39. Yang Dia Rasakan

2.9K 152 18
                                    

Di ambil dari sudut pandang author ya bebs.

Part ini nggak panjang. Karena cuma menyorot Gildan aja.

Nanti malem aku up lagi deh part yang agak panjang. Jangan lupa vote ya!

39. Yang Dia Rasakan

Gildan Ragasa, cowok yang di kenal karena sikapnya yang dingin dan cuek. Dia tampan. Mungkin banyak para kaum hawa yang jatuh hati padanya. Tapi tidak dari satu pun mereka berani caper ke Gildan. Apalagi ngungkapin secara terang-terangan. Ah, itu sangat tidak mungkin. Bisa-bisa mereka semua di tolak mentah-mentah oleh cowok itu.

Beberapa bulan yang lalu, ada satu cewek yang berhasil membuatnya jatuh cinta tanpa melakukan apapun. Disa Arine namanya. Tanpa menggoda saja Disa sudah membuat Gildan jatuh cinta. Bagai mana jika Disa menggoda? Sudah pasti Gildan akan mati di tempat.

Dengan keberaninya dan di tambah oleh rasa percaya diri yang tinggi. Gildan menyatakan cinta ke Disa. Oh, salah. Lebih tepatnya memaksa Disa untuk menjadi pacaranya. Gildan tidak butuh jawaban, apalagi jawaban penolakan. Dia hanya mau Disa menjadi pacarnya, itu saja.

Tapi, setelah Disa menerima cintanya dengan tulus, Gildan malah mengakhiri hubungan mereka. Gildan baru saja resmi menjadi jomblo. Ya, dia seorang jomblo.

Cowok itu berdiri di samping ranjang rumah sakit. Menatap Dandi yang masih belum sadar juga. Dandi dilarikan ke rumah sakit setelah terbaring lemah di bangunan tua beberapa hari lalu. Gildan sendiri yang menyuruh Reza untuk membawa Dandi. Tentu saja Gildan masih memiliki hati, sehingga dia tidak mau abangnya mati karena ulahnya.

Gildan memasukan kedua tangannya ke saku, netranya menyorot Dandi dari ujung kaki sampai ujung kepala. Dalam hati Gildan mengumpati abangnya itu, kesal karena Dandi sangat lemah. Harusnya Dandi tidak selemah ini, harusnya Dandi bangun dan membalas setiap pukulannya, begitu mau Gildan.

Reza dan Atlas masuk ke dalam ruang inap Dandi. Reza melempar sebuah apel merah untuk Gildan. Dengan sigap Gildan menangkapnya. “Makan, kalo nggak mau makan nasi ya makan itu. Seengganya perut lo nggak kosong-kosong amat,” kata Reza perhatian.

Walaupun Reza anak yang suka nyebelin, tapi dia masih memiliki hati nurani dan masih peduli pada teman-temannya. Termasuk Gildan. Cowok itu kasian dengan ketuanya itu, sudah 2 hari perutnya tidak kena nasi.

“Thanks,” ucap Gildan lalu menggigit apel pemberian Reza.

“Si Dandi cemen banget anjir. Masa nggak bangun-bangun juga, muka doang nyeremin,” kata Atlas lalu duduk di sofa  panjang yang memang sudah di sediakan.

Gildan berhenti mengunyah. Kemudian menaruh buah apel yang baru sekali gigitan itu di atas meja kecil yang terletak di samping ranjang rumah sakit. “Semua gara-gara gue,” ujar Gildan sambil memandang Dandi yang masih terbaring di atas ranjang.

“Udah lah, Dan. Nggak usah di sesali kaya gitu. Nyesel juga udah nggak ada gunanya, Dan,” sahut Reza menepuk pundak Gildan.

“Dia udah cukup menderita gara-gara gue,” kata Gildan sadar diri.

Sejak kejadian di bangunan tua itu, Gildan mulai menyadari. Memang dirinya lah penyebab semua masalah yang terjadi pada mereka. Dia menyesali perbuatanya pada Dandi, dia menyesali kebencian yang dia tanam untuk Dandi. Dia menyesali semua itu. Dia juga menyadari, bahwa kecelakaan yang terjadi pada mama nya bukanlah kesalahan Dandi, tapi itu memang sudah menjadi takdir. Kecelakaan itu musibah dari Tuhan. Bukan kesalahan yang diperbuat oleh Dandi.

“Dia harus bangun. Dia harus liat mama gue. Itu, ‘kan yang dia mau? Liat Mama, liat Ezar,” Gildan memejamkan matanya sebentar. Gildan sangat pusing belakangan ini. Mamanya belum juga sadar, di tambah Dandi yang juga tidak kunjung sadar.

Posesif Gildan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang