22. Pasar malam

3.9K 171 12
                                    

Jangan lupa VOTE DULU!
follow akun wattpad aku juga ya!

Selamat membaca♡

"lo gak perlu lipstik untuk membuat bibir lo terlihat manis. Dengan lo senyum aja itu udah cukup menarik perhatian banyak orang. Apalagi gue" -Gildan Ragasa

"gak semua hubungan kakak beradik akur kaya lo sama abang lo, Sa. Ada yang satu atap tapi kaya gak saling kenal. Bahkan ada yang sampai pisah atap karena satu hal yang mereka hadapi" -Gildan Ragasa

22. Pasar malam

Aku berdandan secantik mungkin. Kaca rias di depanku ini aku tatap sambil tersenyum gigi. Aku merasa bahwa aku adalah sang putri yang paling cantik di sebuah kerajaan besar. Namun hayalan itu hilang setelah bang Rigel masuk ke dalam kamarku sambil membawa bantal guling di tangannya.

"gue numpang tidur, Dis, gue mohon jangan larang gue!" ujar bang Rigel dengan nada khas orang mengantuk.

Bang Rigel menatapku sebentar. Nyawa bang Rigel langsung ngumpul saat melihat aku. Jelas lah, aku pasti cantik banget sehingga bang Rigel langsung terpana melihat kecantikanku ini.

"kok ada ondel-ondel di kamar lo, Dis?" ujar bang Rigel kurang ajar.

Aku melotot sempurna. Enak aja udah cantik gini di bilang ondel-ondel!

"BANG RIGEL! TAUAH. GAK NGERHARGAIN CEWEK BANGET!" aku marah banget. Bayangkan saja. Aku sudah setengah mati berusaha agar bisa berdandan supaya cantik terus dia malah bilang aku mirip ondel-ondel? Itu sangat menyayat hati.

"lagian lo mau ke mana pake dandan semenor itu? Lo itu udah cantik walaupun gak dandan adik ku tersayang," ujar bang Rigel tumben. Tumben muji adiknya. Pasti ada maunya.

"gue boleh numpang molor ya? Ngantuk banget gue."

Nah kan benar! Ada maunya!

Aku cemberut lalu menatap wajahku di cermin. Emang sih. Ini agak berlebihan. Untung bang Rigel menyadarkan kalau make up yang aku pakai ini terlalu menor.

"emang kenapa kamar abang?" tanyaku sambil menghapus make up nya.

"AC mati. Gak bisa gue hidup tanpa AC," jawabnya lebay. Gimana bisa tinggal di hutan kalau kaya gitu gaya hidupnya. Sok kaya!

Setelah selesai berdandan, aku langsung bergegas keluar. Make up ku sudah ku buat senatural mungkin. Sehinga kecantikanku juga udah pasti natural gak di buat-buat.

Malam ini seperti janji Gildan tadi pagi. Dia mau mengajakku jalan. Istilah kerennya ngedate. Ah, akhirnya aku akan merasakan yang namanya ngedate. Selama ini jika dekat dengan cowok hanya sebatas suka-sukaan terus chatting aja. Habis itu di goshing atau aku yang ngegoshing.

Motor Gildan berhenti di depan gerbang. Untung saja Gildan tidak memasukan motornya ke dalam rumah. Takutnya bang Rigel ada terus ngecengin aku. Bisa-bisa jadi bahan ledekan dia nanti.

Gildan malah turun dari motornya dan menghampiriku yang berdiri di depan rumah. Aku segera menahannya cepat. Jangan sampai ada yang tau kalau aku di jemput cowok!

"ehh? Mau kemana?" tanyaku menahannya.

"izin ke orang tua lo," jawab Gildan.

Aku menggeleng kuat, "gak usah! Ayah sama Bunda lagi gak ada di dalam," jawabku jujur. Mereka memang sedang pergi ke luar kota. Urusan pekerjaan Ayah katanya.

"lo sendiri?" tanya Gildan.

Baru saja aku mau membuka mulut. Tapi bang Rigel sudah nongol dari balik pintu besar rumahku, "WOI APAAN SI BRISIK-BRISIK? GANGU ORANG TIDUR AJA," teriak bang Rigel membuat aku menepuk dahiku kasar.

Posesif Gildan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang