gitu? Atau dipikir aku hamil beneran? Gak mungkin sih.

Posesif Gildan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang